Kompetisi duel akan dimulai besok. Semenjak pendaftaran, aku dan Lucy hampir setiap hari berlatih di pesisir pantai dekat rumahku. Sesekali, kuajak ayahku untuk mengawasi kami sekaligus melatih juga.
Hari ini kemungkinan hari terakhir dimana aku berkesempatan untuk latihan. Kali ini, aku harus bisa lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Dan besok, ialah penentu hasil dari usahaku.
Langit-langit berwarna kemerahan dengan matahari yang sudah tergelincir ke arah barat. Aku dengan Lucy melangkah menuju pantai dimana biasanya kami berlatih.
"Ayahmu tidak bisa ikut? Kenapa?"
"Dia ada tugas ke luar kota hari ini sampai minggu depan." Jawabku.
"Heh...sayang sekali. Padahal kita sangat membutuhkan bantuannya di hari terakhir ini." Keluh Lucy sambil menundukkan kepalanya.
"Jangan khawatir. Kita harus percaya diri. Mau itu ada ayahku atau tidak, pada akhirnya kita yang akan melakukan kompetisi itu. Jadi, setidaknya kita harus yakin dengan diri kita sendiri." Ujarku, mencoba untuk menyemangatinya.
Dia kembali mengangkat kepalanya dengan membawa senyuman hangat di wajahnya.
"Terima kasih." Balasnya.
Setelah kalimat itu, entah mengapa tiba-tiba rasa hangat berdesir di wajahku. Kedua pipiku memaksaku untuk tersenyum.
"T-tidak apa-apa, kok. Hanya sekedar menyemangati." Ujarku seraya menundukkan kepalaku.
Dia melakukannya lagi. Kali ini dengan hanya mengucapkan "terima kasih". Bagaimana dia bisa melakukan itu? Dan terlebihnya, bagaimana aku dengan mudah bisa terpengaruh?
***
Beberapa langkah telah dilalui, dan akhirnya kami sampai di pesisir pantai yang terus kusebut-sebut. Hembusan angin laut menerpa wajahku dengan membawa aroma khasnya, ditemani dengan sentuhan hangat dari cahaya mentari senja.
"Cuacanya nyaman sekali...Kamu yakin mau latihan? Jarang-jarang kita mendapatkan cuaca seperti ini." Ujar Lucy tiba-tiba.
Ya, dia benar. Tidak setiap kali kita mendapatkan cuaca seperti ini. Belakangan ini awan hujan sering datang kemari, menjatuhkan miliaran tetesan air. Ada beberapa hari kami harus berlatih ditemani dengannya. Memang terdengar tidak menyehatkan. Tapi, sejujurnya sangat menyenangkan berlatih bersamanya.
"Hm...benar juga. Ya sudah. Kita duel satu kali saja. Lalu, setelah itu kita bisa menikmati sisa senja. Bagaimana?" tawarku.
"Mmm...baiklah!"
Kita menaruh kedua pedang kita di atas batu yang sangat cocok untuk dijadikan meja. Ya, hanya itu yang kita bawa untuk latihan. Perihal minuman sudah disediakan beberapa pohon kelapa yang sedang berbuah. Sungguh sebuah kebetulan.
Setelah pemanasan, tanpa menunggu lama. Kami langsung menyambar pedang kami dan mengambil ancang-ancang untuk memulai duel.
"Lucy, kamu siap?"
"Heh. Seharusnya kamu tanyakan itu pada dirimu sendiri." Balasnya.
Aku tersenyum getir. Oh, begitu rupanya. Meskipun terdengar sombong, setidaknya dia sudah bisa percaya pada dirinya sendiri.
Aku membuka pertarungan dengan menyerang pertama. Sebuah tebasan biasa. Dia berhasil menangkisnya dan menyerangku balik. Kugunakan jurus berpedang dasar yang kumodifikasi dengan beberapa gerakanku sendiri. Dia berhasil menangkis itu semua, bahkan hampir menggagalkan beberapa seranganku.
![](https://img.wattpad.com/cover/212509294-288-k588345.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dream
Fantasy(Remake dari yang pertama) Menjadi seorang jendral kesatria kerajaan tingkat pertama sudah lama menjadi impian seorang Damien Victor. Dengan kegigihan dan kebulatan tekad, dia berlatih demi berhasil lulus di Knight's Academy. Tempat pendidikan palin...