Sebagian cerita ini adalah nyata. Beberapa bagian ditambahkan dengan cerita baru yang dikarang penulis untuk kepentingan cerita.
**********
Entah sejak kapan aku mulai bermimpi. Mimpi aneh yang terus berlanjut bagai serial berepisode. Yang ku ingat pertama kali bermimpi tentang teman lamaku, telah berubah menjadi seseorang yang menakutkan, tapi aku lupa kapan mimpi itu terjadi. Teman yang juga telah lama meninggalkan ku dari dunia.
Namaku Nesya Emma Raquella. Anak tunggal dari keluarga Raquella yang super sibuk. Saking sibuknya aku sendiri bahkan jarang sekali bertemu orang tuaku. Harta dan kecantikan wajah aku miliki tapi tidak dengan kasih sayang dari orang tua. Aku tinggal dirumah besar ini dengan 3 pelayan dan 1 supir yang siap mengantarku kemanapun walau aku kadang bisa pergi sendiri dan meminta pak supir untuk tidak bilang-bilang ke orang tua ku bahwa aku pergi sendiri.
Hari ini cerah seperti biasa. Aku pergi kuliah di universitas ternama di indonesia. Dengan kemeja kotak2 berwarna merah maroon dan celana jeans hitam andalanku, rambut ku gerai seperti biasa dan dengan sedikit polesan make up, aku menaiki mobil porche putih kesayanganku.
Sampai diparkiran kampus aku melihat teman-temanku duduk dilobby fakultas, bergerombol bak anak alay dipinggir jalan. "Woi, ngapain pada disini? Ga masuk kelas?" Sapa ku pada mereka. "Kita abis di php dosen. Lo ga masuk?" Balas Dani, teman sekaligus adik tingkatku. "Ini mau masuk. Duluan ya gaes." Oh iya, Aku memang berteman dengan kebanyakan laki-laki karena mereka lebih minim drama daripada perempuan. Mereka juga terkadang menganggapku laki-laki karena penampilanku yang bisa dibilang tomboy. Walaupun begitu, aku tetap memiliki teman perempuan.
Kuliah berjalan seperti biasa, kecuali aku sedikit merasa diawasi dari pertama kali menginjakkan kaki di kampus. Aku mencoba mengabaikannya, mungkin karna hanya beberapa orang disini memperhatikanku gara-gara tingkah gila ku dikantin. Aku bukan perempuan pendiam atau pemalu seperti kebanyakan perempuan. Yah, orang-orang yang tidak mengenalku terkadang menyebutku dengan kakak barbar.
Aku makan bersama teman-temanku dikantin kampus dan terkadang memainkan makanannya. Sering terjadi karena semua teman laki-laki ku kurang waras. "Eh ney, lo baik kan?" Tanya Zidan tiba-tiba. "Ha? Gua daritadi kan baik-baik aja disini, lo kenapa dah?" Balas ku bingung. "Enggak, gua ngerasa lo beda aja." Sahut Zidan, membuatku merinding seketika. Bisa dibilang Zidan itu indigo dan dia biasa ngomong ngelantur kalau memang semuanya tidak baik-baik saja.
Menjelang sore. Kami sudah tidak ada mata kuliah lagi, Jadi kami putuskan untuk pergi ke caffe. Dicaffe pun aku masih merasa diawasi. Entah kenapa, aku reflek menoleh kebelakang ketika teman-temanku sudah masuk ke dalam caffe. Aku melihat seseorang dengan hoodie hitam dan celana hitam, menutupi wajah dengan topi dari jaketnya. Aku tidak bisa melihat wajahnya. Beberapa mobil dan motor lalu lalang, ketika sebuah mobil merah lewat dengan kecepatan yang lumayan tinggi, sosok itu menghilang. Aku menoleh ke kanan dan kiri memastikan jika sosok itu pergi ke arah sana tapi aku tidak menemukannya. "Woi ney, mau masuk ga lu?" Panggil Rara, membuat kesadaranku kembali. "Eh, iya iya." Sahutku pada Rara. Aku mengabaikannya dan memasuki caffe.
Didalam caffe aku duduk bersebelahan dengan Rara dan Alif. Kami bercanda dan berdiskusi bersama, walau terkadang aku tak tahu apa yang mereka bicarakan karena sebagian dari teman-temanku adalah aktivis kampus. Aku tak sengaja melihat ke arah kiri dan menemukan sosok tadi duduk sendiri dengan posisi menunduk melihat kebawah kakinya. Aku memperhatikannya terus menerus hingga Alif menepuk dahi ku. "Woi liat apaan lu?" Kata Alif seraya menoleh ke arah yang dari tadi aku perhatikan. Aku memalingkan pandangan ke arah Alif dan berkata "oh enggak." setelah aku berbicara dengan Alif, aku menoleh lagi dan sosok itu sudah tidak ada. Menyisakkan 2 kursi dan 1 meja kosong dipojok kiri caffe. Aku mulai sedikit takut tapi tetap mencoba bersikap biasa dan melanjutkan obrolan dengan teman-temanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pitch Black Midnight (END)
Mystery / Thriller"Aku mencintaimu" katanya dengan mawar merah berdarah ditangannya, dia sodorkan padaku. "Tidak, kau bukan dia." Kataku sambil terisak dan sudah tersungkur dilantai. . Entah sejak kapan aku mulai memimpikan teman lamaku terus-terusan bagai sinetron b...