Chapter 5 (Part 1,5)

12 4 0
                                    

Lucy's P.O.V

Aku menuntunnya kembali ke dalam lobi arena. Lukanya tidak terlalu parah, namun. Dia tidak bisa bertarung kembali dengan kondisi begini. Sesampainya kami di dalam, para medis langsung menghampirinya dan mengobatinya. Tanpa memakan waktu lama, luka-lukanya langsung sembuh. Ya, mereka para medis sihir tingkat tinggi. Menyembuhkan luka-luka seperti itu semudah melipat selembar kertas bagi mereka. Pernah kudengar mereka bahkan mampu menghidupkan orang mati.

"Luka-lukaku sudah sembuh..! Hebat." Ujarnya terkagum.

Dia menoleh ke arahku, dengan wajah penasaran.

"Bagaimana kamu tidak terluka sama sekali saat melawannya?" tanyanya.

Sudah kuduga itu yang akan dia tanyakan. Maaf, Damien. Aku belum bisa menjawabnya untuk sekarang. Tapi, aku yakin pada akhirnya kamu akan tahu.

"Ah, mungkin hanya kebetulan. Kamu sebelumnya juga melawan rekannya, kan? Mungkin kamu kelelahan setelah melawannya."

"Hm, mungkin saja ya." Balasnya percaya.

Kami pun menunggu giliran kami berikutnya di semi-final. Aku memandang bilah pedangku sejenak. Alasan aku berhasil tidak terluka terdapat padanya. Saat menghadapinya tadi, pedangku mendadak bersinar dan seketika, dia tiba-tiba melambat. Meskipun dia menggunakan tenhik sihirnya, sama saja. Pergerakannya dengan mudah bisa kubaca. Dan anehnya, aku selama ini belum pernah mempelajari tenhik sihir apa pun. Entah mengapa aku merasa khawatir jika aku mengetahui siapapun sekarang.

"Diharapkan untuk bersiap perwakilan dari kelas anggar dan kelas kapak untuk memasuki arena." Ujar panitia kompetisi.

Kulihat Jamie dengan rekannya melangkah masuk arena.

"Jamie! Semangat!" sahutku ke arahnya.

Dia tersenyum simpul ke arahku. Dan sama sepertiku dan Damien, pasangannya juga perempuan.

"Dan bagi para peserta yang telah melaksanakan duel dapat menyaksikan pertandingan lainnya di lantai dua ruangan ini." Lanjut pantia kompetisi.

Ah, akhirnya. Aku sangat penasaran dengan pertarungan yang lain. Aku menoleh ke arah Damien. Kami menoleh bersamaan dan aku yakin dia punya pemikiran yang sama denganku.

"Ayo, aku juga penasaran. Haha." Ujar Damien setuju.

Sesampainya di sana, kami mengambil posisi dengan pemandangan paling nyaman. Itu bukan hal yang sulit karena hanya ada kami di ruangan ini.

"A-anu, Lucy..." tegur Damien tiba-tiba. Wajahnya memerah bak kepiting rebus. Haha..! Aku suka melihatnya seperti itu.

"Ada apa Damien? Kenapa tiba-tiba wajahmu memerah begitu?" Tanyaku pura-pura tidak tahu.

Tanganku perlahan merambat ke tangannya, "apakah karena....hanya ada kita di ruangan ini~?" tanyaku.

"A-apa yang—"

"Ah, pasangan mesra ini kemari juga. Selamat atas kemenangannya ya. Sepertinya "kekuatan cinta" kalian berhasil mengalahkan kami, hahaha...." tegur Aiden yang tiba-tiba datang.

Sontak aku langsung menarik tanganku kembali. Aku terkejut dengan kehadiran mereka yang tiba-tiba. Mereka duduk di bangku beberapa langkah dari kami.

"Kalian juga hebat! Gerakan kalian sangat lincah dan sulit ditebak." Balasku memuji mereka.

Damien terdiam dengan wajahnya yang menjadi merah padam. Terbesit segenap rasa bersalah dalam benakku. Jika kutahu mereka akan datang aku tidak akan menjahilinya.

"Hei, Damien. Kamu baik-baik saja? Maaf soal ta--"

"Iya. Ti-tidak apa-apa, kok~."

Kalimatku terpotong. Tanpa kusadari, tangan yang telah kutarik kembali di posisi sebelumnya. Menggenggam tangannya.

Aku mematung di tempat, tidak tahu harus bertindak seperti apa. Tidak kusangka dia membalas perbuatanku.

"O-oh, dan soal pe-perkataanmu tadi di arena. Aku...aku juga, mencintaimu."

***

Ya, cringe emang :3

Sori pendek, lg kurang semangat lol :3

The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang