5

237 38 11
                                    

"Keenan! Kamu beneran udah ngomong ke Jane tentang pernikahan kamu sama dia?" Todong mamanya Keenan tepat pada saat Keenan baru melangkah masuk ke dalam rumahnya.

Keenan menoleh ke mamanya yang tampak kaget itu. Ia pun mengangguk-angguk dengan lesu. "Ma, Keenan capek. Keenan langsung ke kamar, ya," pamit Keenan yang lalu mengecup dahi mamanya terlebih dahulu sebelum pergi ke kamarnya. Ia benar-benar sedang lelah dan enggak sanggup buat menghadapi rentetan pertanyaan mamanya - yang kayak jaksa sedang menyidang tersangka.

Keenan baru saja pulang dari RS pukul 9 malam lewat. Sudah 5 hari ia tidak pulang ke rumahnya karena maraton menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya yang sempat terbengkalai akibat kinerjanya yang melambat selama 2 bulan.

Yup. Betul.

Itu tepat setelah omongan tak berotaknya dia ke Jane. Jane yang perilakunya enggak bisa ditebak, impulsif, sensitif, dan susah mengontrol emosi, malah tiba-tiba ia ajak percepat pernikahan mereka. Kalau ingat ini, rasanya Keenan pengen menggebok mukanya sendiri saking kesalnya.

Boro-boro ngomongin tentang percepatan waktu pernikahan mereka, tentang perjodohan mereka aja ternyata Jane belum dikasitau mamanya!

Wajar banget kan, kalau anak itu jadi shock berat karena Keenan ngomong "pernikahan kita harus dipercepat" dengan mukanya yang serius tanpa senyum-senyum bodohnya?

Jane yang seharusnya sudah konseling 3 kali ke Keenan setelah kejadian cutting itu, sama sekali belum muncul ke ruang praktiknya Keenan. Boro-boro konseling, semua chat, apalagi teleponnya Keenan, diabaikan semua oleh Jane.

Sebelum perkara omong kosongnya Keenan, awalnya Jane hanya meminta konseling untuk bulan April diundur karena ia sedang diteror tanpa henti oleh deadline, kuis, dan persiapan UAS semester genap. Tapi karena ia malah mendapatkan cobaan baru di bulan yang sama, yaitu omong kosong Keenan tentang "percepatan pernikahan mereka", jadilah bulan April - bulan penuh ujian hidup bagi Jane - dan dua bulan setelahnya, Jane belum konseling sama sekali ke Keenan.

Keenan semakin khawatir dengan kondisi Jane karena terakhir ia bertemu dengannya, kondisi Jane sedang sangat down dan stressful akibat perkuliahannya. Sudah tahu tentang itu, Keenan malah menambah tekanan pada Jane dengan ocehan bodohnya. Ia benar-benar memperburuk kondisi Jane.

Keenan pun mengacak-acak rambutnya frustasi. SIALAN! Psikolog macam apa sih gue?! Gerutu Keenan dalam hati sambil menendang guling yang tak berdosa itu di kasurnya.

Hal yang membuat Keenan semakin frustasi adalah karena Jane sama sekali enggak menjawab teleponnya ataupun chat-nya. Keenan lebih mending kalo Jane ngomel-ngomel dan berkata kasar ke dia daripada Si Mahasiswi Garang itu hanya diam dan kacangin dia kayak gini. Keenan jadinya bener-bener enggak bisa menebak atau memprediksi apa yang ada di pikiran Jane saat ini.

Karena menyerah, akhirnya di bulan ketiga setelah "peristiwa bodohnya", yaitu bulan Juli, Keenan memutuskan untuk menghubungi mamanya Jane. Ia menghubungi mamanya Jane untuk mengatur jadwal konseling bulanan Jane. Ia tidak bisa membiarkan Jane terus-terusan enggak konseling. Dia takut anak itu kembali melakukan hal yang tidak-tidak seperti pada bulan April.

Tapi, mau tidak mau juga, ia harus menghadapi hal yang selama ini dihindarinya, yaitu pertanyaan-pertanyaan mamanya Jane.

Tentu saja Jane bakalan langsung nanya ke mamanya dan bakal ngamukin soal perjodohannya dengan Keenan yang enggak diketahuinya itu. Mamanya Jane yang kaget karena anaknya itu sudah tau tentang hal tersebut, langsung menelepon Keenan untuk menanyakan siapa yang memberitahu Jane hal tersebut. Keenan pun mengaku bahwa dia yang melakukannya. Tapi, pada saat itu dia langsung buru-buru menghindari pertanyaan-pertanyaan lanjutan dari mamanya Jane dengan pura-pura sibuk. Padahal aslinya, saat itu ia sedang menelantarkan semua tugasnya.

Borderline - Chanyeol X Wendy [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang