Part 9

68 10 18
                                    

Malam dingin ditemani hujan dan petir yang menyambar diluar. Kami memutuskan untuk pergi tidur. Aku masuk ke kamarku sehabis dari dapur karena aku merasa haus dan menegak segelas air. Ku lihat teman satu kamarku sudah tertidur.

Jam menunjukkan pukul 11 malam. Jendela kamar terbuka membuat air dan angin masuk dan gorden yang melambai-lambai diterpa angin. Aku berniat menutup jendela dan ketika aku berbalik, aku melihat sosok itu lagi sedang berdiri pojok kamar.

"Apa lagi sih? Mau ngapain? Untung temen sekamar gua udah tidur."

"Nesya baik-baik aja kan?"

"Iya dia baik."

"Gua mau lihat dia sebentar aja."

*******************************

Malam hari ini terasa begitu dingin. Rara sudah terlelap dengan nyenyaknya. Aku merinding dan ingin buang air kecil. Ketika aku keluar dan menutup pintu kamar, aku melihat sesosok sedang menaiki tangga. Karena gelap dan aku belum menyalakan lampu, aku tidak bisa melihat itu siapa.

"Siapa disitu?" Tanyaku.

"Ini gua Ney." Sahut Abib.

"Ohh ngapain lu naik?"

"Toilet bawah gak ada air."

"Ih gua duluan ke toilet."

"Siapa cepat dia dapet lah."

Abib langsung berlari masuk ke dalam wc dan menutup pintu tepat didepan wajahku. "Ih bangke ya lu." Umpatku kesal. Aku berpaling mencari saklar lampu dan menghidupkan lampunya.

10 menit berlalu. Abib belum juga keluar. "Woi ngapain sih lu? Lama amat dah." Ujarku sambil menggedor pintu toilet. "Sabar woi." Sahut Abib.

Saat dia keluar, Abib menundukkan wajahnya sambil membetulkan kacamatanya. Mungkin mereka masih bermain game bersama pikirku. "Minggir ih cepetan gua kebelet." Ujarku sambil mendorongnya untuk segera minggir dari depan pintu.

Sekilas aku melihat matanya memerah seperti habis menangis, tapi aku merasa bagian iris matanya lah yang berwarna merah. Ku abaikan semua itu karena aku sudah tidak tahan lagi dan cepat-cepat masuk ke toilet.

Aku sedikit mendengar suara Abib berbisik diluar. Mungkin dia berbicara pada seseorang yang ingin ke toilet juga? Entahlah aku tak tahu. Saat aku keluar Abib sudah tidak ada lagi disana dan aku langsung masuk ke kamar untuk kembali tidur.

Pagi ini menunjukkan pukul 5 pagi. Kami sudah mandi dan bersiap untuk pulang. Kami mengambil penerbangan pada pukul 6 pagi. Perjalanan sekitar 25 menit kami tempuh dari rumah Bian. Bian berubah pikiran untuk tidak ikut dengan kami sebab katanya mungkin besok orang tuanya akan kembali dari bisnis diluar negri.

Dibandara kami menunggu kira-kira 20menit dan Kami memutuskan untuk membeli kopi disebuah kedai kopi dekat bandara. "Eh yan, entar kalo ada yang tidur disamping lo tiba-tiba gitu, jangan nangis ya." Ujar Iron. "Ih anjir, jangan nakut-nakutin napa." Kami tertawa mendengar ucapan Bian. Kami bercanda dan mengobrol bersama.

Sekitar 20 menit kemudian, pesawat yang akan kami naikin diumumkan akan segera berangkat. Kami membayar kopi dan langsung mengantri untuk masuk kepesawat. Aku menoleh kekanan memperhatikan Tv dipojok sana. Aku reflek melihat kebawah Tv dan melihat sesosok laki-laki yang juga sedang memperhatikan Tv dan berjarak tak jauh dari Tv itu. Dia memakai hoodie hitam, celana hitam dan sepatu hitam. 'Ya ampun, dibandara juga masih aja ngikutin' Gumamku. "Kenapa Ney?" Tanya Zidan yang berada dibelakangku sambil menoleh kearah yang sedang aku perhatikan. "Eh enggak." Sahutku.

Perjalanan dengan pesawat sekitar satu setengah jam dari Bali menuju tempat kami pulang. Aku duduk disamping Rara didekat jendela. Aku hanya tidur sepanjang perjalanan karena daripada bosan.

Pitch Black Midnight (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang