"WING WING WING WING BOOMERANG!"
Hayam Wuruk melempar ponsel gue setelah mendengar suara alarm tersebut. Hal itu membuat gue menatapnya tajam.
"Benda itu terus berbunyi! Membuatku kaget saja!" ucapnya sambil menunjukkan raut ketakutan.
Tangan gue bergerak mengambil ponsel yang baru saja dilempar itu, kemudian mematikan alarm dan melihat jam. Pukul empat pagi, ini masih terlalu pagi untuk memulai perdebatan, kan? Gue pun menatap Hayam Wuruk dan memberinya penjelasan. "Ini namanya ponsel, dia berbunyi karena aku yang mengaturnya."
Hayam Wuruk mengamati ponsel gue dengan serius. "Kemarin aku lihat kau berbicara dengan benda ini. Apa benda ini hidup?"
Gue menghela napas, kemudian menjelaskan tentang ponsel dan segala kegunaannya pada Hayam Wuruk.
"Keren! Peradabanmu benar-benar mengesankan! Aku bisa belajar banyak dari sini!" ucapnya penuh kekaguman. Gue hanya tersenyum mendengarnya, sebelum akhirnya gue memutuskan untuk mandi dan bersiap pergi ke sekolah.
"Pakaian yang kau pakai sangat unik." Hayam Wuruk mengomentari seragam pramuka yang gue pakai saat ini.
"Ini namanya seragam pramuka," jawab gue sambil mengoleskan liptint di bibir gue.
"Kalau yang kau pakai di bibir itu apa?"
"Ini liptint, supaya bibirku tak terlihat pucat. Oh ya, aku akan berangkat sekolah untuk mencari ilmu. Aku perkirakan, aku baru akan sampai di rumah pada pukul empat sore nanti. Jadi, kau harus menjaga kamarku selama kurang lebih sembilan jam," ucap gue.
"Ah, dan nanti sore menjelang magrib akan ada orang yang datang ke sini untuk memperbaiki shower kamar mandi," sambung gue.
Hayam Wuruk tertawa. "Kau baru saja menyuruh seorang raja untuk menjaga kamarmu. Jika Mahapatih melihat, kau pasti akan dihukum olehnya."
"Mahapatih siapa?"
"Mahapatih Mada."
Oh, Gajah Mada.
Gue hanya merespon ucapannya dengan anggukan kepala. Selesai berdandan, gue menyiapkan sarapan untuk kami berdua.
"Jadi, selama kau pergi menuntut ilmu, aku sendirian di sini?"
"Iya, kau bisa menonton televisi atau melakukan aktivitas lainnya di sini. Jangan izinkan orang lain masuk ke kamar ini, ya!"
"Baik, perintah diterima!" balasnya sambil tersenyum dan membungkukan badannya.
"Tapi, aku tak tahu jam empat sore itu kapan," lanjutnya dengan wajah polosnya yang membuat gue gemas.
"Kau bisa melihat jam, Hayam Wuruk."
"Kalau jarum yang pendek sudah menyentuh angka ini, saat itulah aku pulang sekolah." Gue menunjuk angka empat pada jam yang menempel di dinding kamar kos.
Hayam Wuruk pun mengangguk paham. Gue berjinjit dan mengacak-acak rambut Hayam Wuruk, membuatnya kaget sesaat, tetapi kemudian ia tertawa. "Kau ini benar-benar tidak sopan ya pada seorang raja. Di saat orang-orang akan menunduk saat melihatku, kau malah dengan beraninya menyentuh kepala raja, hahaha."
"Ini kamarku, wilayah teritorialku, jadi aku lah yang berkuasa atas tempat ini," balas gue tak mau kalah.
Setelah berpamitan pada Hayam Wuruk, gue pun berangkat menuju sekolah.
Seperti biasa, ya naik commuter line.
Selama di perjalanan, gue memikirkan tentang Hayam Wuruk. Hingga tak terasa gue sudah sampai di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Time [MAJAPAHIT] (TELAH TERBIT)
Fantasy[Dream World] 15+ Siapa yang tak kenal Hayam Wuruk? Raja keempat Majapahit yang membawa kerajaan tersebut pada puncak kejayaannya. Namun, bagaimana jadinya jika Hayam Wuruk terlempar ke tahun 2020 dan bertemu dengan gadis Generasi Z? "Jangan ngaku...