[14] Always in My Head

5.5K 359 16
                                    

"I'm not looking for anything serious, Fi."

Lebih baik aku jujur sedari awal. Sebelum Si Manajer Kinyis ini keburu menggantungkan harapan setinggi harga cabe merah keriting di musim Lebaran.

Luthfi diam saja. Maksudnya, mulutnya enggak mengeluarkan kata-kata, selain sebuah dehaman lirih. Namun, tangannya masih bertengger di tanganku. Sekarang malah mengelus-elusnya. Bikin aku kebelet pipis, saking kegelian.

"Fi, aku ke toilet dulu, boleh kan? Atau kamu maunya aku pipis di semak-semak situ, takut aku kabur?" sahutku. Dahiku berkerut-kerut menahan kandung kemih yang sudah mau membuka bendungan. Semoga Luthfi jawab tanpa pakai acara muter-muter segala!

"Sure. Aku tunggu sini," balasnya, memberiku ruang untuk segera angkat kaki ke kamar mandi.

Dua gelas es teh dan satu cangkir kopi sudah cukup menyuplai kafein yang bikin aku beser. Aku yakin rasa grogiku sama sekali tidak berandil kepada rasa kebelet ini. Seumur hidup, aku belum pernah tertarik sekuat dan sedalam itu pada cowok lebih muda. Kata "belum" yang menurutku tidak akan menjadi "pernah" dalam waktu dekat ini.

Tetapi, entah sambaran wangsit dari mana. Di kamar mandi, selesai menunaikan hajat kecil, aku malah bersolek sejenak. Merapikan ramput, mengelap lensa kacamata, mengoles tipis lip tint, dan menyemprot sedikit body spray aroma vanila-stroberi yang selalu kubawa di dalam tas.

Oke, ini namanya memantaskan penampilan demi menjaga reputasi kami berdua. Sah-sah aja, dong? Siapa sih yang mau keliatan kucel di malam Minggu, nongkrong di Kemang pula?

Begitu aku tiba di meja, ternyata Luthfi sudah memesan minuman lain lagi. Sangria, minuman punch dibuat dari campuran anggur merah, sedikit soda, dan potongan buah disajikan dalam gelas anggur tinggi. Wah, tahu aja ini cowok. Alkohol bisa membuat aku lebih rileks dan luwes berbicara.

 Alkohol bisa membuat aku lebih rileks dan luwes berbicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

I'll follow your game, then, Boy. Be prepared.

Sambil menyesap segarnya Sangria, kami mulai berbincang kembali. Luthfi akhirnya buka mulut soal pengalamannya dengan wanita-wanita selama ini.

"Kamu enggak usah takut. Aku bukannya mau deketin kamu buat jadi pacar jangka panjang, calon istri, atau semacamnya. Ini memang caraku menyeleksi cewek-cewek yang datang ke kehidupanku," urai Luthfi.

"Seleksi? Saking banyaknya ya yang deketin kamu? Mr. Most Eligible Bachelor in Jakarta?" godaku terkikik.

"Bukan begitu," tahu-tahu ada semburat merah samar di kedua pipi Luthfi.

"Bercanda, Fi," tukasku, menepuk lembut bahunya.

Tiba-tiba, tanganku ditahan oleh tangannya, supaya tetap nyaman berada di bahunya. Ampun, deh! Pergerakan cowok ini bikin keselek.

"Cewek memang banyak datang dan pergi, Drey. Tetapi, aku enggak mau buang waktu. Aku enggak mau buat mereka terlalu berharap. Atau, sebaliknya, jangan sampai aku juga merasa terganggu karena adanya mereka. I am a very complicated person," ujar Luthfi, lalu menyesap lebih banyak lagi Sangria dari gelasnya.

Wanted Rebound Love (21+) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang