54. Kesempatan Kedua

32 1 0
                                    

Kalian pernah dengar kalimat ini : "Kesempatan tidak datang dua kali." Iya, kan? Sesering apa? Pernah kalian ucapkan pada diri sendiri? Atau justru ke orang lain?

Aku pernah melontarkan kalimat itu pada diri sendiri. Termasuk sering; sering ingin tidak menyia-nyiakan kesempatan, sering menyesal dengan keputusan mengambil kesempatan, pun sering kesal karena berakhir tidak mengambilnya sama sekali. Setidaknya, di tengah kata sesal, aku punya kata 'mencoba', tetapi di ujung kalimat 'tidak mengambil kesempatan', akhirnya pun aku kembali pada penyesalan. Sudah cukup melantur belum kata-kataku ini? Apakah sulit dicerna? Oke, mari kusederhanakan.

Aku sedang mengorientasikan diri untuk menjadi orang yang berpegang pada kalimat "kesempatan tidak datang dua kali". Keyakinan ini tentu memiliki asal muasal dan yang aku miliki berasal dari penyesalan. Dulu sekali, sewaktu aku kecil, banyak kesempatan yang datang, dan dengan bodohnya aku membuangnya sebanyak ia ada. Tahu alasannya? Aku takut. Aku jadikan hal negatif yang bahkan belum terjadi menjadi dewa di kepalaku. Kalau aku diberi satu hari untuk berbicara dengan diriku yang dulu, maka aku akan meneriakinya dengan kata bodoh ribuan kali. Haha. Sial. Iya, begitu sialannya aku. Aku yang dulu dengan yang sekarang sesungguhnya belum jauh berbeda dan diriku yang dulu tetaplah menjadi bagianku yang sekarang. Hanya saja, pemikiranku tentang kesempatan sudah jauh lebih berbeda hari ini.

Kalau dihitung, ada banyak hal yang aku sesali karena tidak mengambil kesempatan, lebih banyak dari penyesalan yang ada saat aku mengambil kesempatan. Tahu rasanya ketika memikirkan ulang kesempatan yang terbuang? Aku seperti kehilangan harapan. Oh, lebih sialnya, aku sendiri yang menghilangkan harapan itu. Aku pikir, kesempatan kedua pun tidak akan sudi datang lagi karena bahkan, saat kehadirannya sudah melebihi dari angka dua aku masih menolaknya. Kau mengerti betapa pecundangnya aku saat itu? Kalau kau mengerti, mungkin saat itu kau juga ingin membenciku.

Maka, akumulasi perasaan sesal, dan ambisiku yang terlanjur kugelandangkan saat itu akhirnya meluap, serta merta mendorongku untuk berpikir bahwa, 'kesempatan tidak datang dua kali', selagi aku bisa, maka aku akan mencobanya. Terdengar seperti pilihan yang lebih baik? Bisa jadi, tetapi itu bukan akhir dari kesempatan, karena sekali mencoba, tidak akan ada yang namanya 'sukses setelahnya'. Sekali. Kau harus perhatikan kata satu kali. Akan selalu ada pengalaman pertama untuk segala hal. Tahu itu, kan? Dan dalam segala hal pertamaku, itu tidak berjalan dengan sangat baik. Aku baru paham dan dapat menempatkan diriku 'lebih baik' saat pengalaman kedua, atau ketiga, dan tidak ada kata berhenti untuk belajar. Pernah dengar ini, 'semakin kamu belajar, semakin kamu menyadari bahwa kamu tidak tahu apa-apa?' (Hei, ini bukan kalimat yang menjelekkan. Coba pahami maksud di dalamnya, aku tidak akan memberitahu.), dan benar sekali, aku merasa lebih bodoh, tetapi juga menjadi lebih tahu di waktu yang bersamaan.

Sekarang, kau bisa lihat bagaimana perspektifku soal kesempatan? Aku masih takut untuk mengambil kesempatan yang ada, tetapi mulai mempertimbangkannya. Ketika aku datang pada keputusan, bukan hanya tentang aku yang terlintas di kepala, tetapi juga orang lain, orang-orang yang aku sayang dan hormati. Kalian tahu pasti, kan, kesempatan dan keputusan kita, juga akan berpengaruh pada hal lain, dan saat keputusan telah diambil, itu bukan lagi hanya tentang diri kita. Keputusan dasarnya sulit, meskipun itu hanya memilih warna baju semata. Ada tanggung jawab dan risiko yang telah kita sanggupi bersamaan.

Aku juga masih belajar menyikapi kesempatan, dalam berbagai tujuan yang menjadi visiku. Definisi kesempatan setiap orang berbeda, kan? Bisa jadi dipengaruhi pengalaman, dan satu dari sekian perbedaan itu salah satunya mungkin perspektifku.

24/07/20.

Mungkin kalian punya perspektif lain?

PERLINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang