1

578 58 9
                                    

"Jane, ayo cepat kita pergi ke Pak Burhan! Ini kan hari terakhir beliau jadi Psikologmu." Teriak mamanya Jane dari lantai bawah.

"Iya, sabar dong, Ma! Kan Mama baru bangunin aku. Jangan cerewet!" Omel Jane sambil berteriak dari kamarnya. Bukannya Jane tidak sopan ke mamanya, namun karena BPD (Borderline Personality Disorder) yang dimilikinya, Jane menjadi bertemperamen buruk dan sulit mengendalikan emosi negatifnya. Contohnya seperti saat ini.

Mamanya Jane pun menggeleng-gelengkan kepalanya saat mendengar respons putri satu-satunya itu. "Ya sudah, maafkan mama. Tapi, kamu enggak boleh lama-lama, ya!" Mamanya tetap kembali mengingatkan Jane dengan sabar.

"Iya, iih! Bawel banget sih?" Protes Jane sambil turun dari tangga.

Mamanya Jane pun menoleh ke arah putrinya yang sudah turun itu. "Kok kamu tumben enggak pakai lip tint dan kawan-kawannya?" Tanya mamanya Jane dengan tampang heran saat melihat wajah putrinya polos tanpa polesan make up sedikit pun.

Jane langsung mendengus kesal saat mendengar komentar mamanya. "Tadi kan mama yang minta aku buru-buru! Tuh kan! Bikin orang pengen ngomel mulu deh," gerutu Jane.

"Iya, iya sayang, jangan ngomel mulu dong. Sini mama pakein lip cream punya mama," mamanya pun mengeluarkan lip cream miliknya yang berwarna coklat nude. Lalu, dia memoleskan lip cream tersebut pada bibir putrinya.

Setelah memastikan bahwa lip cream-nya telah terpoles dengan rapi di bibir putrinya, mamanya Jane pun tersenyum puas. "Nah, sip! Anak mama udah cantik deh."

Jane mengernyitkan dahinya. "Jadi, tadi aku enggak cantik, begitu?" Lagi-lagi Jane protes dengan sewot.

"Eh? Enggak dong! Kamu kan anaknya mama, pastinya kamu cantik dua puluh empat jam, sayang," rayu mamanya agar Jane berhenti mengomel. "Sudah, yuk kita berangkat!" Seru mamanya Jane sambil menuntun tangan putrinya itu, seolah-olah putrinya masih kecil.

Jane hanya mengerlingkan matanya saat mendengarkan rayuan mamanya itu sambil mengikuti mamanya ke mobil yang telah terparkir rapi di depan gerbang rumah mereka. "Lagian kan kita cuma mau ketemu Pak Tua. Tumbenan mama nyuruh aku pakai lip cream segala," ucap Jane dengan tampang herannya saat mereka sudah masuk mobil.

"Ini kan hari terakhirnya beliau jadi Psikologmu. Kamu harus berpenampilan baik dong, sayang," sahut Mamanya Jane sambil menyalakan mesin mobilnya lalu mulai mengemudikannya ke RS tempat Jane biasa konseling. "Oh iya, jangan nyebut dia dengan sebutan itu lagi ya. Enggak sopan!" Nasihat mamanya Jane tanpa menoleh ke putri songongnya itu sambil tetap fokus ke jalanan.

Jane menoleh ke mamanya yang sedang fokus menyetir itu. "Tapi, itu kan emang sudah fakta, Ma, kalau Pak Burhan itu memang sudah tua!" Bantah Jane dengan tampang sok benarnya.

"Ya tapi kan ..." Mamanya kehabisan kata-kata kalau berdebat dengan Jane, yang selalu mampu membela dirinya. "Aturan kamu masuknya jurusan Ilmu Hukum, nak. Pasti kamu bisa jadi pengacara yang hebat," sindir mamanya.

......

"Halo, Bu Risha!" Sapa Pak Burhan saat melihat kemunculan Jane dan mamanya di ruangan praktiknya. Pak Burhan pun kini fokus memandang ke Jane. "Dan halo, Jane! Bagaimana kabarmu? Baik?"

Jane menghela napasnya. "Kan sudah tahu enggak pernah baik," sahut Jane dengan ketus.

Mamanya Jane langsung menoleh ke arah putrinya sambil mendelik. "Hush! Jane, yang sopan kan mama bilang!" Tegur mamanya sambil menyenggol bahunya Jane.

Pak Burhan pun terkekeh melihat interaksi sepasang ibu-anak itu. Sudah sering sekali dia melihat Jane yang bersikap "jujur" lalu mamanya langsung menegurnya dengan tampang kesalnya. Sikap Jane yang "jujur" itu sudah menjadi hal yang biasa baginya. Pak Burhan sama sekali tidak merasa tersinggung ataupun berpikir bahwa Jane tidak sopan. 

Borderline - Chanyeol X Wendy [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang