[30] God Put a Smile upon Your Face

5.5K 346 18
                                    

Cowok, waktu masih jadi pacar, sering tampak menyebalkan. Begitu jadi mantan, sinar surgawinya tahu-tahu menyilaukan.

Malam ini, nasib membawaku bertemu dengan dia yang membuat jalan hidupku berubah hampir dua tahun ini. Aku tidak menyalahkannya, tidak pernah sekalipun. Karena pepisahan kami berpangkal pada ketidaksiapanku.

Aku yang selalu merasa tidak pernah siap. Bahkan saat kami sekarang ada di tempat yang sama setelah terpisah begitu lama. Aku masih saja ragu untuk melangkah dan menyapanya. Boro-bor membayangkan kami akan mengobrol akrab. Apalagi sampai CLBK, alias Celup Lagi Balikan Kagak.

"Samperin dong, Neng. Sendirian tuh Masnya," dorong Arif kepadaku yang cuma berdiri terpaku.

"Temenin dong, Rif. Gue takut," cicitku.

Arif nyengir jahil, "Nanti Aa dikira pacar Neng. Gadun ganjen yang jadiin Neng sugar baby. Kabur deh itu Mas Ganteng."

"Ih, norak lo, Rif! Pede banget lo punya potongan jadi pacar gue," cibirku, padahal hati was-was kalau Abim beneran mengira begitu.

"Eue ramean berani. Nyamperin jomlo kece, ciut nyali. Malu sama vibrator!" tukas Pengawal Culunku itu.

Kubekap mulut Arif. Kata "vibrator"-nya terlalu lantang meluncur dari mulutnya. Sontak beberapa pasang mata melirik ke arah kami.

Sialnya, termasuk Abim!

"Audrey!" panggil mantan cowokku itu sambil melambaikan tangan.

Tahu-tahu Abim setengah berlari menghampiriku. Aku buru-buru melepaskan tangan yang masih membekap bibir Arif. Kuambil tisu basah dari dalam mini sling bag warna hitam yang terselempang melintasi tubuh. Segala sari pati laknat dari kulit Arif harus lenyap! Sebentar lagi tangan ini mungkin akan bersentuhan dengan mantan spektaku!

"Hai, kamu ternyata masih di sini," sahut Abim dengan muka berseri-seri.

Duh, kenapa itu senyum masih sukses nyetrum dahsyat? Bisa buat nyalain listrik se-Jawa Bali itu deh!

Turtle neck, jas model blazer, celana pas badan model lurus membungkus kaki jenjangnya, dan sepasang sepatu pantofel kulit mengilap, semua warna hitam. Gong Yoo dandan jadi Goblin aja lewat sama penampilan Abim malam ini.

"Hai, Bim! Iya, aku pegel pake selop high heels. Ngaso dulu!" balasku.

Kupasang senyum manis sok santai. Padahal, jantungku udah hilang digondol nyamuk. Mungkin nemplok di tembok ujung sana bareng para cecak.

"Jelas lah. Kamu mana betah pake hak lebih dari lima senti lama-lama. Yang lima senti aja paling lama kamu kuat pake dua jam," celetuk Abim.

Ia melirik alas kaki berhak sembilan sentimeterku yang nangkring di atas kursi sambil nyengir. Pemandanganku bertelanjang kaki kalau pegal pakai sepatu laknat begini, memang bikin geli.

Gosh, I hate it when he still remembers every little thing about me!

"Mesh, Mas, saya tinggal dulu, ya. Ini mau anterin adek saya pulang," pamit Arif tiba-tiba.

Aku terbelalak. Sejak kapan Si Kuya punya rencana mau pulang buru-buru? Kalo yang dimaksud adek itu Dhea, ngapain repot-repot, sih? Kan ada Ben yang nempelin Dhea macam bucin kesirep bidadari?

"Adek siapa? Ada dedek gemesh yang diem-diem lo sabet barusan?" selidikku spontan.

"Dhea, lah! Takut Ben khilaf, tahu-tahu dibawa kawin lari. Bisa digorok Uwak gue nanti!" balas Arif, menirukan gerakan memotong leher dengan telunjuk kanannya.

"Lho, ini Ameshnya emang enggak dianterin pulang?" tambah Abim mengerutkan dahi, bikin makin kisruh.

"Oh, saya bukan supirnya Amesh, Mas. Atau pacar sewaan, juga bukan. Amesh mah susah move on. Cowok seganteng Ario Bayu aja dibilang muka tukang cendol sama dia. Tahu tuh, cowok mana yang bikin dia cinta mati. Katanya sih, cowoknya kabur jadi pawang koala di Ostrali," cerocos Duda Dodol itu, pakai bumbu-bumbu rempah dusta jahanam.

Wanted Rebound Love (21+) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang