"Aku mencintaimu" katanya dengan mawar merah berdarah ditangannya, dia sodorkan padaku. "Tidak, kau bukan dia." Kataku sambil terisak dan sudah tersungkur dilantai.
.
Entah sejak kapan aku mulai memimpikan teman lamaku terus-terusan bagai sinetron b...
Gelap. Tanpa cahaya sedikitpun. Aku rasa aku duduk diatas sebuah kasur sekarang. Tempat asing yang tak pernah ku ketahui adalah tempatku berada sekarang. Aku menekuk kedua lututku dan memeluknya. Ketakutan melanda. Tubuh gemetar. Cemas dan gelisah.
"Nesya Emma Raquella." Sebut seseorang. Suara perempuan dengan nada lirih bagaikan berbisik.
"Siapa disana.." Ujarku dengan nada gemetar ketakutan.
"Pergi kalian." Kata sebuah suara dengan lantang dan kasar. Sepertinya aku mengenali suara itu.
Tiba-tiba sebuah api kecil muncul disampingku. Aku kaget dan sedikit mundur kebelakang. Wajah Fanno nampak didepanku karena pantulan cahaya lilin yang dinyalakannya. Dia berdiri menatapku dengan pakaian serba hitam.
Dia menjentikkan jari. Seketika seluruh ruangan terang remang-remang karena sebuah lampu besar diatas kepala kami menyala. Tempat apa ini? Pikirku. Sebuah kamar bernuansa klasik dengan pahatan mewah dimana-mana. Wallpaper berwarna merah dan emas menghiasi ruangan dengan elegan. Ranjang yang aku duduki dengan material kayu berwarna hitam nampak sangat indah dengan pahatan emas menghiasinya. Meja dan lemari dari dasar kayu hitam dan ukiran emas mengelilinginya serupa dengan ranjang yang aku duduki sekarang. Fanno masih berdiri memandangiku yang celingukan takjub akan ruangan ini. Dia lalu duduk disampingku sambil masih menatapku.
"Ini dimana?" Tanyaku dengan nada yang sudah agak tenang. Aku meluruskan kakiku yang berada dibelakang Fanno.
"Ini rumahku." Ujar Fanno sambil tersenyum lembut kepadaku. "Sekarang ini jadi kamarmu." "Kalau mau ganti baju ke lemari itu aja. Aku udah sediain banyak pakaian indah buat kamu." Tambahnya sambil menunjuk sebuah lemari besar warna emas dan merah dengan dasar kayu berwarna hitam bersama ukiran mewah bunga mawar disegala sisinya.
"Oh... oke. Tapi.." kataku sedikit ragu untuk mengucapkannya.
"Tapi kenapa?" Tanyanya masih dengan senyuman lembut diwajahnya.
"Aku mau pulang." Ujarku lirih.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Raut wajah Fanno berubah. Dia menunduk dan senyumnya yang lembut kini digantikan ekspresi wajah sedih khas Fanno. Aku selalu tidak tega melihatnya.
"Em tapi mungkin nanti gak apa-apa deh. Btw, ini gimana caranya aku bisa disini?" Tanyaku.
"Kamu gak ingat?" Tanya nya dengan senyuman lembut yang kembali merekah diwajahnya. "Kita kesini tadi naik mobil aku." Tambahnya.
"Kita enggak sekolah?"
"Sekolah kita lagi libur." Sahutnya.
Yang terakhir ku ingat adalah aku yang masih berada dibangku SMP sedang berbincang dengan Fanno dikelas tadi dan ku rasa sepertinya aku tertidur dikelas lalu terbangun disini.
"Kita tadi pulang cepet, katanya guru lagi ada rapat. Kita juga libur panjang katanya, aku juga gak tau kenapa." Ujar Fanno seperti tau isi kepalaku.