Tumbenan sekali dua hari ini aku free dari tugas dan tadi berangkatnya jam 8 pagi lalu pulangnya jam setengah 11 siang. Waktu yang singkat bagi mahasiswa tingkat akhir arsitektur sepertiku.
Jadi di rumah ini aku akan melakukan pekerjaan ibu rumah tangga seperti biasa. Mencuci baju dan lain-lain.
Yeosang pasti masih bekerja. Bahkan sepertinya dia belum ada di jam makan siang. By the way, tadi pagi aku membuatkan bekal untuknya. Dia bukan tipe seseorang yang akan jajan saat kerja. Hanya sewaktu-waktu kalau sedang ada klien atau rapat penting.
Aku mulai dari mencuci baju.
Saat memasukki kamar Yeosang wangi maskulin menusuk penciumanku yang sejujurnya membuatku nyaman. Aku selalu menyukai lelaki yang memiliki bau maskulin yang khas.
Bahkan aku hafal sekali bau Yeosang.
Kemudian aku beralih untuk mengambil keranjang berisikan baju kotor di kamarku dan langsung bergegas menuju halaman belakang yang merupakan tempat mencuci.
Selagi menunggu mesin cuci itu berbunyi— tanda sudah selesai, aku akan menuntas habis debu-debu di rumah ini dengam vacuum cleaner yang secara gugup ku minta ke Yeosang dua bulan yang lalu.
Jadi teringat. Aku meminta dan dia hanya; hm, oke, berapa? ini kartuku — pin nya tanggal nikah kami btw. Ya sudah. Gak ada yang spesial.
Beres dengan ruang tamu dan ruang keluarga, aku beralih ke kamar Yeosang.
Kamarnya ini didominasi warna putih gading dan navy. Setauku Yeosang menyukai warna merah, tapi untuk kamar ini aku gak menemukan warna merah setitik pun.
Justru aku menyukai warna navy? Karena itu kamarku penuh dengan warna navy. Semua barang-barangku pastinya.
Aku merapikan kertas-kertas, buku-buku, dan mengelap komputernya.
Saat aku hendak mengelap buffet di kamarnya yang penuh dengan bingkai foto, piala dan penghargaan, serta medali yang tergantung rapi, aku salah fokus dengan sebuah dompet kecil yang tipis yang kuyakini gak ada isinya.
Saat kubuka, ternyata ada foto anak kecil. Sepertinya itu Yeosang.
Aku terkekeh gemas melihatnya.
I mean.. lihat pipi itu! Gembul sekali dan berbeda dengan sekarang yang rahang tajamnya mampu menyayat hati perempuan yang melihatnya.
Senyum itu juga masih sama. Aku pernah melihat Yeosang tersenyum dengan tulus saat menelepon Ibu nya. Gak ada bedanya.
"Lucu," gumamku dan meletakkan dompet itu kembali ke tempatnya.
Sebentar.
Ada sesuatu yang sepertinya... familiar.
Aku kembali memutar badanku dan mengambil dompet itu lagi.
Bukan, aku bukan ingin mengambilnya atau menggeledah isinya lagi.
Di bawah dompet itu ada sebuah foto anak kecil lagi.
Itu aku.
"Aw, panas panas." lirihku ketika memindahkan semangkuk sup yang masih panas dari dapur ke meja makan.
Setelahnya aku duduk di meja makan dan memainkan hp ku.
Astaga, ini sudah jam 8. Sepertinya resep membuat kaldu ayam alami dari rebusan ayam itu membuat acara memasakku lumayan lama.
Gak apa-apa. Rasanya enak! Kujamin Yeosang akan meminta nambah lagi seperti sebelumnya.
Bermenit-menit berlalu.
08:17
Tapi Yeosang belum pulang. Aku gak mendengar suara mobil lewat sama sekali. Sunyi sedari tadi.
Mungkin jalanan macet.
Hm, tapi... alasan dia selalu pulang jam 8 juga karena terjebak macet. Masa macetnya satu jam? Gak mungkin, sih.
Masa mau ku telepon?
Gak, deh! Nanti takutnya dia lagi di jalan.
Kalau begitu aku harus menunggunya di ruang tamu.
Langsung aku berdiri dan pergi ke ruang tamu dengan hp ku yang masih ku genggam. Takut Yeosang malah menelepon.
08:47
Ya ampun! Kemana dia? Jujur, aku panik. Yeosang gak akan pernah pulang telat kecuali mengabari. Ia pasti akan selalu memberi tahu. Ia selalu pulang seperti biasa.
"Masa ku telepon?" gumamku sendiri.
Gak. Aku gak mau. Takut ganggu. Takutnya dia sedang sibuk beneran dan lupa mengabariku atau bahkan gak bisa mengabariku.
Aku harus jadi istri yang gak posesif dan overprotective. Iya. Kebanyakan suami gak suka istri mereka seperti itu.
09:39. Bohong sekali kalau aku gak semakin khawatir.
Aku langsung terbangun begitu mendengar suara mobil yang terparkir di garasi rumahku. Itu pasti Yeosang.
Wah, sepertinya aku gak pernah se-khawatir ini jika seseorang belum mengabariku sesuatu.
Begitu Yeosang membuka pintu rumah aku langsung menghampirinya. "Kenapa kau baru pulang? Darimana saja kau? Kenapa gak bilang kepadaku?"
Yeosang gak menggubris. Melainkan menutup pintu dan menguncinya lalu memegang kedua bahuku. Dari sorot matanya kuyakini ia terlihat khawatir.
"Kau gak menerima tamu atau apapun, kan hari ini?" tanyanya.
Badanku menegang ketika ia memegang kedua bahuku ini dan menggeleng. "Memang kenapa?"
Tiba-tiba ia membawaku ke dapur. "Yeosang! Kau ini kenapa, sih?" seruku.
Dengan masih memegang kedua bahuku dan sedikit membungkukkan badannya ia menatapku dalam-dalam.
Apa ini? Kenapa dia seperti ini?
"Jane, berjanjilah padaku kalau ada tamu yang datang atau siapapun itu, jangan temui mereka."
Aku mengkerutkan alisku bingung. "Aku gak bisa janji kalau aku gak tau ada apa."
"Ada saatnya nanti aku cerita. Kamu gak perlu tahu sekarang." katanya.
Aku menatapnya tajam, "Katakan intinya saja!"
Yeosang menggeleng, "Kalau kamu tahu, kamu kenapa-napa nanti."
Ah... aku gak bisa seperti ini. Tatapannya sedikit sendu malam ini. Aku jadi gak bisa marah.
Mataku malah berair. "O-oke, aku janji."
"Good," ujarnya yang kemudian melepaskan tangannya dari bahuku. "Jangan menangis. Aku gak lagi memarahimu." ujarnya yang kuyakini dia menyadari mataku yang berkaca-kaca.
Aku langsung pergi ke kamar.
Gak, belom apa-apa ini. HAHAH.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️[3] 𝗔 𝗦𝘁𝗼𝗿𝘆 𝗔𝗯𝗼𝘂𝘁 𝗠𝘆 𝗛𝘂𝘀𝗯𝗮𝗻𝗱 : 𝙆𝙖𝙣𝙜 𝙔𝙚𝙤𝙨𝙖𝙣𝙜
Hayran KurguDingin banget, sih! ⚠️ TW // Slightly NSFW, Mature, Violence, Kiss, Harsh Words