Pada aksara yang termuntahkan dari jemariku, susunan kata yang kau eja di setiap lembar-lembar bukuku. Bagaimana kalau aku minta, jangan sekali pun percaya pada definisi sakit yang aku gelontorkan, pada cinta yang aku semarakkan, dan napas-napas yang coba aku salurkan.
Mereka hanya omong kosong, terlalu lancang, terlalu membual. Aku terlalu berani memuntahkannya di media, mungkin seharusnya aku simpan tanpa memberikan kesempatan ia ada dan dieja oleh orang-orang.
Bagaimana aku merasa aksara berbalik membenciku, lalu meludahkanku membuatku sadar bahwa tempatku mungkin bukan di sini. Aku merasa tidak pantas menyusun mereka lagi.
[04/04/2020]
Ada waktu-waktu di mana aku terdefinisi sebagai kesia-siaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERLINA
PoetryMaaf, sayap rumpangku lagi-lagi patah, derai-derai air mata luluh lantak, dan karang-karang kuatku kini seringkih sutra. Tetapi, inilah caraku untuk tetap hidup dan bertahan. Sebab, andai aku gagal membuat diriku terlihat, biar aksaraku yang mengab...