Chapter 1 (Part 3)

44 10 8
                                    

Aku menghadap sebuah gerbang besar, yang mebatasiku dari arena pertarungan duel. Sebenarnya, aku merasa bimbang antara menolak atau menerima tantangan ini tapi, entah mengapa lubuk hatiku yang terdalam serasa mendorongku untuk menerimanya.

"Kumohon Damien, jangan lakukan ini!" sahutnya yang tiba-tiba muncul di belakangku.

Aku tersenyum seraya berkata "aku tahu ini bukan jalan yang kamu inginkan tapi, apa boleh buat."

"Tidak! Bukan itu..."

"Lalu apa?"tanyaku penasaran.

"Aku...aku tidak ingin kamu terluka, di luar maupun di dalam."

"Haha, aku mengerti kok, tenang saja." balasku seraya menepuk pundaknya.

Dia sontak langsung merengkuhku. Aku terkejut dan hampir saja terjatuh.

"Walaupun kamu gagal, aku janji akan menemukan cara lain agar kita bisa bersama."ucapnya lemah.

Aku membalas pelukannya seraya membelai rambutnya. "Tenang saja, aku tidak akan mengalah begitu saja. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik untukmu..."

***

Aku menatap langit-langit kamarku dan terus menanyakan satu hal, "siapa gadis yang muncul di mimpiku itu?". Rupa, bahkan namapun aku tidak bisa mengingatnya. Yang kuingat hanyalah kehadirannya. Ya, selain itu, aku juga masih ingat alur mimpinya. Apakah ini ada hubungannya dengan tesku nanti siang?

Aku beranjak dari ranjang dan langsung melakukan kebiasaanku setelah bangun tidur. Mandi, sarapan, dan mungkin karena pagi ini kosong aku bisa jalan-jalan sebentar. Tidak jauh-jauh, hanya ke pesisir pantai saja. Ya, rumahku berada tidak jauh dari pantai. Kota kediamanku terkenal dengan keindahan pantai-pantainya. Jika ada pendatang dari luar kota atau bahkan luar kerajaan, tidak jarang mereka datang ke sini untuk menikmati keindahan pantainya.

Pintu rumah kubuka. Cahaya sinar mentari menyinariku diiringi hembusan udara pagi yang melaluiku. Aku melangkah keluar seraya menutup pintu.

Tetangga-tetangga sekitar banyak yang mengenalku, jadi biasanya mereka menyapa dan menanyakan kabarku setiap kali aku berpapasan dengan mereka. Kubalas sapaan mereka diiringi dengan senyuman ramah di pagi hari. Aku pun melanjutkan perjalananku. Hanya beberapa langkah lagi yang harus kutempuh sebelum sampai disana.

Dari kejauhan, aku sudah bisa melihat bibir pantai. Aku pun berlari layaknya seorang anak kecil yang baru pertama kali melihat pantai. Alas kaki kulepas seraya menapakkan kakiku ke pasir. Kubiarkan sela jari jemariku dilalui pepasiran putih lembut. Seharusnya aku kemari nanti sore untuk memandang matahari terbenam.

"Wah..! Indah sekali!"

Suara itu. Entah kenapa suara itu sangat familiar di telingaku. Aku memandang ke arah sahutan itu. Seorang gadis mengahadap lautan biru dengan rambutnya yang pirang tertiup angin. Aku tidak bisa memalingkan pandanganku, hingga tiba-tiba dia menoleh ke arahku. Aku langsung memalingkan pandanganku seraya berkata dengan pelan "oh tidak, dia melihatku. Mungkin sebaiknya aku pergi sekarang." Kedua kakiku membatu, tidak bisa bergerak. Apakah sebegitu besarnya rasa ingin mengenalnya hingga aku rela mengorbankan rasa maluku?

Dia melangkah semakin dekat, dan tidak mungkin aku kabur darinya. Itu akan membuatku lebih memalukan. Jantungku berdebar tidak karuan, dan sepersedetik kemudian dia sudah berada tepat di sampingku.

"Eh, kamu orang asli sini, kan? Aku boleh nanya gak, apa nama pantai ini? Indah sekali, tapi kenapa sepi..?" tanyanya dengan nada ramah.

Aku ingin menjawab, tapi aku canggung. Tidak pernah aku berbicara dengan perempuan sedekat ini.

"Ada apa? Kok kamu diam saja?"

"T-tidak kok, aku baik-baik saja." balasku dengan nada canggung.

Dia terkekeh melihat raut wajahku. Baru kali ini aku bertemu dengan perempuan seperti ini. Biasanya jika aku memandang perempuan yang sebaya denganku, mereka langsung menjauh dariku. Dia masih memandangku, menunggu jawaban dari pertanyaannya tadi.

"Ya...setahuku pantai ini belum memiliki nama. Tidak banyak juga yang tahu dimana pantai ini berada," jelasku.

"Oh, begitu ya? Kamu sering kesini?" tanyanya lagi.

"Tidak terlalu sering sih, hanya sesekali jika aku memang ingin. Eh ngomong-ngomong, kamu dari mana? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya."

Dia mengulurkan tangannya, "perkenalkan, namaku Lucy. Aku dari ibukota. Maaf, seharusnya aku memperkenalkan diriku dulu." Tuturnya sambil tersenyum.

Ku raih tangannya seraya memperkenalkan diriku "Aku Damien. Senang bertemu denganmu."

"Sedang apa gadis bangsawan sepertimu datang ke sini?"

"Aku akan tinggal disini untuk sementara."

"Untuk liburan?" tanyaku, "sangat jarang ada yang berlibur kemari jika memang ke kota ini."

"Tidak, aku tidak kemari untuk berlibur. Aku akan bersekolah disini."

Aku terkejut. "Bukannya sekolah di ibukota lebih layak? Kenapa malah kemari?"

"Nah, jadi begini. Aku diminta orang tuaku untuk tinggal disini. Katanya biar aku bisa belajar mandiri..."

Aku mengangguk-angguk. Aku terkagum, ada saja keluarga bangsawan yang melakukan hal semacam ini.

"Memangnya sekolah dimana?"

"Knight's Academy" jawabnya dengan bangga.

Mungkin dia berharap aku mengatakan seperti "Ah, tidak mungkin perempuan sepertimu sekolah disana". Tapi...tidak, aku tidak berkata seperti itu. Siapapun bebas menentukan impiannya, kan?

"Oh, bukannya pendaftaran sudah ditutup ya?"

"Aku sudah daftar jauh-jauh hari saat masih di rumah. Kamu sendiri gimana? Apa kamu bersekolah?"

"Mungkin bisa kamu sebut kebetulan. Aku juga akan bersekolah disana."

Kedua matanya berbinar-binar, "sungguh!? Syukurlah...aku tidak akan kesepian saat hari pertama..."

"T-tunggu, jangan terlalu bersemangat. Sebenarnya, aku belum ikut tes masuk. Aku telat mendaftar waktu itu dan karena itu, tesku akan lebih sulit dari biasanya."

Wajah penuh semangatnya tiba-tiba berubah menjadi wajah penasaran." Apa tesnya?"

"Aku harus duel melawan salah satu murid terbaik dari sana."

Dia tersenyum seraya menepuk pundakku, "tidak apa, aku percaya kok kamu bisa menang."

Jantungku berdebar tidak karuan lagi. Tak pernah ku merasa seperti ini saat seseorang mengatakan kalimat itu kepadaku. Serasa badanku terangkat jauh hingga ke langit-langit dunia.

"T-terima kasih dukungannya. Dan oh, tesnya siang ini. Kalau mau melihatku datang saja. K-kalau tidak mau juga tidak masalah. Lagipula kita juga baru kenalan, jadi ya—"

"haha, tenang saja. Aku pasti datang. Tapi maaf ya, aku pergi dulu. Ada sesuatu yang harus kulakukan."

Dia pun berlari meninggalkanku, "nanti siang kita ketemu lagi ya...!" sahutnya sambil melambaikan tangan.

Kejadian tidak terduga itupun berakhir. Aku sangat bahagia bisa bertemu dengan perempuan baik sepertinya. Entah bagaimana, dia memancarkan hawa yang membuatku merasa nyaman.

Aku melihat arlojiku yang kusimpan di dalam kantong. Sebentar lagi tesnya akan dimulai. Sebaiknya aku bergegas pulang untuk bersiap-siap.

***

The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang