Manusia sanggupnya bertanya-tanya. Segelintirnya berkuasa paham, sisanya berpura-pura paham, lalu mengadili di belakang. Tapi, ada juga yang memilih tak acuh karena jawaban terasa tidak memuaskan. Bila begitu, maukah kau dengarkan aku sebentar saja?
Jangan kau muntahkan tanya hanya untuk sebuah kepuasan semata. Kau tidak benar-benar ingin tahu rasanya? Maka, cukup berikan pelukan. Mereka-mereka tidak perlu digunjing dalam meja pengadilan. Cukup sakitnya, cukup dukanya, jangan kau tambahkan lagi penderitaannya dengan tanya yang sesungguhnya bualan. Kalau kau memang ingin turut menyembuhkan, maka bertanyalah sungguh-sungguh, coba pahami keadaannya.
Kadang manusia begitu—termasuk aku, siapa yang bilang aku ini sempurna?—sadar tidak sadar selalu bertanya dan bertanya. Semua akan terasa salah ketika tanya temukan jawaban, lalu berujung pada pengabaian. Jangan. Jangan kau lakukan itu pada orang-orang yang kau tuntut membuka luka, lalu ditinggal pergi begitu saja. Setidaknya, ayo, ajak ia balutkan kasa agar dukanya tidak terperosok jauh tertanam.
09/02/20.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERLINA
PuisiMaaf, sayap rumpangku lagi-lagi patah, derai-derai air mata luluh lantak, dan karang-karang kuatku kini seringkih sutra. Tetapi, inilah caraku untuk tetap hidup dan bertahan. Sebab, andai aku gagal membuat diriku terlihat, biar aksaraku yang mengab...