17. Menunggu lebih lama lagi atau tidak?

40 6 4
                                    

Hal yang paling menyebalkan itu adalah menunggu dan aku menjadi bodoh karena mau saja melakukannya.

Sakit kutanggung sendiri, memaklumi terus akan sikapnya yang bisa datang sewaktu-waktu, dan tidak pernah meninggalkan pesan selama berminggu-minggu. Sialnya, ketika ia berdiri di balik pintu, aku sudah terlalu menjadikannya candu. Dengan kurang ajarnya jantungku berdebar begitu keras, seakan lupa kalau ia datang hanya sebagai teman.

Jatuh cinta itu mengerikan, ya. Berkali-kali ingin melupakan, tetapi gagal hanya karena tatap matanya, atau saat namanya tertera di baris pertama kontak pesan. Cinta bisa membuatku berperang dengan logika dan perasaan; yang mana kuharus turuti? Ujung-ujungnya, aku hanya bisa menghela napas panjang.

Lucunya, sudah tahu akan jatuh lebih keras lagi, aku masih mau menanggung risiko, dan berakhir mengobati lukaku sendiri.

Semua itu hanya untuk dia. Aku menjadi konyol karena dia.

Bedebah! Sialan!

Mau saja aku dibodoh-bodohi oleh rasa, tetapi untuk meninggalkan segalanya juga bukan perkara mudah.

16/12/19.

PERLINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang