Happy reading...
Zea memutuskan untuk cuti beberapa hari setelah rasa syoknya lumayan hilang. Bayangan mobil sedan yang hampir menabrak nya itu selalu terngiang ngiang di pikirannya. Tapi setelah dua hari berlalu, Zea memutuskan untuk kembali berkerja karna merasa tidak enak pada bosnya. Zea baru bergabung menjadi karyawan di toko itu dua Minggu yang lalu, oleh karna itu dia tidak mau mengambil cuti terlalu lama.
Seperti biasa, Zea berangkat kerja dengan berjalan kaki. Sebenarnya ayah Zea sering menawarkan untuk diantar tapi Zea selalu menolak.
Zea menatap jalanan dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang kemana mana. Hingga seseorang memanggil namanya. Zea menoleh ke belakang.
" Joval.. " serunya girang sambil berlari mendekati sahabat lamanya ini. Joval adalah Sabahat Zea dari mereka SD. Mereka bahkan terlihat kembar karna sering berduaan. Namun mereka terpisah setelah tamat SMA. Karna Joval diminta orang tuanya untuk kuliah diluar negri. Joval tidak bisa menolak permintaan kedua orang tuanya. Sehingga Joval menyetujui permintaan orangtuanya dan berpisah dengan sahabat karibnya.
" Lo ngapain pulang? Bukannya Lo kuliah? " Tanya Zea.
" Gue udah wisuda, terus gue kerja di Indonesia " jawabnya.
" Kok nggak bilang bilang sih? " Sebal Zea.
" Biar jadi kejutan... " Jawabnya girang sambil merentangkan tangannya. Zea hanya menatap Joval tanpa ekspresi.
" Kok nggak kaget sih? Kaget dong, biar seru ".
" Wah aku terkaget.. " Zea meimut imutkan suaranya.
" Nggak gitu juga kali..".
" Terus apa? Guling guling? Salto? Jungkir balik? ".
Joval tertawa diikuti Zea yang juga tertawa dengan leluconnya sendiri.
" Lo nggak berubah ya " ucap Joval sambil mengacak acak rambut Zea.
" Lo mau gue berubah jadi nenek lampir? " Tanya Zea sambil bertolak pinggang. Joval kembali tertawa dengan kelakuan sahabatnya ini.
" Tapi perasaan gue ke Lo belum berubah " ucap Joval lirih. Zea diam sejenak, tak berani menatap Joval yang sedang tersenyum tipis kearahnya.
Memang sudah biasa sepasang sahabat yang berbeda jenis salah satunya memendam rasa seperti Zea dan Joval. Joval sudah lama menyimpan perasaan kepada Zea, berharap gadis itu membalas perasaannya namun yang dia dapat hanya tolakkan. Sedangkan Zea belum bisa memastikan perasaannya kepada Joval. Dia lebih nyaman menganggap Joval sebagai sahabat, tidak lebih. Tapi walau begitu, persahabatan mereka masih berjalan baik baik saja.
" Uwah.. baper Lo ya " omongan Joval memecah keheningan. Zea menatap Joval tajam.
" Nggak, sok tau Lo ".
" Terus kenapa diam? ".
" Gue diam salah, ngomong salah, mau Lo apa sih? " Tanya Zea.
" Mau gue banyak.., gue mau punya lapangan basket sendiri, mobil mewah, motor- " omongannya terpotong.
" Dari pada Lo gini, lebih baik Lo anterin gue pergi kerja, ayo! " Ajak Zea sambil menarik tangan Joval kearah mobil milik Joval yang terparkir tepat di depan rumah Joval sendiri. Joval memang sudah tinggal sendiri setelah naik kelas tiga SMA, jadi rumah yang dia tempati sekarang adalah miliknya sendiri.
Tanpa menolak, Joval langsung mengendarai mobilnya ke arah yang ditunjukkan Zea. Tidak butuh waktu lama, mobil itu menepi di depan toko yang menjual peralatan rumah tangga dari kursi, tempat tidur, peralatan makan, dan sebagainya.
" Tempatnya dekat amat, Lo jalan juga cepat nyampe " celoteh Joval.
Zea terkekeh. " Nggak kangen Lo nganterin gue? ".
" Kangen ya kangen, tapi jangan nganter ke sini dong, mubazir bensin mobil gue ".
" Pelit amat sih Lo " Zea pun membuka pintu mobil dan keluar.
" Makasih " ujarnya cuek. Joval hanya tersenyum jail di dalam mobil. Baginya, Zea terlihat menggemaskan jika sedang marah.
Kedatangan Zea disambut heboh oleh kedua sahabatnya yang sengaja berkerja di tempat yang sama. Mire dan Anifah. Mereka sepertinya ingin menceritakan sesuatu kepada Zea. Tapi kebiasaan mereka yang selalu berebut jika ingin bercerita membuat perkataan mereka yang sama sekali tidak jelas.
" Ngomongnya satu satu dong " pinta Zea. Mire dan Anifah masih berebut mengabaikan perkataan Zea.
" NGOMONGNYA GANTI GANTIAN BISA NGGAK SIH?" Zea sedikit berteriak membuat aksi rebut rebutan sahabatnya ini terhenti. Bahkan orang orang yang sedang berada di dekat Zea juga menoleh ke arah Zea dengan ekspresi jengkel dan bingung. Zea tersenyum kecut kemudian kembali fokus pada cerita sahabatnya.
" Apa? " Tanya Zea.
" Gini ze, Lo inget kan kabar pemilik baru toko ini? " Tanya Anifah memastikan. Zea mengangguk.
" Tadi dia datang kesini " ucap mire dan Anifah bersamaan.
" Terus? " Zea mengangkat salah satu alisnya. Bingung. Entah apa yang perlu digirangii dari cerita mereka tadi.
" Lo sih, datangnya kelamaan. Tapi Lo tau nggak? ".
" Nggak " jawab Zea dengan cepat sehingga memotong perkataan mire.
" Ish, dengerin dulu. Bos kita itu masih muda, mungkin beda empat atau lima tahunan sama kita. Dia juga ganteng.. aduh dedek tergila gila sama Abang.. " suara Mire di imut imutkan.
" Alay Lo " celoteh Anifah.
" Alay alay tapi cantik " Mire menjulurkan lidahnya ke arah Anifah. Zea hanya diam, merasa terabaikan.
" Denger denger bos baru kita itu juga polisi loh " ucap Anifah.
" Kenapa dia jadi pemilik baru toko ini sekarang? Kenapa nggak jadi polisi aja? " Tanya Zea yang mulai penasaran dengan bos barunya.
" Dia anak pak Vano ".
" Pak Vano bos kita? " Zea memastikan.
" Tepatnya mantan bos kita" mire meluruskan.
" Tau aja lah, pak Vano kan banyak memiliki cabang usahanya. Jadi pak Vano mengiginkan anak satu satunya mengelola salah satu tokonya " jelas Anifah. Zea mengangguk paham.
" ngomongin saya yah? " Suara berat itu membuat tiga orang gadis ini menoleh ke belakang. Tampak jelas oleh mereka seorang pria tampan dengan setelan rapi dan senyum yang tercetak di wajahnya. Zea merasa tidak asing lagi dengan pria didepannya itu.
" Zam? " Zea menunjuk ke arah zam, orang yang ditunjuk hanya diam. Sedangkan Mire dan Anifah menatap Zea bingung.
" Hy Ra.." sapa Zam. Zea menatap Zam lekat lekat. Mungkin Mulai dari sekarang dia dan Zam akan sering bertemu.
" Ternyata kita kerja di tempat yang sama ya " ujar Zam. Zea mengangguk canggung. Sekarang ia merasa malu kalau tadi sempat membicarakan bos baru mereka yang ternyata adalah Zam.
" Gue pergi dulu ya Ra, gue cuman mampir sebentar ke sini tapi nanti siang balik lagi " ujar Zam. Zea mengangguk sambil tersenyum tipis.
Zam pun berlalu pergi. Kedua sahabat Zea yang dari tadi diam kembali berceloteh. " Lo ke-kenal sa-sama bos b-baru kita? " Tanya Mire gelagapan.
" Lo gagap? " Tanya Anifah dengan polos. Mire memukul pelan pundak Anifah. Anifah meringis.
" Dia myhero gue yang gue ceritain kemarin " jawab Zea bangga kemudian berlalu pergi hendak mengganti pakaiannya dengan seragam karyawan nya di ruang ganti. Kemudian mulai berkerja melayani pengunjung toko. Sesekali Mire dan Anifah mendatangi Zea. Dan selalu mengajukan pertanyaan yang sama.
" Lo nggak bercanda kan? ".
***
TBC
Terimakasih buat pembaca. Maaf jika ada typo. Jangan lupa vote ya 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Dreams and Reality [ And ]
Dla nastolatkówTanpanya, aku mungkin tidak tau kisah hidupku yang sebenarnya. Pertemuan yang mengubah segalanya. Pertemuan yang membuatku mengetahui kisah hidupku yang sebenarnya. Disanalah semua berawal dari kisah cintaku sampai aku mengetahui apa itu arti seb...