Chapter 4 (Part 1)

16 6 0
                                    


Chapter 4

Damien's P.O.V

Di ruang kelas, sebelum bel pelajaran berdentang. Aku duduk sambil berbincang ria dengan dua temanku di kelas, Sarah dan Lucy. Ya aku tahu, mereka semua perempuan. Tidak, bukannya aku penakluk para wanita di kelasku. Mereka hanya suka bertanya-tanya tentang caraku latihan berpedang. Ya, itu sih Sarah. Lucy tidak hanya membicarakan soal itu. Seperti teman akrabku yang lain, dia suka membahas berbagai hal, hingga yang tidak penting juga dia bawa ke atas meja percakapan. Sampai-sampai banyak yang mengira kami ini lebih dari sekedar teman. Pulang sekolah bersama, kemana-mana selalu berduaan, dan hal-hal lain yang menguatkan pendapat itu. Setiap kali ditanya, kami selalu menyalahkan pemikiran mereka dan mengatakan kalau kami hanya berteman. Tentunya, mereka tidak terima jawaban itu begitu saja.

"Kenapa kalian tidak pacaran saja? Daripada terus ditanya-tanya, mending resmiin aja." Ujar Sarah tiba-tiba, menyimpang dari topik pembicaraan awal.

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini yang membuat jantungku berdentum kencang, ditambah lagi "dia" berada disampingku.

"Hm...gimana ya...?" tanya Lucy.

Tiba-tiba, dia menepuk pundakku seraya menghadap ke arahku, "Menurutmu bagaimana Damien?"

"Ti-tidak bisa langsung seperti itu...! Kalau mau seperti itu, aku harus mengenalmu lebih lama, kan?" balasku spontan.

"Hm? Bukannya sudah 3 bulan sejak kalian mengenal satu sama lain? Apakah itu kurang lama?" Tanya Sarah lagi.

"Ah, aku mengerti. Damien tidak ingin langsung berpacaran denganku. Dia ingin langsung melamarku nanti. Makanya dia ingin mengenalku lebih lama. Benar kan, Damien?"

Mata Sarah berbinar-binar, terkagum dengan ketetapanku yang tidak pernah kusebut bahkan kupikirkan.

"Bu-bukan begitu juga..."

"Lihat, wajahmu memerah...! Ayolah, jujur saja...!" balas Sarah, mengompori.

Tepat setelah kalimat itu, pengajar kelas datang. Sarah kembali ke tempat duduknya dan Lucy, dia tidak kemana-mana. Tempat duduknya disampingku. Oh, hebat. Rasa canggung mengalir deras ke seluruh pembuluh darahku.

"Perdebatan ini belum berakhir, Damien. Sampai aku mendapat jawaban darimu." Tegur Sarah ditengah-tengah perjalanan menuju bangkunya.

Setelah kalimatnya, pak guru pun membuka kelas pada pagi ini.

"Selamat pagi semuanya. Hari ini ada sesuatu yang ingin saya sampaikan. Untuk beberapa jam pelajaran kedepan tidak akan ada kegiatan belajar mengajar karena diadakan pendaftaran kompetisi duel antar kelas. Kompetisi ini diadakan tiap pertengahan semester. Setiap kelas akan diwakili oleh dua murid yang dipilih wali kelasnya masing-masing. Saya tunjuk Damien dan Sarah untuk mewakili kelas. Bagaimana, ada yang keberatan?"

"Maaf, pak. Bagaimana kalau Lucy saja yang mendampinginya?" ketus Sarah tiba-tiba.

Pak guru terkekeh kecil, "oh, begitu ya? Baiklah."

Aku menatap tajam Sarah. Terima kasih banyak. Aku yakin dengan perasaan canggung seperti ini bisa memudahkanku memenangkan kompetisi.

"Damien, bagaimana? Ah, saya tidak perlu bertanya lagi. Pastinya kamu setuju." Ujar pak guru.

Seluruh kelas bersiul dan bersorak-sorai. Terlihat Lucy di ujung mataku terkekeh kecil sambil menutup mulutnya. Ya, aku tidak berkomentar. Jika dilihat dari segi ketrampilan dalam berpedang, memang Sarah lebih hebat. Tapi, gaya berpedangku dengan Sarah kurang cocok jika digabungkan. Berbeda dengan Lucy. Meskipun dia kalah hebat dengan Sarah, gaya berpedang kami bisa kubilang cocok. Bahkan saat latihan bersama, kami sempat membuat tehnik berpedang ganda jika suatu saat kami harus berpedang besama. Itu kelebihan dalam segi pertarungan. Tapi dalam segi lain, aku merasakan hal lain saat bersamanya. Seperti ada sebuah aura yang terpancar dari dirinya yang bereaksi dengan jiwaku. Dan, dari aura itu hanya satu perasaan yang berhasil kuterjemakan menjadi kata, nyaman. Sisanya sulit kuartikan menjadi kata-kata. Meskipun aku bisa, aku tidak berani menyatakannya. Aku belum yakin dengan pernyataan yang kumiliki.

The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang