25. Maaf Zea

20 12 1
                                    

Happy reading...

" Gimana caranya? " Zea menaikkan salah satu alisnya.

Jari telunjuk Joval mengarah ke sebuah karung. Zea menoleh kearah karung yang cukup besar yang ditunjuk Joval.

" Tapi lepasin dulu kain yang ngikat mulut gue, susah tau kalau ngomong " pinta Zea.

Joval pun melepas ikatan kain yang ada di mulut Zea dan melepas seluruh tali yang mengikat tubuh Zea.

" Sekarang Lo masuk kedalam karung " pinta Joval. Zea mengangguk dan melaksanakan apa yang diminta Joval.

Setelah masuk, Joval menutup karung itu dan memopongnya di pundaknya sendiri. Joval membuka pintu dan cepat cepat menutup nya kembali.

" Eh Val, Lo bawa apaan tu? " Tanya salah satu penjahat yang melihat Joval membawa karung besar dipundaknya.

' sial ' umpatnya.

" Oh ini bro, ada karung besar banget disana, bisa ajakan karung ini menjadi peluang agar perempuan itu bisa kabur. Jadi gue mau buang karung ini dulu. Karung ini nggak ada gunanya lagi kan bro? " Tanya Joval yang berusaha tenang.

" Nggak guna kok, boleh Lo buang. Cepetan yah, biar gue aja yang gantiin Lo sebentar untuk jaga perempuan itu "ucap penjahat itu.

' gawat, gue harus cepet cepet, nanti bisa ketahuan ' batin Joval.

" Iya bro, boleh " Joval pun berjalan sedikit cepat, karna susah untuknya berlari. Tentu karung itu tidaklah ringan.

Joval sampai di tempat mobilnya terpakir. Kemudian dia buka karung itu dan mengeluarkan Zea lalu menyuruh nya untuk masuk dan sembunyi di dalam mobilnya.

" Woi Joval!! Mau kemana Lo bawa perempuan itu?" Teriak seseorang dari belakang.

Ternyata para penjahat itu sudah menyadari bahwa Joval membawa Zea keluar dari tempat itu.

Dengan cepat joval masuk kedalam mobilnya dan melajukan mobil dengan kecepatan diatas rata rata maksimal. Zea merasakan jantungnya berdetak cepat. Dia melihat kebelakang ternyata para penjahat itu mengejar mereka dengan dua mobil yang sama sama melaju kencang.

Keringat dingin keluar dari badan Zea dan Joval. Joval masih fokus untuk berkendara agar tidak terjadi kecelakaan dengan laju mobil yang sangat kencang.

Tangan Zea mulai bergetar, Zea seakan berhenti bernafas saat mereka berada di jalan yang banyak tikungan tajam yang bersebelahan dengan jurang. Perasaan tidak enak muncul dalam hati Zea.

Para penjahat itu masih mengejar mereka dari belakang. Joval semakin meningkat laju kecepatan mobil. Sampai mereka disebuah perbelokan yang sedikit mendaki, Joval telat memutar setir mobil.

' sial '.

Mobil melaju masuk kedalam jurang. Joval melepas setir dan langsung memeluk Zea agar Zea tidak terlalu terkena benturan. Mobil berguling masuk kedalam jurang, dan terbalik. Bagian depan mobil berasap.

Zea membuka matanya dan melepas pelukan Joval. Dia lihatnya Joval yang tubuhnya kini penuh dengan darah. Sedangkan dirinya hanya terluka dibagian kaki dan luka kecil dikepala akibat benturan. Zea merasakan kepalanya pusing. Zea takut mobil ini akan meledak. Zea bangun dan memopong Joval keluar dari mobil. Dalam keadaan Joval yang sangat lemah dan susah untuk berjalan, dia berusaha untuk melangkah agar Zea tidak terlalu sulit membawanya keluar.

Benar, mobil terbakar saat mereka sudah cukup jauh dari mobil. Zea membaringkan Joval ditanah. Tubuh Joval sudah dipenuhi darah dan ada beberapa kepingan kaca mobil yang menyangkut di tubuhnya. Joval menatap Zea sayu lalu dengan susah payah diusapnya air mata Zea yang sedari tadi mengalir.

" Jangan nangis, gue nggak apa apa kok " ucap Joval lemah.Zea menggenggam tangan Joval erat erat.

" Joval, jangan tutup mata ya, gue akan cari bantuan " ujar Zea lalu berdiri dan berusaha menemukan ponsel Joval yang ada di sekitar sana.

Zea mendapatkan nya, walau dalam keadaan retak parah ponselnya masih bisa digunakan. Kenapa tidak memakai ponsel Zea? Ponselnya diambil oleh para penjahat itu.

Zea mencari nomor Zam diponsel Joval. "Gue nggak punya nomor Zam " ucap Joval.

Teringat oleh Zea bahwa Zam dan Joval baru bertemu sedangkan dia tidak hafal nomor Zam. Zea mencari nomor ayahnya dan ketemu. Zea hendak memencet tombol panggilan namun ditahan oleh Joval.

" Kenapa? " Tanya Zea.

" Temenin gue sebentar ".

Zea duduk disamping Joval. " Lo udah janji nggak nutup mata ".

" Maaf Ze, gue nggak bisa nepatin janji gue itu ".

" Nggak Lo harus nepatin " Zea kembali menggenggam erat tangan Joval.

" Maafin gue Ze, udah buat Lo kayak gini ".

" Nggak, Lo nggak salah, Lo harus tetap bertahan Val " paksa Zea. Joval berusaha tersenyum.

" Kepala Lo terluka Ze, dan itu karna gue " ucap Joval.

" Nggak, ini nggak sakit ".

" Lo boong, pasti sakit kan. Sini baring disamping gue biar sedikit reda sakitnya. Sekalian temenin gue " pinta Joval.

" Tapi Lo jangan nutup mata ya " Zea pun berbaring di sebelah tubuh Joval.

" Ze, gue ngantuk Ze ".

" Tahan ".

" Gue nggak tahan ".

" Lo dulu sering ngajak gue bergadang, masa Lo nggak kuat nahan kantuk " Zea menahan air matanya.

" Maafin kesalahan gue ya Ze".

" Nggak, Lo nggak punya salah sama gue "

" Gue mau tidur, Lo jangan nangis gue cuman tidur ".

" Udah gue bilang nggak boleh ".

" Badan gue sakit semua Ze, izinin gue ya?".

" Nanti.. l-lo nggak bangun lagi gimana Val?" Air mata Zea keluar deras.

" Kalau gue nggak bangun lagi, gue akan jagain Lo kok dari atas sana ".

Zea diam. Tidak berkutik. " Makasih Ze, udah hadir dalam hidup gue ".

Zea masih diam. Air matanya terus mengalir, tangannya tak mau lepas dari Zam.

Kemudian suasana hening. Tidak ada yang mengangkat suara. " Joval? ".

Joval tidak berkutik. Zea menahan isaknya. Masih menggenggam tangan Joval yang dingin. Air matanya semakin deras keluar. Tubuh Zea seakan melemas. Diambilnya kembali ponsel Joval dan dihubunginya ayahnya. Panggilan tersambung.

" Hallo nak Joval, udah tau dimana keberadaan Zea? ".

" Ayah.. tolong kami " ponsel terjatuh, panggilan terputus dan Zea pingsan.

***

TBC..

Thanks for reading.. jangan lupa vote✨

Between Dreams and Reality [ And ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang