Chapter 5 (Part 1)

13 4 0
                                        

Chapter 5

Damien's P.O.V

Dunia serasa tiba-tiba berhenti seketika. Suara sorak-sorai para penonton tiba-tiba menghilang entah kemana. Gerakan langkah peserta lawan juga entah mengapa terhenti. Aku tersentak hebat mendengar kalimatnya sampai-sampai imajinasiku membuat lorong waktu khayalan ini. Hanya aku dan dia yang masih bergerak dalam lorong waktu ini.

Jantungku berdentum hebat. Badanku seketika kaku seperti terkena stroke. "A-apa...?" tanyaku. Walau sebenarnya aku dapat mendengar perkataannya tadi.

Wajahnya memerah, "ah, aku salah tempat mengatakannya ya...haha..! Maaf. Aku pikir dengan menyatakannya sekarang kamu bisa lebih semangat." Ujarnya pelan.

Dasar...Kalau begini aku bukannya tambah semangat. Aku malah kiat memikirkanmu di sepanjang pertarungan karena pastinya tidak sempat membicarakan ini sekarang.

Dunia mulai bergerak kembali seperti biasa. Tanpa kusadari, kita sudah berada di tengah arena menghadap dua murid dari Kelas Pisau Belati. Berdiri di antara kami bapak pembawa acara yang sebenarnya guru sejarah kami. Dia biasa menjadi pembawa acara dalam acara besar seperti ini. Memang bakat alaminya menjadi seorang pembawa acara.

"Ya! Kita saksikan dua perwakilan Kelas Pedang dan Kelas Pisau Belati!! Dari Kelas Pedang, Damien Victor dan Lucy Mayne. Mana suara para pendukung dua kekasih ini!!"

Para penonton bersorak heboh. Kenapa harus dijuluki seperti itu juga oleh Pak Avery? Aku merendahkan pandangan, berusaha menahan rasa malu, sedangkan Lucy melambai-lambaikan tangannya ke arah penonton tanpa rasa malu.

"Dan dari Kelas Belati, kita perkenalkan Erick Bryan dan Aiden Barnaby!! Dengan kecepatan mereka yang tak tertandingi, apakah mereka akan mengalahkan kekuatan tebasan pedang?! Mari kita saksikan duel pertama ini! Aku sendiri sangat penasaran." Lanjutnya memperkenalkan pihak lawan.

Mereka menatap kami sinis. Kenapa mereka sangat membenci kami? Tatapan mereka seakan-akan mengatakan "Aku akan membunuh kalian!". Semoga saja itu hanya firasatku.

Setelah penyampaian peraturan duel, Pak Avery pun mulai menghitung mundur. Aku dan Lucy langsung memasang posisi gabungan menyerang dan bertahan.

"3.......2.......1.....Mulai!"

Mereka berlari ke arah kami. Aku memutuskan untuk diam di tempat dan membiarkan menghampiri kami. CTARR!! Pedangku berbentur kencang dengan pisau belati musuh. Oh, sepertinya mereka ingin melakukan satu lawan satu.

"Rasakan ini!" sahut murid yang berhadapan denganku.

Dia mulai melakukan tarian serangannya dengan cepat. Aku berusaha menjaga jarak dengannya untuk mengurangi kesempatannya mengenaiku seraya mencari celah dalam serangannya. Sulit. Sudah seperti yang kuduga. Serangannya cepat sekali. Jauh lebih cepat dibanding tarian sabit Kak Alice. Bagaimana ini?

"Haha...kau ingin coba lari? Aku baru tahu ada seorang ksatria yang takut menghadapi musuhnya."

Ck...Dia ingin memancingku. Oh, baiklah. Akan kuterima pancingannya itu.

Aku pun berlari ke arahnya. Tidak, aku bukan orang bodoh yang menerima pancingan musuh begitu saja. Tentunya aku memiliki rencana.

"Nah, begitu dong!" sahutnya.

Jarakku dengannya sekitar empat meter. Sekarang saatnya!

Aku menghempaskan tebasan sihir Aerial Slash-ku. Dia tersentak kaget, tapi dia berhasil menghindar. Hah, bagus. Seperti yang kuharapkan. Dia masih kaget dengan seranganku barusan. Itu kesempatanku untuk mengalahkannya. Aku pun menebasnya dengan kencang. Dia mencoba untuk menahan tebasanku, tapi genggamannya kurang kencang. Pisau belatinya pun terjatuh dan disitulah aku memojokkannya.

"Erick Bryan telah tereliminasi!!" sahut Pak Avery.

Berhasil! Sekarang tinggal satu lagi yang sekarang sedang berhadapan dengan Lucy. Aku pun berlari ke arahnya untuk membantunya.

"Damien, awas!" sahut Lucy tiba-tiba.

Aiden melirik ke arahku. Dan tiba-tiba, jarak diantaraku dan dia menghilang seketika. Sebelum dia berhasil mendaratkan serangan, aku melompat mundur, menghindari serangannya. Dadaku terbesit sedikit, tidak terlalu dalam.

"Oh, jadi kamu sudah bisa menggunakan tehnik sihir, ya?" Ujarku terkejut.

Dia tetap diam, tidak membalas. Dingin sekali. Dia pun mulai menyerangku dengan tarian pisau belatinya. Gerakannya berbeda dengan temannya. Dia jauh lebih gesit, dan...aku tidak bisa lari darinya. Aku terpaksa menghadapinya.

"Ha! Kau akan berakhir, Damien!"

"Akh..! Tidak!"

Satu, dua dari serangannya berhasil mengenaiku. Aku tidak bisa menahannya lebih lama. Jika ini terus berlangsung, tidak lama lagi aku akan tereliminasi.

"Selamat tinggal, Damien Victor..." Ujarnya sinis.

"Tidak semudah itu!" Sahut Lucy yang tiba-tiba berada di belakangnya.

Dia sontak berhenti menyerangku dan menoleh ke belakangnya. Haha, ini kesempatanku. Aku pun menyapu kedua kakinya. Dia terjatuh, dan Lucy sudah menodong pedangnya ke arahnya.

"Aiden Barnaby telah tereliminasi!! Pemenang duel pertama adalah dari Kelas Pedang!!" sahut Pak Avery.

Sorakan dan tepuk tangan diiringi para penonton. Badanku pegal dan kesakitan. Nafasku tersenggal-senggal dan, lutut kananku terjatuh mencium tanah.

"Damien! Kamu tidak apa-apa?" ujar Lucy sembari menghampiriku.

"Ah, iya. Hanya tergores sedikit."

Aku mencoba untuk berdiri kembali. "Akh..!" Luka di sekujur tubuhku memutuskan untuk melarangku berdiri.

"Sini, kubantu." Ujar Lucy sembari melingkarkan tangannya di punggungku.

Perlahan dia membantuku berdiri. Di-dia sangat dekat! Jantungku yang dari tadi berdentum kencang kian meredam. Ah, jika terus begini aku bisa mati karena jantungan. Tapi disamping itu, kalau aku perhatikan Lucy, aku tidak melihat dia terluka sama sekali. Aneh, padahal dia berhadapan dengan lawan yang terkuat. Bahkan, dia sudah menguasai tehnik sihir. Ah, sudahlah. Yang terpenting sekarang adalah penyembuhan lukaku untuk pertandingan selanjutnya.

***

The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang