16. Sah, ya?

113 7 2
                                    

Setelah ijab dan qabul dilantunkan, kata sah juga telah menggema di seluruh penjuru ruangan, tak lupa doa juga telah dipanjatkan, seorang gadis cantik dengan gaun pernikahan berwarna putih itu dengan anggun menuruni tangga. Ia digandeng oleh seorang perempuan paruh baya, tak kalah cantik, sudah pasti itu ibunya. Di belakangnya, tak kalah anggun dua orang perempuan dengan dress brukat merah muda ikut mengiringi langkah perempuan yang kini sudah resmi menjadi istri Abigail.

Para tamu terpesona dengan keanggunan pengantin bercadar ini. Hanya dua mata indahnya saja yang nampak, namun kecantikan dan kebahagiaan begitu terpancar dari sana. Semua berdecak kagum, tapi Abigail masih setia menunduk, berusaha menyembunyikan air di pelupuk matanya. Sekarang ia memiliki tanggung jawab baru. Tanggung jawab seorang ayah terhadap putrinya, kini telah ia ambil alih sebagai tanggung jawab seorang suami terhadap istrinya. Penuh lika-liku dan perjuangan yang tak mudah untuk sampai di titik ini. Menghabiskan sisa hidup bersama Zivanna adalah kebahagiaan yang tak pernah ia impikan sampai sebelum hari ini.

Semua prosesi pernikahan telah selesai. Semua. Satu per satu tamu mulai berpamitan. Tetapi, ada beberapa orang bergerombol seperti enggan meninggalkan rumah ini, anak-anak muda yang sedang bernostalgia atau sekedar menyimak saja karena kenangan yang tak sama. Topik kisah SMA perlahan menyurut, yang laki-laki sibuk membahas urusan bisnis dan yang perempuan membahas make up si pengantin baru.

“Lysh, kemarin acara lamaran kamu gimana?” Tanya Sheana setelah pembahasan make up dirasa sudah terlalu banyak.

“Alhamdulillah, lancar.” Jawab Alysha dengan wajah sumringah.

“Lho, kok kamu lamaran nggak cerita ke aku, si?” Ucap Zivanna.

“Lah?” Alysha membuka mulutnya bingung.

“Ada apa, sih? Kamu lamaran kok nggak ngomong dulu ke saya?” Ucap Abigail menyela.

“Apaan, sih. Lagian kalo saya lamaran kan nggak ada urusannya sama Bapak, Pak.” Jawab Alysha yang masih belum menyadari ada mata yang mulai menyorotkan luka.

“Ada, lah. Ya, kan, istri?” Tanya Abigail pada Zivanna.

“Nggak ada, Mas.” Jawab Zivanna terkekeh.

“Dengerin tuh, Pak.”

“Sama siapa, Lysh?” Tanya Zivanna.

“Jadi tuh gini Ziv, She, kemaren …”

Kalimat Alysha menggantung begitu saja karena interupsi dari rekan kerja kantornya, Tantri, yang menepuk pundak Alysha dan membisikkan sesuatu dengan keadaan panik dan nafas yang tak teratur.

Astaghfirullahaladzim! Aku bawa mobil, kamu sama aku aja.” Alysha berbicara dengan suara rendah tapi tak kalah panik. Setelah mendengar ucapan Alysha, Tantri segera keluar dengan sedikit berlari.

“Maaf, mau pamit duluan. She, maaf, ya, kamu pulang bareng abang kamu aja, gimana?” Ucap Alysha meminta pengertian dengan memegang lengan Sheana.

“Iya, nggak apa-apa. Tapi ada masalah apa?”

“Nggak apa-apa.”

“Bukan masalah kantor, kan?” Tanya Abigail penuh selidik.

“Bukan, Pak. Sekali lagi selamat, ya, Bos, Ziv. Maaf nggak bisa lebih lama. Assalamualaikum.”

Waalaikumsalam.” Ucap mereka serempak.

“Hati-hati, Lysh.” Ucap Zivanna dan Sheana bersamaan yang disambut dengan jempol dari Alysha. Kurang lebih artinya : Oke, siap!

Seperginya Alysha, Jojo dan Wisnu memandangi Syaf dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Syaf pun hanya diam dan mengangguk lemah.

“Kalo gitu aku juga pamit, Ziv, Pak.” Ucap Shea.

Debar tanpa Definisi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang