11

2.2K 219 13
                                    

Happy readding^^

Pria itu berjalan gontai.

Langkahnya tak beraturan. Sering kali ia menabrak dinding berwarna putih di sepanjang koridor yang ia lewati.

Lee Jeno.

Pria itu tengah berjalan menuju apartemennya dengan kemeja yang sudah di penuhi oleh noda darah. Penampilannya terlihat berantakan. Setiap sisi wajahnya di penuhi luka memar dan beberapa ada yang mengeluarkan darah.

Pria itu berjalan dengan langkah tertatih. Ia menahan rasa nyeri yang menyerang dadanya. Kedua tangannya berpegangan pada tembok guna menjaga keseimbangannya agar tidak ia tidak ambruk disini dan merepotkan orang lain.

Jeno mengerang kesakitan sembari memegangi dadanya yang kini mulai terasa sesak. Sangat sesak hingga rasanya sulit untuk bernapas menggunakan apapun.

Langkahnya sempat terhenti ketika rasa ngilu dan nyeri itu semakin menjadi. Pandangannya perlahan memburam.

Tak ingin tumbang disana, Jeno menggelengkan Kepalanya kuat-kuat lalu sebisa mungkin ia berjalan kearah pintu tinggi itu.

Jeno sudah tak dapat berpikir jernih, pria itu mengetu—ah tidak, tapi menggedor pintu tinggi di hadapannya itu dengan tidak sabaran.

Pria itu kembali mengerang.

Demi apapun, dadanya sangat sakit, sungguh.

Seluruh bagian tubuhnya sakit, namun bagian dada yang paling mendominasi. Rasa ngilunya persis seperti orang patah tulang.

Tak lama, pintu tinggi itu terbuka, menampakkan sosok cantik yang tubuhnya di balut oleh kaos putih dan juga celana training biru gelap.

Bruk!

Lee Jeno langsung tumbang setelah pintu itu terbuka, tepat di pelukan yang istri yang kini terduduk sembari memeluk setengah tubuh Jeno yang tak bergerak sedikit pun.

Yoon eun panik dan terkejut setengah mati ketika mendapati Lee Jeno yang pulang dengan keadaan babak belur seperti ini.

Tubuhnya gemetar, lututnya melemas, jangtungnya berdegup kencang tak beraturan menghasilkan debaran yang mengerikan.

Air matanya pun tak dapat di bendung saking paniknya.

"Kakak!" Tubuh Lee Jeno merosot. Dengan susah payah, pria itu memaksa tubuhnya yang kini terasa remuk untuk berbalik dan terlentang.

Pengelihatannya sudah memburam, Jeno sudah tidak bisa melihat apapun dengan jelas. Yang ia lihat hanya bayangan wajah Yoon eun, hanya bayangan yang terlihat tidak jelas dan seolah bergerak kesana-kemari.

Pria yang sebenarnya sudah tak mampu memertahankan kesadarannya itu masih berusaha membuka matanya walau terus kembali terpejam.

Seo Yoon eun menepuk-nepuk pipi suaminya, "kak Jeno! Ada apa?! Kenapa bisa kayak gini?!!" Gadis itu terisak.

Ia panik. Yoon eun tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Hanya ada dia sendiri disini dan keadaan Jeno yang seperti ini membuat pikirannya buntu.

Seo yoon eun tahu sebanyak apapun ia bertanya, Lee Jeno tidak akan menjawabnya.

Seo Yoon eun semakin khawatir ketika melihat Lee Jeno terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya, pria itu merintih bahkan sebelum ia selesai dengan batuknya. Suara rintihan Lee Jeno yang menjelaskan seberapa menyakitkannya rasa sakit yang ia rasakan saat ini, membuat Yoon eun semakin takut. Gadis itu semakin histeris.

Tangan Lee Jeno meremat dada sebelah kirinya sangat kuat hingga tangannya terlihat gemetar. Dengan napas yang tak beraturan, Seo Yoon eun menepis tangan Lee Jeno yang di penuhi luka itu.

Seo Yoon eun membuka kancing kemeja itu dengan tidak sabaran, ia masih terisak hebat.

Dan betapa terkejutnya dia saat mendapati luka memar yang terlihat begitu nyata di dada sebelah kiri Jeno.

"S-sakit..."

Bahu Yoon eun gemetar hebat. Isakkannya terdengar semakin keras, "astagaa! Apa yang sebenarnya terjadi?!" Yoon eun berseru frustasi.

Pria itu kembali merintih kala merasa ada sesuatu yang melukai organ vitalnya.

"K-kita kerumah sakit sekarang!"

.....

ketiga remaja itu kini tengah berkeliling menjelajahi setiap sudut mall yang mereka kunjungi.

"Tadi filmnya seru banget! Iya nggak, sol?"

Lee Jinsol menanggapi Jang Wonyoung yang masih membicarakan film yang beberapa menit yang lalu mereka tonton dengan antusiasnya itu dengan sebuah senyuman dan anggukan paksa.

Haruskah ia jelaskan lagi bahwa ia tidak suka jika namanya di panggil setengah begitu?

"Udah sore nih, pulang aja yu?" Jisung berkata sesaat setelah ia melirik arloji berwarna hitam yang ia kenakan.

Permen kapas yang tadinya di jadikan Jinsol sebagai fokusnya, kini ia alihkan pada Jisung, lantas mencebik.

"Nggak ah, nanti aja lagiankan kita udah izin sama bunda, sayang tau."

"Bener tuh!" Wonyoung menimpali.

Hh, baiklah Park Jisung, satu lawan dua kau tidak akan menang.

Jisung menghela napas pendek, "setengah jam lagi, ya? Abis itu pulang."

"Ada apa sih emang ngebet banget pengen pulang?" Jinsol yang moodnya sudah buruk melempar sebuah pertanyaan.

"Udah sore—eh bentar," Park Jisung mengecek ponselnya yang berdering menandakan ada panggilan masuk.

Anak laki-laki yang mengenakan kemeja kotak-kotak itu memandang kedua teman perempuannya yang nampaknya penasaran juga itu bergantian.

Melihat nama Kakaknya yang tertera di layar ponsel membuat ia berdebar, perasaannya tak karuan.

Jisung mengangkat telepon itu.

"Halo, kak?"

Mimik muka Jisung langsung berubah saat itu juga. Tangannya yang memegang ponsel, jatuh meluruh.

Ia menatap Lee Jinsol yang juga menatapnya dengan tatapan aneh.

Sepasang kakinya melangkah mendekat, "Kenapa sih? Muka lo aneh gitu. Ada apa?"

Park Jisung menatap sepasang netra jernih itu, "ayo pulang, kak Jeno masuk rumah sakit." Suara Park Jisung terdengar sedikit gemetar.

"H-huh?" Tak butuh waktu lama bagi Jinsol untuk mencerna, mata gadis manis itu mulai terasa panas.

Air bening mulai menggenang di mata indahnya, "Kak Jeno.." Jinsol mendorong Jisung agar menyingkir kemudian berlari sekencang-kencangnya sambil menangis, "Kak Jeno!!"








Tbc

Mau nannya nih, menurut kalian cerita ini garing apa gimana?:')

Btw, makasih ya kalian sudah meluangkan waktu buat baca cerita ini^^

Stay safe^^

Husband 2 | Lee Jeno | [END✔] (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang