10. Kalau Iya, Bagaimana?

10.2K 1.5K 162
                                    

"Kenapa pintunya malah dibuka anjir sama Hayam Wuruk?" gerutu gue saat melihat Sang Rajasanagara membukakan pintu kamar kos gue dan bercengkerama dengan mantan gue. Dengan segera gue berjalan ke arah kamar kos, tidak akan gue biarkan mereka berdua mengobrol tanpa sepengetahuan gue!

"Kau mencari Oseania? Dia masih belum pulang sekolah– nah itu dia sudah pulang!" kata Hayam Wuruk sambil menunjuk gue. Hayam Wuruk melambaikan tangannya ke arah gue, membuat Bagas mendelik ke arahnya.

"Oce, ada yang mencarimu," ucap Hayam Wuruk ramah.

"Kok pulang telat, Ce? Kan kita udah pulang dari tadi," timpal Bagas.

"Keretanya datang telat tadi. Ada keperluan apa lo ke sini?" balas gue sembari menatap sinis Bagas.

"Gue mau main aja, Ce. Memang gak boleh?"

Gue mendengus mendengarnya. "Mending lo balik, gue gak mood ngomong sama lo!"

"What's wrong with you, Ce?"

"Nothing's wrong with me, just go away from here, Bagas!" ucap gue penuh penekanan.

Hayam Wuruk yang baru menyadari bahwa laki-laki di depannya ini adalah mantan gue langsung memasang wajah garangnya. Ia menatap Bagas dari atas ke bawah dan berkata, "Oh, jadi kau Bagas?"

"Iya, gue Bagas. Lo siapanya Oce, ya?" ucap Bagas menanggapi perkataan Hayam Wuruk.

"Aku adalah kakak dari Oseania."

Bagas terlihat terkejut, tapi kemudian ia tersenyum mendengar ucapan Hayam Wuruk. Gue sangat yakin, pasti Bagas senang saat Hayam Wuruk bilang kalau ia adalah kakak gue. Jadi, Bagas tentu berpikir kalau dia masih ada kesempatan untuk mendekati gue lagi.

"Oh, kakaknya Oce, ya," gumam Bagas sembari tersenyum, tetapi sesaat kemudian ia pun sadar akan suatu hal, "eh, lah sejak kapan lo punya kakak, Ce? Bukannya lo anak pertama?"

Nah kan, mampus gue ....

Bagas itu memang orang yang paling tahu tentang latar belakang gue. Dibandingkan dengan Nasywan dan Zelita, Bagas jauh lebih tahu tentang seluk-beluk keluarga gue. Beruntung otak cerdas gue langsung menemukan alasan untuk menjawabnya, "Sepupu gue, Gas. Udah sana lo balik, gue malas lihat lo."

"Aku masih mau di sini, Ce," kata Bagas seraya menggelengkan kepalanya.

"Gue yang gak mau lihat lo di sini."

"Lo mengusir gue?" sindir Bagas.

Gue mengangguk. "Iya, gue ngusir lo, so mendingan lo segera balik deh sebelum gue panggil satpam untuk mengusir lo!"

"Kenapa kamu begini sih, Ce?" tanyanya heran. Memang dari dulu gue sama Bagas tidak pernah konsisten saat mengobrol. Terkadang memakai "aku-kamu", terkadang juga memakai "gue-lo", jadi kalian tak perlu bingung memikirkannya.

"Oseania tidak ingin berbincang denganmu, Bagas. Bukankah lebih baik kau pulang? Hari sudah mulai gelap," kata Hayam Wuruk yang menengahi obrolan gue dengan Bagas.

"Gue masih ada urusan sama adek lo," balas Bagas.

Hayam Wuruk mengangkat sebelah alisnya, ia melipat tangannya di dada, kemudian memasang ekspresi yang kurang bersahabat. "Adikku tidak ingin berbicara denganmu."

Gue menoleh ke arah Hayam Wuruk, rupanya ia cukup pandai dalam berakting.

"Ya udah, aku pulang dulu. Aku masih nunggu jawaban dari kamu, Ce. Aku ingatkan lagi kalau aku masih mencintai kamu," kata Bagas sebelum ia pulang. Gue menghela napas, perasaan gue jadi bimbang lagi. Tangan Hayam Wuruk bergerak mengambil tas sekolah yang masih menempel di punggung gue, kemudian ia menaruhnya di dekat meja belajar.

Another Time [MAJAPAHIT] (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang