Chapter 7 (Part 3)

5 2 0
                                    

            Kakiku menapak lantai berwarna hitam keunguan. Dan hanya gelap gulita yang kulihat sejauh mata memandang. Inikah yang dinamakan "Ruang Hitam"?

"Selamat datang di tempat bermainku, atau bisa kusebut, tempat peristirahatan terakhir kalian, hahaha...!"

Tempat ini, mengapa tempat ini serasa sangat familiar? Tapi, kapan aku pernah berada di sini?

"Damien, apakah ini yang namanya "Ruang Hitam"?" tanya Lucy memastikan.

"Tidak salah lagi. Ini adalah sihir iblis kuno. Penciptaan sebuah ruang yang terpisah dari dunia nyata, "Ruang Hitam"."

"Wah, kalian tahu tentang tempat ini ya? Kalau begitu pastinya kalian tahu satu-satunya jalan keluar, kan?"

Aku sedikit gemetar mendengar perkataannya. Ya, aku tahu caranya keluar, tapi apakah aku bisa melakukannya?

Aku memandang ke arah Lucy. Wajahnya tidak terlihat ketakutan ataupun khawatir. Dia membalas pandanganku seraya berkata, "Tenang saja. Kamu pernah bilang kan kalau kita bersama tidak ada yang bisa menghentikan kita? Ayolah, tunjukkan wajah penuh keyakinanmu itu."

Mataku berbinar-binar, terkagum akan perkataannya. Sebenarnya agak lucu. Aku juga mengatakan hal yang serupa sebelum pertandingan duel waktu itu.

"Oh...kalian begitu yakin akan selamat? Ha! Bagus sekali! Aku tak sabar melihat wajah kalian, setelah aku patahkan keyakinan kalian itu!" tantang

Aku pun memantapkan posisiku. Pertarungan ini baru saja akan dimulai.

Dia membuka pertarungan ini dengan tiba-tiba muncul tepat di hadapan kami dan mulai melakukan tarian serangannya. Kedua bilah pisau belatinya yang bersinar ungu menambah kekuatan tiap tebasannya.

"Sepertinya kamu sudah mencapai batas kekuatanmu, Damien."

Tepat setelah dia mengatakan itu, salah satu tebasannya mengenaiku. Dan dari sana, dia menebasku berulang kali bagaikan dia sedang mencoret-coret di atas kertas.

Dia berhenti. Aku pun langsung tersungkur, membawa rasa sakit yang belum pernah kurasakan selama hidupku. Apakah ini terakhirnya aku merasakan sakit di kehidupanku?

"Damien!" sahut Lucy cemas.

"Tenang saja, aku tidak akan membunuhnya dulu. Aku ingin lihat apakah kamu bisa menyelamatkannya."

Terdengar dentangan kencang dari bilah senjata mereka. Semakin lama dentangan itu semakin cepat, bahkan jauh lebih cepat dibanding saat aku yang melawannya.

"Ah, tehnik sihir waktu ya? Menyebalkan sekali. Tapi, sepertinya kamu belum sepenuhnya menguasainya."

Gawat! Lucy dalam bahaya! Aku harus bisa melakukan sesuatu. Aku ... tidak ingin dia merasakan sakit yang kurasakan ini.

Aku mencoba untuk berdiri dan mengangkat pedangku. Dengan memaksakan badanku ini, aku melancarkan tehnik sihirku ke arah Julia. Dan tentunya, setelah itu aku langsung berlutut dan meringis kesakitan.

"Wah, masih coba melawan ya?" tegurnya setelah menangkis seranganku.

Saat dia terkecoh, Lucy pun mencoba untuk menikamnya. Tapi, sontak dia menghilang dan muncul kembali di belakang Lucy dan langsung menikamnya.

"Lucy! Tidak!" sahutku, entah apakah akan memberi pengaruh.

"Damien ... berjuanglah ...." balasnya lirih, diiringi badannya yang perlahan menyentuh tanah.

Tepat saat detik itu, rasa sakitku tiba-tiba menghilang. Aku mengatakan itu karena yang kurasakan ini tidak sebanding dengan yang dia rasakan.

Aku masih bisa bertarung dan, mungkin menyelamatkannya juga. Perlahan aku menapakkan kakiku, mencoba untuk berdiri kembali.

"Masih bisa berdiri rupanya? Hentikanlah. Aku kasihan melihat usahamu yang sia-sia itu."

"Habisilah aku kalau kau kasihan!" sahutku menantangnya.

Dia tersenyum sinis ke arahku, "Baiklah. Akan kupenuhi permintaanmu itu."

Dia pun langsung muncul di hadapanku dan menikamku. Ya, tepat sesuai rencanaku. Dengan serangan tehnik sihirku yang satu ini, aku yakin pasti bisa mengalahkannya.

Ayahku dulu pernah mengajarkanku tehnik sihir ini, tapi katanya aku hanya bisa melakukannya saat aku dalam posisi sekarat. Karena saat itu dimana tenaga sihir di tubuhku berusaha mempertahankan hidupku. Dan itulah dimana kekuatan sihirku berada di puncaknya.

"Sudah berakhir, Julia."

Pedangku seketika bersinar. Pada detik-detik itu, aku benar-benar tidak merasakan luka-lukaku sama sekali.

"Tehnik sihir berpedang aliran bintang ... Shooting Star!"

Dengan kecepatan cahaya, aku tiba-tiba muncul di udara. Dengan bilah pedangku yang mengarah kepadanya, aku pun jatuh ke arahnya bagaikan sebuah bintang jatuh.

Cahaya dari serangan itu memenuhi pandanganku. Dan perlahan-lahan, aku mulai kehilangan kesadaranku. Apakah ... aku berhasil ...?

***

Sori dikit :3 author gk jago motong-motong kek tukang cukur :p

Anyway, enjoyyyy.......

The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang