23. The Remeders

6.5K 1K 76
                                    

Memasuki musim remedial, banyak sekali siswa dan siswi yang disibukkan dengan konsultasi bersama guru yang bersangkutan. Para siswa yang sering mengikuti remedial biasa mendapat julukan "The Remeders", bahkan hampir seluruh siswa di sini pernah mendapat julukan tersebut, termasuk gue. Standar penilaian yang tinggi di sini membuat para siswa kelabakan dalam mengejar nilai.
Gue jadi kasihan dengan Nasywan dan Zelita karena mereka harus berurusan dengan guru mata pelajaran untuk remedial.

Di malam pengumuman hasil ujian, Zelita menelepon gue. Ia memberitahu gue kalau ia harus mengikuti remedial Matematika, sedangkan Nasywan mengikuti remedial Sosiologi.

Saat teman-teman gue disibukkan dengan remedial, gue dan beberapa siswa yang tidak mengikuti remedial hanya bergabut ria. Gue bahkan datang ke sekolah hanya untuk "setor muka" alias mengisi presensi.

"Yes, Bro, finally I'm free!" ucap Zelita sembari memasuki ruang kelas. Sepertinya teman sebangku gue itu telah menyelesaikan urusannya dengan guru matematika gue yang terkenal sebagai guru killer, Bu Ai.

"Cie, congrats bro!" kata gue. Zelita duduk di sebelah gue, ia mengambil kotak bekalnya dan memakan isinya.

"Nasywan masih remed?" tanya gue ke Zelita.

"Iya, Ce. Masih berurusan sama Pak Yudatama tuh dia," jawab Zelita sambil mengunyah bekal yang ia bawa.

"Tadi remedial Matematika disuruh ngapain?" Gue bertanya karena penasaran.

"Ah, disuruh ngerjain soal! Dan soal yang dikasih tuh malah lebih susah daripada soal ujian kemarin!" keluh Zelita dengan wajah kesalnya.

Gue membulatkan mata mendengar keluhan Zelita. "Serius lo? Masa sih? Kok jadi lebih susah?"

Zelita mengangguk. "Iya, serius! Nih, otak gue udah berasap gara-gara mikir!"

Gue tertawa mendengar penuturannya. Tak lama kemudian, Nasywan pun masuk ke dalam kelas. Wajahnya terlihat masam, benar-benar tidak bersahabat.

"Kenapa lo, Wan?" tanya gue.

Nasywan mengucek-ngucek sebelah matanya. "Pak Yudatama gak waras! Masa gue disuruh bikin proposal penelitian dalam waktu tiga hari?"

Seketika gue dan Zelita terkejut mendengar perkataan Nasywan. Hell! Gue dan Zelita saja bikin proposal penelitian bisa memakan waktu berbulan-bulan. Lah ini dalam waktu tiga hari? "Lo jujur apa bohong ini, Wan?"

"Serius! Tapi, beliau bilang kalau mau pakai proposal penelitian yang kemarin juga gak apa-apa, tapi syaratnya ya gak boleh sampai ada revisi dari beliau."

Mendengar penjelasannya, gue dan Zelita mengembuskan napas lega. Syukurlah, gue pikir Nasywan benar-benar harus menyusun ulang sebuah proposal penelitian dalam waktu kurang dari satu minggu.

Inilah yang tidak disukai dari kami ketika memasuki musim remedial. Tugas-tugas yang diberikan terkadang tak masuk akal, entah dari segi deadline atau pun tugas yang harus dikerjakan.

"Pulang sekolah lo pada free gak? Gue traktir McD yuk, please temani gue, hari ini gue pusing banget!" ajak Nasywan sembari memijat keningnya. Orang-orang seperti Nasywan yang kalau lagi pusing jadi suka mentraktir orang lain seperti ini perlu dilestarikan!

"Gas lah, selama menguntungkan ya ayo aja!" balas gue dengan penuh semangat.

"Wan, jangan McD dong! Yang lain aja! Kemang lah nanti malem," saran Zelita.

Gue dan Nasywan kompak memutar bola mata. "Maunya lo sih kalo itu."

"Gak sekalian Senoparty?" ledek Nasywan.

Another Time [MAJAPAHIT] (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang