12 (2/2)

101 11 11
                                    

"Jadi, kita enggak perlu sewa gedung, Jane? Kamu yakin enggak mau ngadain pesta yang besar buat pernikahan kamu?" Tanya mama Keenan memastikan permintaan Jane.

Jane hanya menatap mamanya Keenan sambil mengangguk mantap sebagai jawabannya.

"Tapi, ini acara sekali seumur hidupmu loh, nak," lagi-lagi mamanya Keenan mempertanyakan permintaan Jane yang dinilai cukup aneh itu.

Biasanya semua orang – terutama perempuan – ingin mengadakan pesta pernikahan yang sebagus mungkin. Tapi, kenapa Jane hanya ingin mengundang sedikit orang dan diadakan di rumahnya saja?

"Iya, tante. Saya enggak terlalu suka liat banyak orang," dalih Jane berbohong.

Keenan yang mendengar permintaan Jane pun enggak kaget, biasa aja. Dia sudah bisa menebak kenapa Jane inginnya acara kecil-kecilan saja dan di tempat yang private, yaitu rumahnya. Tetapi walaupun dia paham alasan Jane, tetap saja dia sedikit sedih karena enggak bisa undang sobat-sobatnya yang segambreng buat acara terpenting dan sekali seumur hidupnya.

Salah dia juga sih yang menjanjikan ide bodoh itu. Bisa enggak ya, dia menepati janjinya ke Jane? Kalau dia enggak bisa, alasan apa yang harus dia berikan ke Jane agar Jane enggak marah? Entahlah, enggak usah dipikirin dulu yang kayak begitu. Pikirkan saja yang senang-senangnya untuk sekarang.

"Kamu gimana, Nan? Enggak masalah kalau acaranya kecil-kecilan aja, 'kan?" Tanya Pak Burhan memecahkan lamunan Keenan.

"E-eh?" Keenan langsung menoleh ke papanya dengan wajah bodohnya.

Papanya terkekeh melihat kelakuan anaknya yang salting itu. "Kamu enggak masalah kalo acaranya kecil-kecilan, 'kan?" Ulang papanya.

"Aaah, itu," Keenan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Keenan sih bebas. Nyamannya Jane aja," jawabnya sambil menoleh ke Jane, yang ternyata juga sedang melihat ke dia.

Tatapan Jane ke Keenan yang penuh permusuhan dan ancaman, membuat Keenan meringis ngeri. Arti tatapannya Jane seperti, "Lo harus setuju dan dukung keputusan gue!" Gitu deh kira-kira arti tatapan Jane di mata Keenan.

Wajar saja kalau Si Psikolog Gadungan itu jadi ngeri-ngeri sedap, 'kan?

"Keenan pokoknya setuju sama idenya Jane, ehehe," sahut Keenan akhirnya dengan tertawa sumbang. "Lagian, kalo acaranya kecil-kecilan kan lebih simple, enggak repot."

"Yah, berarti mama enggak bisa undang teman-teman arisan mama dong, Pa," akhirnya mamanya Keenan mengucapkan kekhawatiran aslinya sejak tadi.

"Hmm ... ini kan pernikahan anak kamu, bukan pernikahan kamu," jawab Pak Burhan sambil tersenyum ke istrinya.

"Betul juga sih ucapan Pak Burhan," sahut mamanya Jane sambil tersenyum ke temannya, yaitu Alyssa. "Tapi, memangnya Pak Burhan tidak ingin undang rekan-rekannya?"

"Ihh, mama ..." protes Jane sambil mendelik kesal ke mamanya. Ia kesal banget sama mamanya yang enggak sepenuhnya mendukung keinginannya.

Mamanya Jane tersenyum ke putrinya. "Sayang, nanti kamu nyesel loh kalo pernikahan kamu enggak diadain selayak-layaknya pesta pernikahan. Ini kan sekali seumur hidup."

"Nah, betul mama kamu Jane!" Dukung mamanya Keenan dengan semangat '45.

Jane pun mendengus kesal karena merasa dikhianatin sama mamanya sendiri. Jahat banget mama! Udah bagus aku mau nurutin ide konyolnya!

"Eum ... saya punya ide ..." ujar Keenan dan membuat semua orang menoleh penasaran kepadanya.

"Bagaimana kalau kita tetap mengadakan pesta pernikahan yang 'layak'-nya pesta, tetapi pengantinnya enggak perlu dipajang di panggung? Yang penting pengantinnya itu muncul pas upacaranya saja. Jadi pas pesta, pengantin dapat berbaur dengan para tamu atau boleh juga istirahat," jelas Keenan sambil tersenyum gugup karena ditatap oleh Si Mahasiswi Galaknya.

Borderline - Chanyeol X Wendy [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang