14. Never Give Up!

84 9 0
                                    

Lalu, apakah ini sudah selesai? Sudah sampai di episode terakhir? Ah, padahal aku baru beberapa kali mengucap dialog. Apakah ada cerita yang ke dua? Versinya sama? Kuharap lebih bahagia.
_____________________________________

Wisnu masih menemani Aleeta di rumah sakit. Ia harus menunggu teman baik Aleeta mendapatkan cuti dari tempat kerjanya. Setelah itu Wisnu baru bisa pulang ke Indonesia.

Wisnu baru ingat ia diminta ayahnya untuk mengajukan kerja sama dengan Syaf. Ia segera mengambil ponselnya untuk menghubungi Syaf.

"Assalamualaikum, Syaf."

"Waalaikumsalam, Nu. Apa kabar lo? Sorry, ya, belum sempet ke sana."

"Gue baik, kok. Bentar lagi gue balik. Abigail nikahan."

"Sama si Zivanna itu kan?"

"Iya, kok lo tau?"

"Gue diundang Zivanna. Lo nggak inget? Zivanna itu temen kita waktu SMA."

"Emang ada yang namanya Zivanna?"

"Tasya, Zivanna Anastasya. Yang kemana-mana berdua sama ...Alysha."

"Oalah, gitu. Eh, iya bokap gue nawarin kerja sama, nih."

"Gitu, ya? Lo ngomong aja dulu deh tu ama adek gue. Dia kan sekretaris, paham lah. Gue ada urusan bentar."

"Hah?"

Sesaat tak terdengar apapun dari Syaf.

"..."

"Syaf?"

"Assalamualaikum, Mas Wisnu?"

Bukan suara Syaf yang ia dengar tapi suara seorang perempuan.

"Mas Wisnu? Saya Sheana adiknya Bang Syaf."

Wisnu langsung meletakkan telfonnya tanpa memutuskan sambungannya. Ia tergesa-gesa keluar dari ruang rawat inap Aleeta. Aleeta yang melihatnya pun kebingungan.

Kemudian, Aleeta memutuskan untuk mengecek ponsel Wisnu. Telfonnya masih tersambung, tertera nama Syafril Rivai di sana. Aleeta mendekatkan ponsel itu ke telinganya.

"Halo? Ada yang bisa dibantu? Wisnu sedang keluar." Ucap Aleeta.

Tetapi, sambungan telfon langsung diputuskan begitu saja oleh Syafril Rivai itu.

"Kenapa deh, ni orang?", Aleeta bergumam.

Tak mau memikirkan lebih jauh, Aleeta memilih untuk meletakkan ponsel Wisnu di atas nakas dan tidur.

Sedangkan, di seberang sana, seorang perempuan sedang menahan genangan air di pelupuk matanya.

'Apa aku salah memiliki perasaan ini, Ya Allah?'

"Loh Dek, kenapa?"

"Mataku perih, Bang.", jawab Sheana sekenanya.

"Kasih obat, gih. Telfonnya udah?"

"Abang telfon lagi aja, tadi She nggak fokus, jadi mending She matiin telfonnya. Perih, Bang."

"Oke, deh," jawab Syaf.

Wisnu duduk di bangku taman rumah sakit. Ia merasa menjadi seorang pengecut karena tak berani berbicara dengan Sheana meski lewat telfon. Meski soal pekerjaan, bukan perasaan. Memikirkan itu Wisnu berdecak dan mengacak rambutnya kasar.

Sudah hampir satu jam, Wisnu masih di tempat yang sama. Wajahnya ia tutupi dengan kedua tangan. Sesekali terdengar helaan nafas berat dan juga istighfar dari mulutnya.

Debar tanpa Definisi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang