Apa kabar kalian?
Semoga baik-baik saja ya,
.
.
Yuk langsung dibaca aja^^
Maaf ya baru update lagi hehehe
.
.
Happy reading ya!
Semoga suka cerita ini~.
"Gue menyadari bahwa hati gue masih tertinggal disana, bersama Rian. Selalu Rian dan akan terus begitu."
******
Tangan gue menyusuri tiap rak yang berjejer di toko buku ini. Berlama-lama di sini jadi salah satu hal yang menyenangkan bagi gue, kayak ada hiburan tersendiri yang bikin senyum simpul gue terlukis dibibir.
Tangan gue berhenti disalah satu buku karya Boy Chandra dengan judul 'Senja, Hujan dan Cerita yang telah Usai'. Terus tanga gue beralih ke buku yang berjudul 'Sebuah Usaha untuk Melupakan' kedua buku itu gue udah punya dirumah, bahkan gue udah baca sampe selesai. Agak lupa sih karena udah lama juga gue bacanya. Tapi, dari buku itu gue sedikit banyaknya belajar bagaimana cara melupakan. Kalo boleh jujur, sampe detik ini pun gue masih inget jelas. Sekeras apapun gue berusaha lupa, nyatanya hati gue menolak lupa. Mungkin, cara jitu yang tepat adalah bukan melupakan tapi menerima sebuah kehilangan.
Dulu kalo gue pikir-pikir, gue di masa muda cukup aneh dan unik juga. Mau lupain satu orang pun, gue segala beli buku yang isinya cara melupakan seseorang, yang sebenarnya cara-cara tersebut udah gue lakuin sebelumnya. Masih aja, bagi gue hasilnya nol. Ini gue yang terlalu payah atau setengah hati gue tertinggal disana?
Sejujurnya selain rumah, Mama, Toko Buku dan .... Tapi, apa hal yang gue rindukan selanjutnya masih pantes gue sebut? Okelah, gue nyerah. Bersikap baik-baik aja dan bohongin hati gue sendiri bikin gue makin nyeri. Gue rindu Rian. Dari dulu sampe sekarang.
Semakin gue berusaha lupain Rian. Kenangan bersama Rian semakin kurang ajar menghantui hati dan pikiran gue, bukan gue kurang berusaha. Gue udah berusaha semaksimal mungkin. Sampe gue ngerasa usaha gue udah terlalu besar cuma buat lupain satu orang yang ternyata bikin efek besar bagi hati dan diri gue. Jadi sekarang gue memutuskan buat menerima. Menerima hidup bersama kenangan Rian yang masih sangat membekas.
Jangan tanya sampe kapan, karena gue pun gak tahu.
"Kamu punya novel apalagi?" Tanya Rian yang udah ada didepan kelas gue, jam istirahat bentar lagi selesai.
Gue mengeluarkan novel yang dari tadi gue sembunyikan dibalik punggung. "Tada! Aku bawa novel yang romance nih."
"Kemarin romance, sekarang romance lagi."
"Gapapa dong! Biar kamu belajar jadi cowok romantis."
"Emang aku gak romantis?"
"Nggak."
"Beneran gak romantis Nay?"
"Beneran." Gue menahan tawa ketika Rian mulai bete.
"Aku kan mau jadi cowok cool."
"Yaudah sana, masuk kulkas aja biar cool."
"Tar aku beku dong?"
"Kalo beku tinggal aku cairin lah."
"Caranya?"
"Aku peluk yang lama kamunya."
"Yeeeeee... Itu mah maunya kamu."
"Emang kamu gak mau?"
"Mau lah."
Detik-detik jam istirahat berakhir. Hal yang paling gue tunggu adalah melihat tawa renyah Rian.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINAY
Ficção AdolescenteDari awal emang gue udah jadi bucin. Tapi, gak sadar. Hahaha Cowok kelas 10 yang gak pernah lepas dari topi sekolahnya, mau pas istirahat, ke toilet, ke perpustakaan, ke bagian Tata Usaha, gue gak pernah lihat itu topi lepas dari kepalanya. Mungkin...