5. Potongan Kisah

123 11 0
                                    

Tak ada yang salah dengan perasaan. Aku mencintaimu. Tapi jika kamu tak mencintaiku, itu tak masalah. Karena itu di luar kuasaku. Memangnya aku harus bagaimana lagi? Memaksamu untuk mencintaiku? Haha! Aku tidak sejahat itu.
_____________________________________

Pagi ini, Sheana sudah rapi dengan gamis merah mudanya. Masih di hari-hari awal ia menjadi sekretaris. Senyuman tak lepas dari bibirnya. Ia bertekad untuk menjadi perempuan mandiri. Mungkin tidak sekarang, tapi suatu saat nanti. Semuanya butuh proses.

Sampai di ruang makan, Shea langsung mengambil tempat duduk di hadapan Syaf.

"Pasti ada maunya, nih." Ucap Syaf sambil mengoleskan selai pada roti tawarnya.

"Apaan sih, Abang? Gak ada apa-apa, kok." Balas Shea dengan begitu tenang.

"Ya bagus, deh."

"Cuma aku mau ikut abang nanti berangkatnya." Ucap Shea kelewat tenang.

"Ya Allah, She. Kantor kamu itu lebih jauh dari kantor abang. Abang jadi harus bolak-balik. Lagian kenapa nggak bawa mobil sendiri, sih? Udah bisa juga." Jawab Syaf sambil terus menyantap roti tawarnya.

"Elah, Abang. Sama adek sendiri perhitungan banget. Pokoknya She ikut Abang. Titik! Nggak boleh enggak."

Syaf hanya mendengus. 'Punya adek kok begini amat, yak?'

"Cepetan, Bang! Ntar telat, lagi."

'Baru juga diterima kerja. Lagian yang numpang kan, dia.' Ucap Syaf membatin.

Salman dan Fida hanya diam. Sudah terlalu bosan mereka mendengar keributan semacam itu. Karena nantinya anak-anak itu juga akan berbaikan sendiri.

Selesai sarapan, Syaf dan She berpamitan kepada ayah dan ibu mereka. Selama di perjalanan mereka lebih banyak diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

Syaf memberhentikan mobilnya di depan gerbang kantor Shea. Setelah berpamitan kepada Syaf, Shea segera menuruni mobil dan berjalan ke arah kantor. Beruntung hari ini Shea bertemu dengan Alysha. Dua perempuan itu langsung berpelukan. Dan terlihat senyum di wajah mereka. Pemandangan itu tak luput dari penglihatan Syaf. Syaf melajukan mobilnya ke arah kantornya dengan pikiran penuh tanda tanya masa lalu.

'Apa itu Alysha? Alysha yang kemarin diceritakan Shea? Apakah Alyshanya Shea sama dengan Alysha Shakeeraku? Ya Allah, damaikanlah aku dengan ketentuanmu'.

Flashback on (Syafril Rivai)
Bel pulang telah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Semua siswa SMA Adijaya sudah mulai mengosongi area sekolah. Namun berbeda dengan 5 siswa yang masih asyik adu mulut di gazebo sekolah. 3 orang siswa, yaitu Syaf, Jojo, Wisnu, 2 orang siswi, yaitu Alysha dan Tasya. Meskipun hanya berlima, suara mereka mampu terdengar satu sekolah. Padahal yang dibahas adalah masalah sepele. Tentang mengerjakan tugas matematika di rumah siapa.

Jojo dan Wisnu mengusulkan agar di rumah Syaf saja. Alasannya, mereka sudah sering ke rumah Syaf dan sudah kenal dekat dengan keluarga Syaf. Tapi itu hanya sebatas alasan. Ya, alasan. Jojo dan Wisnu mengusulkan rumah Syaf karena mereka ingin memanjakan perut mereka dengan aneka makanan yang dibuat oleh ibunya Syaf. Syaf hanya mengiyakan saja. Ia merasa tak masalah sengan usulan 2 sahabat karibnya itu.

Kedua perempuan tadi, Alysha dan Tasya memandang ketiga laki-laki yang sedang sibuk membayangkan makanan di rumah Syaf, dengan tatapan tajam dan berkacak pinggang. Hingga ketiga laki-laki itu menoleh ke arah dua perempuan yang siap mengeluarkan 1001 kisah dalam hitungan menit.

"Maksudnya apa, ha?! Kerja kelompok di rumah Syaf? Punya kuping nggak sih lo pada? Udah gue sama Tasya bilang ngerjainnya di caffe deket sekolah aja. Gini-gini gue masih punya malu main ke rumah cowok tau!" Ucap Alysha kesal.

Debar tanpa Definisi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang