[31] I Promise

6K 338 5
                                    

Waktu Abim bilang minta ditemani selama seminggu, aku tidah menyangka, benar-benar aku menempel dengannya seharian penuh. Bahkan, Abim cuek saja ikut ke kantor dan membantuku bekerja. Antara gabut atau bucin, bedanya setipis kondom Sagami 0.01.

Arif sudah mirip pasien batuk kronis. Berdeham terus, kadang uhuk-uhuk, melihat Abim yang centil banget godain aku melulu dengan gombalan krik krik-nya. Perasaan dulu waktu belum ke Aussie, masih manis romantis deh rayuannya. Ini kayaknya sering mateng-matengan di gurun, jadi ikut kering bin garing.

"Audrey," kata Abim, setia memanggil nama depanku, tak peduli aku bilang untuk panggil aku Amesh saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Audrey," kata Abim, setia memanggil nama depanku, tak peduli aku bilang untuk panggil aku Amesh saja.

"Apaaa," jawabku masih sambil menyunting artikel-artikel yang akan tayang besok pagi.

"Bring your driver's license, please. You're driving me crazy," bisik Abim, terus cekikikan kayak hyena abis makan jamur narkoba.

"Auk ah, gombalan Bule Bapuk!" balasku, tersenyum segaris terpaksa.

Nah, bayangin ada berseri-seri gombalan begitu sampai aku pulang kantor selepas jam tujuh malam. Kenyang banget! Untung yang ngegaring itu cogan. Jadi, masih sangat termaafkan.

Malamnya, Abim menyupiriku pulang. Kadang ia memasakkanku makan malam sederhana, atau kami hanya memesan lewat ojol saja. Dengan kode diskon andalan, tentunya. Sehabis bergantian mandi, baru kami leyeh-leyeh di sofa sambil cerita-cerita.

Malam ini, di hari Jumat, cerita kami yang biasanya berkisar antara kehidupan sehari-hari selama berpisah, sekarang jadi lebih mendalam. Satu kenyataan yang akhirnya sama-sama terkuak, ternyata, rebound love sempat sama-sama menjadi jalan ninja kami.

"Jadi, kamu sempet main Tinder juga buat cari temen ngedate, Bim?" tanyaku masih dengan ekspresi believe it or not.

Abim mengaku, ia ikutan tercemplung di Tinder waktu desperado cari temen cewek nun jauh di sana. Apalagi, waktu ia yang masih rutin menghubungi Sekar, mendapat kabar kalau aku sedang diajari Ben buat main Tinder. Di situ ia sadar, sudah waktunya seorang Abim mulai kembali ke pasaran.

"Ya, mau gimana lagi? Apalagi pas di Oz, aku belum banyak kenal orang. Tinder jadi pilihan sih buat cari temen di area sekitaranku. Enggak mesti buat jadi pacar. Paling enggak have fun lah," ujarnya enteng.

"Hook up?" lanjutku menyeringai.

"Perlu detailnya, Nona Penulis?" balas Abim mencubit pipiku.

"Well, it's your privacy. Udah sama-sama gede. Lagian kita sekarang bukan siapa-siapa," sambungku, walaupun kepo masih menggelora di dada.

"Spare the details. Aku juga pasti enggak enak kalau dengar kamu cerita hal yang sama. Pengalaman pribadi kamu sama Tinder matches itu," ucap Abim, kemudian merangkul pundakku.

Wanted Rebound Love (21+) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang