2. Mencari Arti

178 19 0
                                    

Memang benar manusia adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya karena diberi akal. Namun manusia juga kadang bisa kehabisan akal saat harus mencari arti dari sesuatu yang ia anggap rumit, seperti arti debaranku saat berada dekat dengan kamu.
_____________________________________

Abigail POV
Sebagai seorang pemimpin perusahaan, sebisa mungkin aku memperlakukan karyawanku dengan baik. Seperti hari ini misalnya, aku mendengar bahwa Pak Sanip dan istrinya sedang perang dingin karena Pak Sanip yang terlalu sering pulang larut. Padahal aku sudah mengatur shift kerja satpam perusahaan. Mau tidak mau aku harus menjelaskan ini kepada istri Pak Sanip agar masalah tidak semakin berlarut-berlarut.

Kudapati seorang perempuan bergamis biru dongker dan hijab syar'i berjalan di area kantorku. Seingatku, istri Pak Sanip juga memakai pakaian seperti itu. Aku pernah melihatnya ketika ia dan anaknya mengunjungi Pak Sanip di Kantor. Tanpa ragu aku memanggilnya dan berusaha mengejarnya.

"Bu, Ibu! Istrinya Pak Sanip! Berhenti sebentar, Bu!" Teriakku dengan terengah dan setengah berlari.

Sampailah aku di depan perempuan itu. Aku membungkuk memegangi lututku dan mencoba mengatur nafasku.

"Ibu, dari tadi saya panggil nggak nyaut, malah jalan terus." Ucapku masih dengan membungkuk dan nafas terengah-engah.

"Bapak dari tadi manggil-manggil saya?"

Aku langsung menegakkan badanku mendengar suara itu.
"Lah, kok? Bukan istrinya Pak Sanip. Astaghfirullah. Maaf, saya salah orang." Setelah mengucapkan itu aku langsung pergi dan mengacak rambutku frustasi. 'Udah capek-capek, salah orang lagi. Capeknya si nggak seberapa. Malunya itu lho. Mana akhwatnya cantik lagi. Eh, Astaghfirullah'

Tidak lama kemudian, ada yang mengetuk ruang kerjaku. Ternyata Alysha. Salah satu karyawan terbaik yang dimiliki perusahaan.

"Maaf, Pak Abi. Ada yang melamar sebagai sekretaris Bapak."

"Oke, kamu bisa pergi. Biar orangnya saya yang urus." Jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari laptop di depanku.

"Baik, Pak. Permisi." Alysha keluar dari ruanganku.

"Duduk!" Perintahku pada pelamar jabatan sekretaris itu.
"Perkenalkan diri kamu."

"Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Perkenalkan, saya Sheana Oktavia ..."

'Suara itu, Ya Allah'. Kualihkan pandanganku dari laptop di depanku ke arah perempuan berpakaian biru dongker itu. Dengan cepat kualihkan lagi pandanganku ke sembarang arah. Tanpa berpikir panjang aku memutuskannya.

"Kamu saya terima. Besok kamu bisa mulai bekerja. Jangan terlambat." Ucapku yang kentara membuat perempuan di hadapanku terkejut. Aku juga tidak tau kenapa aku berkata seperti itu.
"Kamu bisa keluar dari ruangan saya".

'Karena jika tidak jantung saya akan semakin tidak normal. Efek malu atau aku menaruh hati pada kamu'.

"Eh iya, Pak. Terima kasih. Wassalamualaikum."

Seperginya perempuan itu dari ruanganku aku mulai senyum dan terkekeh sendiri mengingat tingkahku tadi. Seorang Abigail Maulana, dapat terlihat tidak karuan di hadapan seorang perempuan. Mustahil! Tapi kata mustahil itu berhasil dipatahkan oleh sekretaris barunya, Sheana Oktavia.

"Hem, nama yang indah. Tapi ini jantungku kenapa, sih? Debar-debar mulu, elah. Masa cuma gara-gara salah manggil orang malunya belum ilang juga sampai sekarang, sih. Apa iya aku mulai jatuh hati sama perempuan itu? Astaghfirullah, kenapa aku memikirkan perempuan itu, Ya Allah. Perempuan yang baru sekali kutemui dan jelas-jelas haram bagiku, Ya Allah. Jangan biarkan perasaan ini menjauhkan hamba dari-Mu Ya Allah. Jika memang jodoh, maka dekatkanlah. Tapi jika tidak, berikanlah apa-apa yang terbaik untukku. Damaikanlah aku dengan ketentuanmu."

Debar tanpa Definisi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang