04

3.1K 302 19
                                    

Happy reading^^


Masih ingat dengan sisi workaholic Lee Jeno? Ya, Jeno masih seperti itu hingga sekarang. Ah, ralat, sudah sedikit berkurang sebenarnya.

Akhir-akhir ini Lee Jeno jarang sekali menghabiskan waktunya di kantor. Pria itu lebih sering pulang ke apartemen untuk menemui istrinya. Istri yang selalu ia rindukan.

Karena itu, informasi yang di terimanya tentang keadaan salah satu cabang perusahaan yang ia pimpin tidak mendetail.

Contohnya sekarang, pria itu dibuat pening hingga kepalanya terasa berdenyut dengan keras kala membaca laporan keuangan yang di terimanya tiga puluh menit yang lalu.

Apa yang menyebabkan pemasukkan uang hasil penjualan produk mereka turun drastis?

Terakhir kali, Lee Jeno menerima kabar bahwa produk mereka masih laku keras dan masih menjadi favorit para komsumen. Tapi kenapa sekarang malah sebaliknya?

Produk mereka masih laku keras hingga sekarang, tapi kenapa pemasukannya tidak sesuai dengan yang modal yang di keluarkan? Jika begini terus, Lee Jeno bisa rugi besar.

Di tambah lagi, ia harus membayar gaji karyawan bulan ini.

Dari mana ia harus menambalnya? Bagaimana caranya ia membayar gaji karyawan-karyawannya itu, jika uangnya hanya cukup untuk modal produksi barang?

Jika ia membayar karyawannya dengan uang itu, maka perusahaannya tak bisa memproduksi barang lagi, otomatis penjualan mereka pun akan menurun.

Tapi, jika ia menggunakan uang itu sebagai modal, berarti semua karyawannya tidak akan menerima gaji bulan ini, dan Lee Jeno harus memberikan gaji dua kali lipat bulan depan.

Baik, Lee Jeno benar-benar pusing sekarang.

Ini tidak masuk akal, sungguh. Bagaimana bisa penjualan dan hasilnya tidak seimbang?

Melihat kertas dengan angka dan huruf yang tertera disana, Lee Jeno menghembuskan napasnya kasar, dia memijat pelipisnya.

Melempar kertas itu ke atas meja dengan  kasar, Lee Jeno kemudian mengambil gagang telpon yang berada tepat di atas meja kerjanya. Ia menghubungi sekertarisnya, Huang Renjun.

Lima detik kemudian, panggilan itu tersambung, "Halo, Renjun, tolong panggilkan manajer keuangan dan beberapa karyawan yang bersangkutan ke ruangan saya sekarang."

Dari nada bicaranya, terdengar jelas bahwa pria yang berkedudukan paling tinggi itu sedang kesal.

Kesal, stress, dan bingung ketiga rasa itu muncul disaat yang bersamaan.

Hh, Lee Jeno benar-benar frustasi.

....

Dua pasang mata itu tidak lepas dari sesosok makhluk mungil yang sedang asik memainkan jarinya sendiri.

Mengamati betapa lucunya Venus, yang merupakan buah hati Somi dan Vernon.

Wajah anak itu terlihat begitu menggemaskan, mata bulat dan jernih, hidung mungil yang mancung, dan pipinya yang gembil. Jika di perhatikan lagi, Venus lebih banyak mengambil gen ayahnya ketimbang Jeon Somi selaku ibunya. Venus tidak terlihat seperti bayi korea, yang kebanyakan bermata sipit.

Terdengar suara pekikan senang bayi laki-laki itu ketika Jeon Somi mencium pipinya yang selembut roti itu.

Kakinya bergerak seolah sedang menendang sesuatu, wajahnya nampak tersenyum, sungguh menggemaskan.

Seulas senyuman pun muncul secara perlahan di wajah cantik itu, Seo Yoon eun tersenyum kala merasa jari telunjuknya di genggam oleh Venus.

Entah kenapa, tapi suhu tubuh Venus yang hangat seakan menembus ke hatinya, hatinya menghangat.

Sepasang mata bulat yang jernih itu terlihat memandang Seo Yoon eun dengan tatapan polosnya hingga sukses membuat yang di tatap gemas, "Kenapa, sayang?" Entah apa yang lucu, tapi Venus malah tertawa, alhasil Yoon eun jadi semakin gemas.

"Dia suka sama orang cantik." Ibu dari bayi tersebut berkata, seakan menjawab pertanyaan yang baru saja akan Yoon eun lontarkan.

"Emang dia udah ngerti?" Seo yoon eun masih enggan untuk mengalihkan atensinya.

"Ya nggak tau juga, cuma kayaknya iya." Jeon Somi tertawa pelan kemudian.

Memang benar Seo Yoon eun adalah seorang perempuan, tapi dia belum begitu mengerti tentang hal yang berhubungan dengan bayi atau anak kecil. Karena sedari dulu dia memang tidak memiliki ketertarikkan untuk dekat dengan anak kecil.

Bukan tidak suka, hanya saja dia sering merasa bingung jika harus mengajak anak kecil berkomunikasi. Dia bingung, topik seperti apa yang harus dia angkat.

Saat Park Jisung masih kecil pun, dia jarang sekali berkomukasi dengan adiknya itu.

Mungkin sekarang dia harus mulai belajar mengerti akan hal yang seperti itu. Karena bukan tidak mungkin dia juga akan menjadi seorang ibu yang setiap hari harus berkomunikasi dengan anaknya.

"Yoon, lo nggak ada rencana buat punya anak gitu?"

Senyum yang awalnya mengembang itu kini memudar secara perlahan setelah mendengar satu pertanyaan yang di lontarkan oleh Jeon Somi.

Seo Yoon eun mengalihkan atensinya, "gue sih pengen, cuma nggak tau deh kak Jeno juga pengen atau nggak." Seo Yoon eun mengulas senyum masam.

Memandangi sahabatnya, kening Jeon Somi terlihat mengkerut samar, "Kok gitu? Kalian nggak pernah bahas soal ini emang?"

"nggak, dia nggak pernah bahas soal anak. Makanya gue ragu kalo dia juga pengen punya anak." Seo Yoon eun menggeleng.

Seo Yoon eun terlihat murung. Melihat itu, Jeon Somi meraih bahu sempit Seo Yoon eun, "Kenapa nggak lo pancing duluan?" Somi menarik kembali tangannya, "siapa tau kak Jeno gak pernah bahas soal anak karena dia nunggu lo yang bahas duluan." Lanjutnya.

Menurut Yoon eun, saran yang di berikan Somi tidak ada salahnya.

Ehm, haruskah?



Tbc

Garing?:') 

Maap:(





Husband 2 | Lee Jeno | [END✔] (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang