"Ketemu lagi besok ya ...!" sahutnya sembari melambaikan tangannya.
Kami berpisah di persimpangan jalan. Aku pun membalas lambaiannya dan bergegas pulang.
Aku merenung dan kerap memikirkan kejadian barusan. Aku tidak bermimpi, kan? Ah, itu pertanyaan konyol. Sekarang yang lebih penting, bagaimana caranya "pacaran"?
Aku tidak pernah mempersiapkan diriku untuk hal seperti itu. Apakah ada perbuatan khusus yang harus kulakukan? Setahuku perbuatannya terhadapku selama ini sudah seperti orang pacaran. Ah, seharusnya aku tidak memikirkan tentang itu sekarang. Minggu depan akan ada ujian, aku harus mempersiapkannya.
Selang beberapa waktu, aku pun tiba di rumah. Aku membuka pintu dengan kunci rumah yang ibuku titipkan padaku. Katanya dia dan ayahku ada urusan hingga malam nanti.
Aku pun langsung menuju kamar dan menaruh pedang dan badanku di atas ranjang sembari bertanya pada diriku sendiri, "Apa yang sebaiknya kupersiapkan dulu, ya?"
Kalau dilihat di kalender akademik, ujian pertama adalah ujian tulis selamat tiga hari. Kemudian dilanjut dengan ujian praktek di dua hari berikutnya.
Berhubung aku kurang hebat dalam matematika, mungkin aku mulai belajar dari sana.
"Hei Damien, ajari aku matematika ya~?"
DEG! Gawat! Perkataannya sekarang bisa bergema di pikiranku. Sepertinya aku gagal untuk berhenti memikirkannya.
Hm, mungkin dengan latihan berpedang sedikit aku bisa menenangkan diriku sendiri. Yah, meskipun aku jadi tambah kepikiran, setidaknya aku melampiaskan emosi tersebut.
Aku mengambil pedangku dan melangkah menuju halaman belakang rumahku, tempat biasa aku berlatih.
Setibanya aku disana. Terdapat sosok berjubah dengan menggenggam dua bilah pisau belati. Reflek aku menarik pedangku, seraya bertanya.
"Siapa kamu?!"
"Sudah, jangan melawan. Ini tidak akan lama, kok."
Tepat setelah kalimat itu, dia pun berlari ke arahku dan menyerangku. Aku menangkis dan menghindari beberapa serangannya.
"Hentikan, apa maumu?!" tanyaku.
"Kematianmu." Jawabnya dingin.
Dia kembali menyerangku. Gerakan pisau belatinya benar-benar lincah. Aku kembali menangkis dan menghindari serangan-serangannya. Di beberapa kesempatan aku mencoba untuk menyerang balik.
Gagal. Dia menangkis dan menghindarinya dengan sempurna. Siapa orang ini? Dan kenapa dia ingin membunuhku?
"Heh, kamu lumayan juga. Yah, tidak heran lagi anak Jendral Kesatria Kerajaan akan sehebat ini."
Dia melompat mundur, sontak aku langsung melancarkan tehnik sihirku, Aerial Slash. Berhasil! Dia terpukul mundur karena seranganku tadi. Jubah yang dia pakai terkoyak dan lepas. Terlihat wajah dari sosok itu, dan tidak kusangka. Dia adalah ....
"Wah, wah. Bahkan kamu sudah bisa menggunakan tehnik sihir berpedang rupanya. Baiklah, aku akan berhenti main-main sekarang."
"J-Julia Fritz?! Bu-bukannya kamu sudah dikalahkan ayahku?" tanyaku terkejut bukan main.
Dia tertawa, "Ayahmu terlalu baik untuk membunuhku, jadinya dia memenjarakanku. Dan aku akan membuatnya menyesal dengan keputusannya itu."
Kedua bilah pisau belatinya bersinar ungu. Aku memasang posisi bertahan, bersiap terhadap serangan apapun yang akan dia kerahkan.
Dia tiba-tiba menghilang dari hadapanku, meninggalkan asap-asap dan partikel berwarna ungu kehitaman. Tehnik itu, jangan-jangan--.
"Terlambat, Damien."
Gawat! Kalau begini aku akan--.
"Berhenti!" sahut seseorang tiba-tiba.
Suara besi berdentang kencang dibelakangku. Sontak aku menoleh, dan tidak kusangka. Lucy berdiri disana, berupaya menyerang Julia.
Ini kesempatanku! Aku pun menikamnya dengan pedangku, tapi gagal. Dia menghilang lagi dan muncul di sisi lain halaman belakangku.
"Damien, kamu baik-baik saja?" tanya Lucy cemas.
"Ya, aku tidak apa-apa."
"Siapa dia? Dan kenapa dia menyerangmu?" tanyanya lagi, heran.
"Dia Juila Fritz, salah satu penjahat terkenal di kota ini. Entah kenapa dia ingin membunuhku."
Wajah Lucy terkejut setengah panik. "Jangan panik, saat jadi kesatria nanti kita akan sering menghadapi ini." Ujarku berusaha menenangkannya.
Yah, itu yang ayahku katakan sih. Dan sepertinya memang setiap hari aku dilatih menghadapi kematian saat itu, haha.
"Kamu pasti Lucy, ya? Sebenarnya aku ditugaskan untuk membunuhmu juga. Terima kasih sudah mendatangiku. Aku jadi tidak harus berjalan menuju rumahmu."
Sontak dia langsung kembali menyerang dengan dua bilah pisau belatinya. Meskipun aku berdua dengan Lucy, dia mampu menahan serangan-serangan kami. Ditambah lagi dengan tehnik sihir yang bisa membuatnya muncul di belakang kami.
"Kenapa kau ingin membunuh kami?!" bentak Lucy, bertanya.
Dia menghela nafas, "Ya, sepertinya kalian tahu juga tidak masalah. Aku diperintah oleh seseorang untuk membunuh kalian. Setelah itu, aku akan mendapatkan sesuatu yang dia janjikan padaku."
"Apa sesuatu itu?" tanyaku.
Dia menyengir, "Ah, ceritanya panjang. Lupakan saja."
Dia pun kembali menyerang. Tebasan demi tebasan kukerahkan. Tarian pedang bentuk apa pun yang kugunakan tidak ada pengaruh terhadapnya. Entah sudah berapa menit pertarungan ini terjadi, tapi yang pastinya aku mulai kelelahan.
"Wah, kalian bisa bertahan selama ini. Untuk ukuran remaja kalian hebat juga. Sepertinya sudah saatnya aku mengerahkan tehnik sihir terkuatku."
Aura hitam keunguan terlihat memancar darinya. Partikel-partikel dengan warna yang sama tersebar dimana-mana. Ti-tidak mungkin, apakah dia--!!
***
Ah, updetnya dikit ya. Maaf :3

KAMU SEDANG MEMBACA
The Dream
Viễn tưởng(Remake dari yang pertama) Menjadi seorang jendral kesatria kerajaan tingkat pertama sudah lama menjadi impian seorang Damien Victor. Dengan kegigihan dan kebulatan tekad, dia berlatih demi berhasil lulus di Knight's Academy. Tempat pendidikan palin...