"Ini buat apa?"
"Buat lantai."
"Kalau ini?"
"Buat cuci baju. Detergen namanya."
"Terus yang ini bedanya apa?"
"Ish, ini pewangi baju yang biasa aku pakai kalau lagi menyetrika loh!"
Lelaki ini banyak bertanya rupanya. Ini pertama kalinya aku dan Yeosang belanja bulanan. Ia gak tau menau soal barang-barang rumah. Ia selalu bingung dengan apa yang kutaruh di troli yang ia dorong dan pasti akan bertanya.
Selagi aku sibuk pilah-pilih, ia mendorong trolinya. Lumayan, lah daripada sebelumnya aku selalu sendiri suka merasa berat mendorong troli penuh.
Begitu sudah memasukki lorong pernak-pernik mobil, ia paling semangat. Kalau bagian ini, aku gak tau menau, deh. Jadi, sebaiknya aku pergi mencari daging dan semacamnya. "Kubawa trolinya, ya. Aku di tempat daging."
"Oke, sayang."
Duh! Jangan di sini juga, Kang Yeosang! Aku bisa pingsan mendengarnya.
Sampai tempat daging dan ayam, aku langsung meminta pemuda untuk memotong seekor ayam menjadi beberapa bagian seperti biasa. Aku berpikir untuk memasak daging-dagingan nanti. Biar Yeosang semakin gemuk dan membentuk badannya lagi karena aku sangat suka melihat tubuh bagus yang memiliki coklat seperti Choi Siwon.
Tiba-tiba pandanganku buyar. Kepalaku pusing dan perutku mual. Kenapa ini? Rasanya, aku gak salah makan hari ini. Namun, tiba-tiba saja sekujur tubuhku melemas.
"Silahkan, ayamnya." Tanganku terulur menerima plastik berisi ayam tersebut. "Kamu baik-baik saja, Nona? Wajahmu pucat."
"A-aku gak apa-apa. Terimakasih." ujarku yang kemudian berlalu dari tempat tersebut.
"Hai, aku sudah selesai— kamu kenapa?"
Yeosang sudah selesai rupanya. Aku menggeleng, "Gak... aku gak apa-apa." ujarku sedikit berbohong. Padahal aku benar-benar mual bahkan aku meneguk banyak-banyak air putih yang kubawa dari rumah supaya masuk lagi.
"Langsung bayar saja, ya? Habis itu kita pulang." Aku mengangguk. Kemudian ia mengambil alih trolinya dan membawanya ke kasir. Aku di sampingnya karena ia menggandengku. Takut-takut kalau aku tumbang dan pingsan.
Apakah ini efek dipanggil sayang tadi? Ah, gak masuk akal.
Setelah membayar semua belanjaan, kami menuju mobil dan aku memaksa untuk membantunya memasukkan belanjaan ke bagasi mobil.
"Ayo, masuk. Kamu ini keras kepala banget." Kalau Yeosang sudah mengomel artinya ia sangat khawatir denganku. Bahkan kini ia menuntunku ke dalam mobil dengan memegangi tubuhku.
Begitu aku dan Yeosang sudah ada di dalam mobil, rasanya makin parah saja tubuhku. Semakin gak karuan. Aku menggeliat di kursiku dan terus-terusan menutup mulutku dengan telapak tangan supaya isi perutku gak keluar.
"Kamu mau ke rumah sakit?"
Aku gak bisa menolak karena aku penasaran apa yang ada di perutku sampai-sampai aku merasa lemas seperti ini.
Mataku terbuka begitu alam bawah sadarku menyuruhku untuk bangun. Lampu ini... aku sangat familiar. Iya, lampu UGD dan aku sedang terbaring di brankar. Namun, aku gak menangkap sosok Yeosang di dekatku, ke mana dia?
Oh? Tanganku diinfus? Wah, sepertinya aku keracunan makanan. Aku harus lebih teliti lagi besok-besok kalau mau makan atau... setidaknya harus berhati-hati dengan bahan makanan yang kubeli? Entahlah.
Tirai yang tertutup di hadapanku itu terbuka dan Yeosang muncul dari sana. Membuatku senang karena aku sudah berpikir yang gak-gak.
"Kok kamu gak bilang-bilang ke aku?" serunya begitu ia duduk di samping brankarku.
Aku mengerutkan dahiku. Maksudnya?
"Aku keracunan bilang-bilang? Biar?" tanyaku kembali.
Raut wajahnya terlihat senang, tapi... masa ia senang melihatku keracunan?
"Kamu mana ada keracunan! Kamu hamil tau!"
DEG.
Bagai petir di siang hari, aku terkejut! Sangat terkejut sampai seluruh badanku melemas.
Serius?
"B-beneran?" tanyaku.
"Iya!! Ah, ya ampun aku sampai gak tau mau bilang apa karena aku terlalu bahagia."
Tunggu dulu...
Aku... hamil? KAPAN AKU DAN DIA MEMBUATNYA COBA!?
"Yeo,"
"Iya, sayang? Mau apa?"
"Memangnya kapan kita membuatnya?"
"MASA KAU LUPA."
Aku bergeming...
"Setelah wisudamu!"
Bahkan aku tidak ingin mengingatnya karena aku sedikit malu di momen pertama itu.
Sejak dua hari yang lalu aku dikabarkan hamil, Yeosang sangat protektif terhadapku.
Ia menyewa asisten rumah tangga dan tidak jarang juga ia melewatkan pekerjaan karena aku.
Iya, aku. Dia sebegitu protektifnya denganku. Hhh.
"Sayang, jangan, ya."
"Jane, udah makan?"
"Jangan lupa minum susunya, ya."
"Biar aku aja, Jane."
"Kalau butuh sesuatu, bangunkan aku, ya."
Aku ini hamil, bukan lumpuh :(
Sebenarnya, aku kurang suka diperlakukan sebegini protektifnya, tapi kata Mama, biar saja. Ini kali pertama Yeosang merasakan bahagia di umurnya yang terbilang masih muda.
Aku jadi malu sendiri. Yeosang bahagia dengan kehamilanku? Hihi ><
Terdengar suara pintu terbuka bersamaan dengan, "Aku pulang."
Aku yang berada di dapur dan sedang memasak itu pun menyahuti, "Hai! Gimana hari ini?"
"Lho, kamu ngapain masak? Bibi mana?"
Ah, aku lupa bilang...
"Aku suruh dia pulang."
"Nanti kamu lelah gimana!?"
"Cuma masak aja, kok aku bukan lagi karate."
"Kamu ini memang keras kepala, ya?"
Aku hanya terkekeh. "Pergilah mandi. Kita makan sama-sama."
Yeosang tiba-tiba mendekat kepadaku dan mencium pipiku sekilas. "Oke. Kalau begini, energiku kembali penuh."
Rasanya aku mau teriak.
konflik sudah di depan mataaa
😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️[3] 𝗔 𝗦𝘁𝗼𝗿𝘆 𝗔𝗯𝗼𝘂𝘁 𝗠𝘆 𝗛𝘂𝘀𝗯𝗮𝗻𝗱 : 𝙆𝙖𝙣𝙜 𝙔𝙚𝙤𝙨𝙖𝙣𝙜
FanfictionDingin banget, sih! ⚠️ TW // Slightly NSFW, Mature, Violence, Kiss, Harsh Words