17. Bukan Kepastian

89 6 2
                                    

Serahkan segala sesuatu hanya kepada Allah. Karena dia yang Maha Berkehendak atas segalanya.

_____________________________________

Tok tok

“Dek?”

“Masuk aja, Bang. Nggak dikunci.”

Syaf membuka pintu kamar Sheana pelan. Takut mengganggu aktivitas adik kesayangannya itu.

“Lagi sibuk, Dek?” Tanya Syaf dengan suara rendah, melihat Sheana yang terlihat sedang sibuk dengan laptop dan ponselnya.

“Nggak, Bang. Tumbenan ke sini. Ada apa?” Jawab Shea dengan menaik-turunkan kedua alisnya setelah meletakkan laptop dan ponselnya di atas nakas.

“Loh, udah selese?”

“Belum. Tapi dikit lagi selese, kok. Nyusun ulang schedule aja.”

Melihat Syaf masih berdiri di pintu kamarnya, She hanya tertawa kecil. Baru kali ini ia melihat abangnya berwajah gugup.

“Sini, Bang. Mau di pintu terus?” Ucap Shea dengan menepuk-nepuk bagian kasur di samping tempatnya duduk.

“Ehm.” Syaf berdehem sebelum masuk ke kamar Shea.

“Idih! Ada apa, si?”

“Anu …”

“Apa?”

“Mau tanya.”

“Bentar, ada yang telfon.”

Syaf menghela nafas lega setelah telfon Sheana berbunyi.

Assalamualaikum, Alysha.”

“...”

“Buku yang mana?”

Saat Sheana sedang larut dalam percakapannya di telfon, Salman datang dan mengisyaratkan kepada Syaf bahwa Fida memanggil Shea untuk ke dapur, membantu Fida yang sedang menyiapkan makan malam.
Setelahnya, Salman langsung pergi dari kamar Shea.

Shea yang tak menyadari kehadiran Salman masih terus bercakap dengan Alysha lewat ponsel.

Syaf mengurungkan niatnya sejenak setelah mendengar ada nama Diki dalam percakapan dua perempuan itu.

“Ha? Diki? Cie cie ..” Ucap Shea dengan tertawa.

“She!” Panggil Syaf pelan.

“Bentar, Lysh.” Shea sedikit menjauhkan ponselnya.

“Apa, Bang?!” Tanya Sheana sedikit kesal.

“Tadi Ayah ke sini. Kamu disuruh ke bawah sama Ibu, bantuin masak.”

“Oh, oke. Nih, tolong ngomong dulu sama Alysha. Sama nanyain buku yang mana. Terus kalo bisa Abang cariin sekalian di rak.”

Shea dengan seenaknya menggenggamkan ponselnya pada tangan Syaf. Setelah mengumpulkan segenap keberanian Syaf baru mendekatkan ponsel Shea ke telinganya.

“Halo, Alysha?”

“Eh, halo, Syaf. She mana, ya?”

Keduanya berusaha menutupi kegugupan masing-masing.

“Ada, di bawah. Tadi dipanggil Ibu.”

“Oh, gitu.”

Percakapan terasa kaku. Hening beberapa saat, hingga Syaf mulai bersuara lagi.

“Buku yang mana?”

”Ha?”

“Aku disuruh She, buat nanya ke kamu, buku yang mana?”

Debar tanpa Definisi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang