"Selesai! Kamu bisa membuka matamu sekarang."
Perlahan aku pun membuka kembali mataku. Sontak aku menoleh ke arah ranjang itu. Dia belum kembali sadar. Apakah caranya gagal?
"Dia belum akan sadar sebelum mentari terbenam. Datang kemari saja nanti. Ngomong-ngomong, aku terkesan dia masih bisa dihidupkan kembali. Apakah kemampuan sihirnya begitu kuatnya?" tanya wanita itu keheranan.
"Se-sebenarnya aku sendiri kurang tahu. Selama dia di akademi setahuku dia hanya mempraktekkan tehnik sihir dasar. Oh iya, dia sempat membekukan satu kelasnya. Tapi tidak ada korban jiwa saat itu." Jelasku, tepat waktu sekali aku mengingat kejadian itu.
"Hm ... apakah ada hubungan dengan garis keturunannya ya ...?"
"Garis keturunan?" balasku bertanya.
"Ah, tidak. Lupakan perkataanku tadi." Jawabnya, mengelak dari pertanyaanku.
Mungkin dia membicarakan tentang ayahnya. Ah, sudahlah. Yang penting sekarang dia selamat.
Aku melangkah menuju ranjang Mary. Terlihat dia sekarang sudah kembali bernafas. Aku mengukir senyuman tipis ke arahnya sembari membelai kepalanya.
"Aku akan kembali, Mary." Ujarku padanya.
"Bagaimana? Apakah sudah selesai?" ujar Damien yang tiba-tiba memasuki ruangan.
"Ah, iya. Lagipula Damien ... Kenapa kamu tidak memberitahuku dari awal akan seperti ini?! Kamu membuatku panik saja ...."
Dia pun tertawa dengan memasang wajah tidak berdosa.
"Maaf, maaf. Hanya saja, aku senang melihatmu mencemaskan orang lain."
Tepat sasaran, kalimat itu menikam lubuk hati terdalamku. Ya, memang dulu aku dikenal tidak pernah mencemaskan orang lain. Tapi ayolah, itu kebodohanku bertahun-tahun yang lalu. Tidak usah mengungkitnya lagi.
"Ayo, kita ke akademi. Kita tidak sedang libur lho." Ujar Lucy, mengingatkan.
"Oh iya, hampir saja aku lupa. Ayo Jamie." Sahut Damien sembari mnegajakku.
Aku mengangguk, "Te-terima kasih sebanyak-banyaknya Bu Penyihir. Aku tidak tahu ca—."
"Hei, jaga mulutmu itu! Panggil aku "kak". Aku masih muda tau." Balasnya dengan menimpuk kepalaku dengan tangannya.
"Ba-baik, maaf kak."
Setelah berpamitan, kami pun berangkat menuju akademi. Aku sempat menoleh ke arah jam dinding di dalam ruangan itu. Sekarang pukul 9.30. Ah, pastinya kita tidak akan dihukum. Keterlambatan kami memiliki alasan yang jelas.
Dengan tumpangan yang diberi pihak kesatria kerajaan, kamipun tiba di akademi dengan waktu yang singkat.
"Kalian terlambat sekali! Darimana saja kalian?!" sahut petugas penjaga pagar yang entah mengapa wajahnya cukup familiar.
"K-kami tadi ada urusan di kantor kesatria kerajaan."
"Tidak ada alasan! Dan, tunggu sebentar. Bukannya kalian berdua anak yang terlambat di hari pertama?"
Oh, karena itu rupanya. Pantas saja aku rasanya seperti mengenalnya.
"I-iya pak." Jawabku kompak dengan Lucy.
Damien terkekeh kecil dibelakang kami. "Apa yang lucu?! Kamu juga terlambat!"
Wajahnya seketika padam, bagaikan sebuah api lilin yang tertiup angin.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Dream
Fantasy(Remake dari yang pertama) Menjadi seorang jendral kesatria kerajaan tingkat pertama sudah lama menjadi impian seorang Damien Victor. Dengan kegigihan dan kebulatan tekad, dia berlatih demi berhasil lulus di Knight's Academy. Tempat pendidikan palin...