Aku keluar dari kamarku. Seorang maid berdiri didepan pintu kamar dengan pandangan menunduk. Dia mengenakan pakaian maid tapi serba putih dengan rambut tergerai berantakan tanpa sedikitpun wajah yang terlihat.
"Tuan Fanno meminta saya mengantarkan anda ke ruang makan non. Mari ikut saya." Ujarnya masih dengan pandangan menunduk dan menunjuk arah kiri dengan jempolnya.
"Em, O...ke.." Ujarku sedikit ragu tapi aku tetap mengikuti langkahnya pergi.
Tempat yang luas bagaikan istana. Kamarku ternyata berada dilantai dua. Ruangan yang megah dan mewah bernuansa abad pertengahan. Batu bata hitam menghiasi dinding walau tanpa semen tapi tetap berdiri dengan kokoh. Setiap sudut ruangan terdapat obor yang menyala untuk meneragi tempat ini tapi tetap saja sedikit gelap remang-remang.
Kami melewati 3 pintu besar berwarna hitam setelah keluar dari kamarku. Balkon dengan pemandangan langsung ke ruangan luas dibawahnya berada tepat didepan pintu kamarku. Kami berjalan memutari lantai 2 untuk menuju tangga. Tangga yang sangat mewah dan besar dengan pegangan emas berkilau. Ukiran bunga mawar dan sulur-sulur emas menghiasi pegangan ditangga. Anak tangga yang terbuat dari marmer hitam yang elegan.
Kami menuruni tangga perlahan. Lantai yang terbuat dari marmer hitam pula kami pijaki. Dinding yang masih sama menggunakan batu bata berwarna hitam dengan obor menyala disetiap sudutnya.
Sang maid berjalan ke belakang tangga. Terdapat ruangan yang sangat luas disana bagaikan ruang tamu tapi ini terlalu luas. Dia memberi aba-aba pada penjaga pintu disebelah kanan dari ruang tamu untuk membukakan pintu. Pintu hitam besar dengan gagang emas terbuka menampakkan ruang makan yang sangat besar. Meja bernuansa hitam merah. Kursi dengan kayu hitam dan bagian empuknya berwarna merah terlihat elegan dan serasi dengan meja makan bernuansa hitam merah.
Diatas meja terdapat beberapa lilin dengan penyangga yang sangat indah. Berwarna hitam keemasan dengan pantulan cahaya dari api dililin membuatnya lebih elegan. Kira-kira terdapat 20 kursi disana. Beberapa maid tampak mondar mandir disekitar meja makan dengan nampan ditangan mereka.
Makanan datang sedikit demi sendikit diantarkan oleh para maid. Kursi kosong dan Fanno yang duduk sendirian diujung meja. Dia mengenakan tuxedo hitam dan duduk dengan tatapan lurus kedepan. Tangannya menopang wajahnya. Tatapannya seolah dia sedang banyak pikiran. Aku menghampirinya dan duduk disebelahnya.
"Kita nungguin siapa aja?" Tanyaku sambil duduk dikursi.
"Banyak, tapi mereka belum datang. Kamu sabar aja ya." Sahut Fanno sambil tersenyum lembut kepadaku dengan iris mata berwarna biru laut yang sangat menawan.
*****************************
Fatur's Pov
Kami memutuskan untuk naik lift ber-empat karena yang lainnya takut untuk naik setelah Bang Adi mengatakan jangan naik. Persetan.
Didalam lift aku hanya memainkan ponselku dan mengirim pesan pada pacarku. Tiba-tiba terdengar bunyi yang sangat keras.
BRAKKK
Lift berhenti dan lampu menjadi berkedip.
Liftnya bergoyang tampak seperti tali penyangganya putus. Aku memasukkan ponsel ke saku celanaku lalu berpegangan. Yang lain mulai panik tapi aku tetap diam dipojok. Tak tahu harus berkata apa."Coba lu telpon siapa dong woi. Hp gua udah abis batre." Ujar Alif mulai panik.
"Bentar bentar." Sahut Putri sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya dengan tangan gemetar.
Dia meletakkan ponsel ditelinganya dan hanya beberapa detik sebelum dia kembali melihat ke layar ponselnya.
"Ah sial. Gua gak ada signal." Ujar Putri kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pitch Black Midnight (END)
Mystery / Thriller"Aku mencintaimu" katanya dengan mawar merah berdarah ditangannya, dia sodorkan padaku. "Tidak, kau bukan dia." Kataku sambil terisak dan sudah tersungkur dilantai. . Entah sejak kapan aku mulai memimpikan teman lamaku terus-terusan bagai sinetron b...