Aku berada di sebuah ruangan yang sangat luas, besar, dan megah dihadapanku. Aku duduk dikursi diantara orang-orang ramai yang berada diruangan ini juga. Dinding yang terbuat dari batu-batu hitam yang menempel tanpa bantuan semen. Lampu gantung besar yang menerangi seluruh ruangan. Obor-obor yang menyala berada disetiap pojok ruangan.
Dimana aku? Aku melihat ke kanan dan ke kiri ku. Tepat disebelah kananku, aku melihat sosok Fanno dengan balutan jas putih dan bunga mawar merah dikantung kanan jasnya, celana putih dan sepatu putihnya. Dia menoleh padaku. Matanya berwarna biru cerah. Dia tersenyum lembut kepadaku, aku langsung otomatis membalas senyumnya yang membuat pipiku memerah.
Sepertinya aku bermimpi lagi. Tapi kenapa mata Fanno berwarna biru? Tanyaku dalam hati. Disebelah kiri ku terdapat teman-temanku dengan balutan jas tuxedo hitam dan dress hitam membalut tubuh mereka. Semua orang didalam ruangan ini mengenakan pakaian serba hitam.
Aku melihat ke tubuh ku dan menemukan diriku menggunakan dress hitam selutut dengan high heels hitam. Aku menoleh ke arah Fanno lagi. Mendapati dia masih dengan balutan setelan jas serba putih dan mawar merahnya.
"Kamu kenapa pakai baju putih Fanno?" Tanyaku. Fanno menoleh padaku dan tersenyum lembut. "Karena aku berbeda." Sahutnya yang malah membuatku bingung. Entah kenapa aku hanya menganggukinya dan kembali berpaling melihat kedepan.
Seseorang sedang berbicara didepan. Sebuah peti mati berada disampingnya. Peti berwarna coklat kayu yang ditempeli dan dihiasi bunga-bunga daisy disekelilingnya. Siapa yang meninggal? Pikirku.
Tiba-tiba semua orang berdiri termasuk teman-temanku. Aku reflek langsung ikut berdiri. Aku menoleh ke arah Fanno yang hanya diam membisu sambil duduk memperhatikan kedepan. Aku kembali menoleh kedepan tanpa bertanya sedikitpun kepadanya.
Empat orang maju kedepan. Membuka peti itu dan tampak seorang laki-laki seusiaku disana. Fanno berada didalam peti itu. Berbaring dengan menggunakan setelan jas putih dan bunga mawar merah dikantong kanan jas putihnya.
Air mataku jatuh tanpa aba-aba. Aku tak tahu kenapa. Air mata ini terus mengalir deras bersamaan dengan jantungku yang berdegup dengan kencang. Hati kecilku serasa teriris iris dengan sadisnya.
Peti ditutup. Dikunci dengan sedemikian rupa. Aku menoleh ke arah Fanno dan melihat dia sedang tertunduk disampingku. Aku kembali melihat kedepan. Peti dibawa oleh empat orang itu menuju keluar ruangan.
Ruangan menjadi gelap gulita. Hitam pekat tak terdapat cahaya sedikitpun. Aku mengedipkan mataku beberapa kali. Tiba-tiba sebuah cahaya menyilaukan didepanku. Cahaya yang berasal dari bunga mawar merah digenggaman Fanno. Fanno berdiri melihat ke bunga itu dengan setelan jas putih dan rambut yang tertata rapi. Entah kenapa dia terlihat sangat tampan.
Dia melihat ke arahku. Mata biru dan senyuman yang lembut menyejukkan hati yang tadinya sempat bagaikan teriris. Aku membalas senyumannya. Tiba-tiba dia menggenggam mawar itu dengan erat hingga tangannya mengeluarkan darah karena tertusuk duri-duri tangkai mawar itu.
Senyumannya yang lembut digantikan tatapan bengis dan jahat seolah-olah dia ingin membunuhku. Mata biru yang indah berubah menjadi berwarna merah. Dia menangis. Air mata yang seharusnya berupa cairan bening, tapi sekarang berupa darah yang mengalir deras dari matanya dan mengotori jas putihnya.
Aku berlari menghampirinya. "Fanno, kamu kenapa?" Tanyaku seraya menyentuh wajahnya, berniat menghapus darah yang keluar dari matanya. "Kamu harus ikut aku Ney." Sahut Fanno sambil menyentuh tanganku yang berada diwajahnya. "Kemana?" Tanyaku.
Dia langsung menyambar tanganku. Menarikku untuk masuk kedalam sebuah pintu putih berhiaskan bunga daisy disekelilingnya. "Itu pintu apa?" Tanyaku lagi. Tak ada jawaban dari Fanno.
![](https://img.wattpad.com/cover/219031970-288-k50673.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pitch Black Midnight (END)
Mystery / Thriller"Aku mencintaimu" katanya dengan mawar merah berdarah ditangannya, dia sodorkan padaku. "Tidak, kau bukan dia." Kataku sambil terisak dan sudah tersungkur dilantai. . Entah sejak kapan aku mulai memimpikan teman lamaku terus-terusan bagai sinetron b...