Jamie's P.O.V
Para peserta kompetisi seketika heboh, sama seperti para penonton lainnya. Mereka yang mendukung kelas perisai tertawa renyah melihat kekalahan dukungan teman-temannya yang memilih kelas pedang.
"Tidak mungkin. Aku tadi benar-benar mengira mereka akan menang." Ujar Mary kecewa.
"Ya, setidaknya mereka sudah bertarung dengan baik." Balasku.
Dia mengangguk setuju. "Ya, ayo pulang. Tadi kamu bilang mau pulang bersama, kan?"
Dia terlihat terkejut. Wajahnya mulai sedikit memerah. "Ka-kamu serius? A-aku kira tadi kamu hanya bercanda, haha."
"Aku serius kok. Memangnya kenapa?" tanyaku penasaran.
"Ti-tidak kenapa-napa. Ayo." Balasnya malu-malu.
Aku terkekeh kecil melihatnya bertingkah seperti itu. Kami pun melangkah meninggalkan lobi arena. Mary dengan sengaja bersembunyi di belakangku, berusaha tidak ketahuan para panitia yang berjaga. Dan beruntungnya sedang tidak ada panitia yang berjaga di pintu keluar.
"Jadi, rumahmu dimana?" tanyaku, memecah keheningan diantara kita.
"Ah, rumahku di pusat kota. Sebenarnya sih, itu bukan rumahku. Aku dan ibuku hanya menyewa untuk tinggal disana." Jawabnya.
"Kalau ayahmu?"
Dia terdiam sejenak. Ekspresinya pun turut berubah. Ah, seharusnya aku tidak menanyakan itu.
"Ma-maaf. Seharusnya aku tidak menanyakan itu."
"Tidak. Tidak apa-apa. Ayahku masih menjalani masanya di penjara." Jawabnya singkat.
Oh, hebat sekali Jamie. Kamu baru saja menarik kembali salah satu alasan kesedihan dari gadis ini.
"Kalau kamu? Rumahmu dimana?" balasnya bertanya, mengalihkan topik tadi
"Rumahku di distrik hijau. Tidak jauh dari sini."
"Wah...anak bangsawan ya...Beruntung sekali kamu. Aku suka penasaran bagaimana rasanya tinggal dirumah mewah seperti itu."
"Ah, biasa saja kok. Sama saja seperti tinggal di rumah biasa, hanya lebih besar saja." Balasku, mencoba untuk merendah.
Dia hanya tersenyum tipis ke arahku, seakan-akan dia tahu aku berbohong. Ya tentu saja. Orang bodoh mana yang akan mempercayai perkataanku itu.
"Oh, dan ngomong-ngomong. Boleh tidak aku main kerumah mu?"
Dia menunduk malu. Entah apa yang kali ini terbesit di pikirannya.
"Ke-ke rumahku? T-tapi...bukankah ini terlalu cepat? Ma-maaf. Tapi aku belum bisa menerima lamaranmu."
Tunggu sebentar. Apa?
"Aku tidak bermaksud seperti itu, Mary. Aku hanya ingin mampir, sebagai temanmu." Jelasku membenarkan kesalah pahaman konyol itu.
"Su-sungguh? Tapi biasanya di buku cerita yang kubaca, setiap kali ada laki-laki yang datang ke rumah teman perempuannya dia ingin melamarnya." Jawabnya begitu polos.
Aku kembali terkekeh kecil, "kan itu hanya cerita. Jangan langsung berpikir akan terjadi di dunia nyata."
"Oh, begitu ya..." jawabnya lirih, masih dengan kepalanya yang tertunduk.
Aku tidak menyangka ada gadis sepolos itu di dunia ini. Aku jadi khawatir jika tiba-tiba terjadi sesuatu terhadapnya karena kepolosannya itu. Tapi, disisi lain. Dia imut juga saat seperti itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Dream
Fantasía(Remake dari yang pertama) Menjadi seorang jendral kesatria kerajaan tingkat pertama sudah lama menjadi impian seorang Damien Victor. Dengan kegigihan dan kebulatan tekad, dia berlatih demi berhasil lulus di Knight's Academy. Tempat pendidikan palin...