Happy reading..
Zea membuka matanya perlahan. Zea memijit pangkal hidungnya pelan, kepalanya sedikit pusing. Zea bangkit dari ranjangnya, berjalan menuju jendela ruang inapnya sambil membawa tiang infus. Sudah larut, Zea pingsan cukup lama. Tak ada orang di dalam ruangnya kini. Zea mematikan lampu menyisakan dua lampu kecil yang masih menyala. Tentu tak begitu terang. Zea duduk di sudut ruangan, masih tidak percaya bahwa Joval meninggalkannya.
Pintu ruangan terbuka, menampakkan sosok yang tak asing lagi bagi Zea. Sosok itu tidak lain adalah Zam. Sambil melangkah kecil, Zam menghampiri Zea yang duduk di sudut ruangan dengan keadaan yang cukup gelap.
" Ngapain duduk di Sudut? Gelap lagi" Tanya Zam.
Zea diam sejenak. " gelap itu bagi gue adalah ketenangan, karna dengan gelap orang tidak akan terlalu melihat gue bersedih " jawab Zea.
" Iya, gue tau kok kalau Lo sedih Lo suka duduk di sudut di ruangan yang cukup gelap".
" Kenapa nggak sekalian aja Lo matiin semua lampunya, kenapa lampu kecilnya masih dihidupin? " Tanya Zam.
" Gelap banget gue takut juga kali ".
Zam terkekeh kemudian memilih duduk disebelah Zea seraya membelai rambutnya. "Ikhlasin, ini udah takdir yang diatas " ujarnya.
Zea memeluk lututnya, menenggelamkan wajahnya di antara dua lututnya. " Tidur sana, udah malam " pinta Zam.
" Lo aja nggak tidur " jawab Zea.
Zam dim sejenak. " gue tau Lo sedih, tapi jangan sampai kesedihan Lo membuat Lo terlalu terpuruk. Semua orang pasti akan nemuin ajalnya kok. Lo juga harus pikirin kesehatan Lo " gumam Zam.
" Gue keluar dulu ya, tidur gih ".
Zam keluar. Zea bangkit dan berjalan menuju ranjang nya. Zea berusaha untuk tidur, namun usahanya tidak berhasil. Matanya masih terbuka lebar.
Terniat olehnya untuk pergi kemakam Joval. Zea melirik jam dinding. Ternyata sudah cukup pagi. Zea berfikir sejenak, kemudian menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Zea menutup matanya lalu menarik jarum infus. Zea meringis pelan. Infus terlepas dari tangannya. Zea mengganti baju rumah sakit dengan pakaiannya kemudian menyelinap keluar. Bisa bahaya jika Zam atau orang tuanya melihatnya keluar.
Sudah cukup jauh Zea berjalan dari rumah sakit. Zea berhenti kemudian duduk di trotoar jalan. Zea memukul pelan kepalanya sendiri.
" Dasar aneh, gue kan nggak tau dimana makamnya Joval " ucap Zea pelan.
Zea mendengus kesal. Dia memukul kepalanya sekali lagi, pukulannya terlalu keras membuatnya sedikit pusing. Tiba tiba ada seorang pria dengan anak perempuan nya yang sepertinya sedang berdebat. Jarak mereka dengan Zea tidak terlalu jauh jadi Zea bisa mendengar percakapan mereka.
" Ayah, kalau aja ayah nggak melakukan hal itu pasti aku tidak akan dijauhi semua orang" ucap si anak, umurnya sekitar 8 tahun.
" Ayah nggak buat apa apa, ayah di tuduh. Killa percayakan sama ayah? ".
" Nggak, Killa benci ayah " teriak si anak sambil meninggalkan ayahnya. Sedangkan sia ayah menunduk lemas ke bawah.
' kasian banget si bapak ' batin Zea.
Bayangan sekilas terlintas di pikiran Zea. Bayangan yang menceritakan dirinya saat berdebat dengan seorang pria yang merupakan papanya. Persis seperti mimpinya dulu. Zea memijit pangkal hidungnya. Zea berusaha berdiri dan berjalan tertatih.
Bayangan masa lalu masih menghampiri otaknya, saat dia bermain dengan seorang wanita dan seorang pria yang juga merupakan orang tuanya. Mereka tampak seperti keluarga bahagia sampai suatu hari ada masalah yang menimpa papanya.
Zea mengingat nya kembali dengan jelas. Kepalanya sangat berat. Zea berhenti di depan halte bus. Suasana masih terbilang begitu pagi. Jalanan masih sangat sepi. Zea berjongkok. Bayangan masa lalunya kembali dia ingat satu persatu. Kepalanya sangat pusing, seakan ingin meledak. Zea meringis kesakitan.
Zea mengingat kembali malam mengerikannya dulu ketika kedua orang tuanya dibunuh oleh para penjahat.
Tiba tiba sebuah motor berhenti didepannya. Zea masih tidak kuat mengangkat kepalanya. Seseorang menghampiri nya. " Ra, Lo kenapa bisa disini? Lo kenapa? " Itu suara Zam.
Zea tidak mampu menjawab. Zam mengelus punggung Zea. Beberapa saat kemudian setelah memori masa lalu hinggap kembali di otaknya, rasa sakit di kelapanya perlahan hilang. Zea mengangkat wajahnya menatap mata coklat Zam. " Zam.. " gumam Zea lirih.
" Iya, kenapa? " Zam menatap Zea cemas. Wajahnya sangat pucat, tangannya dingin.
" Yang gue mimpiin dulu itu, ternyata masa lalu gue Zam " ucap Zea.
" Ternyata gue adalah Alice, dan.. gue bukan anak kandung bunda sama ayah gue " sambung Zea.
Zam sedikit kaget karna Zea mengingat kembali masa lalunya. " Gue udah tau Ra " jawab Zam.
" Ha? ".
" Kemarin gue liat foto masa kecil Lo yang disimpan sama bunda Lo " jelas Zam.
" Tapi Zam.. " Zea menggantung ucapannya.
" Kenapa? ".
" Nama gue saat itu bukan Alice ataupun Zea".
" Terus? ".
" Yang gue ingat nama gue Tara ".
" Tara? ".
***
TBC..
Lanjut dong biar nggak penasaran. Jangan lupa pencet tombol bintangnya biar tambah semangat lagi update nya hehe. Jangan sungkan ngasih kritik ya itu kalau ada yang baca:v
See ya on the next part...
Makasih🥀✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Dreams and Reality [ And ]
Teen FictionTanpanya, aku mungkin tidak tau kisah hidupku yang sebenarnya. Pertemuan yang mengubah segalanya. Pertemuan yang membuatku mengetahui kisah hidupku yang sebenarnya. Disanalah semua berawal dari kisah cintaku sampai aku mengetahui apa itu arti seb...