Lucy's P.O.V
Aku...aku berhasil. Tadi benar-benar pertarungan yang sengit. Seperti pertarungannya yang pertama, dia benar-benar gesit. Tehnik sihirnya yang begitu hebat membuatku heran apakah dia benar-benar murid kelas pertama.
Di dalam lobi arena, beberapa menit setelah aku menjalani pengobatan. Damien menghampiriku dengan ekspresi penasaran.
"Lucy, bagaimana kamu bisa membaca serangannya? Aku saja hanya beruntung berhasil menangkis serangannya? Dan juga, tadi bilah pedangmu bercahaya. Apakah jangan-jangan kamu bisa melakukan tehnik sihir?"
Ah...sudah kuduga dia akan menanyakan soal itu.
"Soal itu...ya, kamu benar. Haha, aku tidak mungkin menyembunyikannya lagi sekarang."
"Ke-kenapa kamu tidak memberitahuku?! Kan bisa saja aku menyusun strategi ampuh dengan tehnik sihirmu itu!" Balasnya setengah marah setengah terkejut sembari mengguncang-guncangkan tubuhku.
"Iya iya, maaf maaf." Ujarku sambil terkekeh. Dia lucu saat marah seperti itu.
"Jadi, seperti apa tehnik sihirmu itu? Aku tidak melihat apapun yang keluar dari pedangku." tanyanya lagi.
"Tehnik sihir berpedangku yang sekarang bisa dibilang tipe pasif. Tehnik sihirku membuat gerakan musuh terlihat sedikit lebih lambat. Makanya pada saat melawan Aiden dan Bianca, aku berhasil bertahan." Jelasku.
"Heh, pantas saja...baiklah, dengan ini sekarang aku bisa menyusun rencana untuk duel berikutnya. Semoga saja kita bisa memenangkan duel ini."
Matanya berbinar-binar penuh tekad. Yah, cukup dengan ekspresinya saja aku sudah cukup yakin kita akan menang.
Jamie's P.O.V
"Bianca..!" sahutku seraya mengejarnya yang hendak meninggalkan lobi arena.
Dia menoleh dan menatapku dengan tatapan dinginnya.
"Maaf, tentang pertandingan tadi."
"Untuk apa? Tidak ada gunanya meminta maaf kepadaku. Seharusnya kamu meminta maaf pada dirimu sendiri. Kamu terlalu mengandalkan kehebatanmu yang kamu peroleh waktu kecil. Kamu seharusnya berlatih lebih keras." Balasnya ketus.
Dia pun memalingkan kepalanya lagi dan lanjut melangkah keluar. Ya, aku pantas mendapatkan itu. Memang benar aku tidak berlatih terlalu keras sebelum kompetisi.
Terdengar beberapa ocehan dari murid-murid putri kepada Bianca. Dia tidak menghiraukannya dan lanjut melangkah pergi. Mereka menatapku dari kejauhan. Merekapun menatapku dari kejauhan sambil terkagum-kagum. Jangan bilang mereka...
Ah, kenapa ini harus terjadi lagi? Cukup saat sekolah menengah aku menjadi cowok primadona. Aku tidak harus lagi menyandang gelar yang sama di akademi ini juga. Aku pun menghiraukan mereka dan melangkah keluar lobi arena.
Selama kompetisi duel, akademi tidak terlalu sepi. Aku kira seluruh murid menyaksikannya. Ternyata ada beberapa yang berkeliaran dan mungkin juga ada yang menongkrong di kelas.
"Hei, Jamie~!" sahut seseorang dari sampingku.
Aku menoleh ke arahnya dan tidak kusangka, ternyata dia yang memanggilku.
"Oh, Mary. Ada apa?"
"Tidak apa-apa. Hanya ingin berbincang saja. Em...kamu sedang tidak sibuk, kan?"
Aku menggeleng kepala,"tidak. Aku baru saja selesai dari duel."
"Oh, yang tadi ya...Maaf soal kekalahanmu."
"Tidak apa-apa kok. Lagipula aku memang kurang latihan, hehe."
Wajahnya terlihat resah. Seakan-akan ada sesuatu yang sangat ingin dia sampaikan.
"Bo-bolehkan kita pulang bersama nanti...? A-aku ti-tidak memaksa, kok. Kalau kamu tidak mau tidak masalah...!" Pintanya gerogi dan malu-malu.
"Oh...begitu ya." Balasku pelan
Ini pertama kalinya aku merasakan "sesuatu" saat diajak pulang bersama perempuan. Biasanya aku tidak merasakan apa-apa dan menolak mereka begitu saja. Sudah kuduga ada yang membuatnya berbeda dengan yang lain sejak pertemuan pertamaku dengannya. Tapi, apa ya?
"Tentu. Lagipula aku juga bosan langsung ke rumah. Memangnya ada apa tiba-tiba mengajakku pulang bersama?"
Wajahnya langsung memerah, "a-aku ti-tidak bermaksud apa-apa kok! Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu sekali-kali."
Wajahnya makin memerah. Sekarang dia jongkok dan menundukkan kepalanya. "Mary bodoh! Kenapa kamu berkata seperti itu?!" bisiknya kepada dirinya sendiri.
Aku terkekeh melihatnya. Ada-ada saja gadis ini.
"Iya, tidak apa-apa kok. Nanti sore kita bertemu lagi disini, oke?"
Perlahan dia mengangkat kepalanya. Hanya matanya yang terlihat, "ba-baik."
"Ya sudah, aku kembali ke lobi arena ya. Sampai jumpa nanti." Pamitku.
Tunggu. Dari awal apa alasanku meninggalkan lobi arena? Jangan bilang memang dari awal aku tidak memiliki tujuan. Ah, apa boleh buat. Tapi, entah mengapa ada segenap bagian dari diriku yang mengatakan ini ulahnya. Haha, ada-ada saja imajinasiku.
***
Malem semua :3
Sebelum apa-apa, berhubung sudah masuk bulan ramadhan. Author ingin meminta maaf sebesar-besarnya kalau ada salah... Selamat berpuasa bagi yang menjalankan^^
Berhubung kayaknya author bakal sibuk, update mungkin gk seperti biasa :3 mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Moga-moga bisa bikin jadwal enak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dream
Fantasy(Remake dari yang pertama) Menjadi seorang jendral kesatria kerajaan tingkat pertama sudah lama menjadi impian seorang Damien Victor. Dengan kegigihan dan kebulatan tekad, dia berlatih demi berhasil lulus di Knight's Academy. Tempat pendidikan palin...