24. Percaya

69 4 0
                                    

"Loh, She? Udah sehat? Kok ke kantor, sih?" Alysha terkejut bertemu dengan Sheana di depan kantor tempat mereka bekerja.

"Udah, dong. Begitu doang masa sakitnya lama banget," Sheana mencoba terlihat baik-baik saja, "Cie, yang mau nikah. Kok masih ke kantor, si?"

Alysha tersenyum kecil di balik nikabnya, "Aku mau resign, She."

"Resign? Kok bisa barengan gini, sih? Aku juga mau resign." Jawab Sheana.

"Kenapa?" Tanya Alysha heran.

"Nggak apa-apa. Pengin nyoba hal baru aja," She menunjukkan senyuman khasnya, "kamu kenapa resign?"

"Mau lebih fokus aja ke keluarga."

"Cie, bentar lagi jadi Nyonya Syafril Rivai. Ntar tinggalnya di rumah Ayah aja, ya. Jangan mau diajak pindah ke rumahnya Bang Syaf. Biar rame, Lysh." Sheana mencoba membujuk Alysha.

"Aku mah ngikut Syaf aja, She." Alysha terkekeh.

Urusan resign memakan waktu yang cukup lama karena Abigail yang berat untuk melepas rekan-rekan kerja yang kompeten seperti Alysha dan Sheana.

Hari sudah semakin sore dan akhirnya Abigail bersedia melapangkan hati untuk melepas Alysha dan Sheana, yang hari ini telah menyelesaikan pekerjaan terakhir mereka untuk perusahaannya.

"Saya jadi harus ribet cari orang baru lagi, nih," ucap Abigail sedikit tak terima.

"Sabar, Pak. Kami bisa bantu doa, kok." Jawab Alyha santai.

"Semangat, Pak! Apalagi sekarang kan udah ada istri." Ucap Sheana.

"Iya, terima kasih. Semoga setelah kalian nggak kerja lagi di sini, kehidupan kalian akan menjadi lebih baik lagi, ya. Terima kasih atas kerja samanya selama ini. Saya sangat mengapresiasi kinerja kalian berdua," pungkas Abigail.

Setelah dinyatakan resmi mengundurkan diri dari perusahaan Abigail, Alysha dan Sheana sengaja mampir ke Magenta Cafe.

Ketika sedang asyik bercengkrama sambil sesekali menyeruput pesanan favorit masing-masing, satu suara asing bagi Sheana namun akrab bagi Alysha menghampiri telinga dua gadis itu.

"Assalamualaikum," sapa pria itu ramah, "Alysha bukan?"

"Waalaikumsalam," jawab Sheana lirih.

"Waalaikumsalam. Iya, Mas. Ini Alysha," balas Alysha.

"Alhamdulillah, saya nggak salah orang," Haris tertawa kecil, "Boleh gabung?"

Haris melirik dua perempuan di hadapannya untuk meminta persetujuan. Alysha melirik ke arah Sheana yang ternyata juga sedang memandang ke arahnya : diskusi dengan bahasa hati.

Mengetahui jika Alysha dan Haris sudah saling mengenal, rasanya tidak enak juga jika Sheana tidak membolehkan Haris untuk bergabung di meja yang sama dengan dirinya dan Alysha.

"Silahkan," ucap Sheana sopan.

"Syukran," Haris menarik kursi di sebelahnya dan duduk di sana. "beneran nggak apa-apa kalau aku gabung?"

Haris sedikit tak enak hati karena sejak tadi Alysha hanya diam dan tak ikut mempersilahkannya duduk. Haris melirik ke arah Alysha yang tiba-tiba saja menjadi sibuk dengan ponselnya.

"Lysh?" Haris mencoba mengalihkan perhatian Alysha, "aku ganggu, ya?"

"Nggak kok, Mas," ucapnya sedikit gugup, "kok Mas Haris bisa ada di sini?"

"Kebetulan ini kafe temenku, tadi dia minta aku mampir," Haris melirik Sheana sekilas, "kamu nggak mau ngenalin temen kamu ke aku, Lysh?"

"Ini Sheana, Mas. She, ini Mas Haris." Ucap Alysha.

Debar tanpa Definisi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang