"Terimakasih Renjun-hyung yang tampan tapi lebih tampan aku."
Renjun mendengus lalu segera menutup telepon. Jeno meminta tolong kakaknya untuk mengantarkan tugas miliknya dan Jaemin yang tertinggal. Tugas penting sebagai tambahan nilai akhir, Jeno lupa membawanya saat berangkat.
Berhubung Renjun tidak ada kelas, jadi tidak ada salahnya berbaik hati sekali ini saja. Asal imbalan harus sesuai.
Setelah menemukan tugas yang dimaksud dan memasukkannya kedalam tas, Renjun berhenti sesaat didepan sebuah pintu kayu yang letaknya tepat berada di antara kamarnya dan kamar Jeno.
Renjun mengetuk pelan, membuka pintu dengan hati-hati dan menatap miris pada sosok yang meringkuk membelakangi pintu di balik selimut tebal tanpa bergeming.
"Na, aku mau keluar sebentar. Mau sesuatu?"
Tidak ada jawaban membuat dada Renjun sedikit nyeri. Biasanya Jaemin akan menjawab heboh dan meminta ini itu yang banyaknya minta ampun. Namun saat ini, sekedar menoleh pada Renjun pun tidak.
Renjun melangkah masuk dan duduk di tepi kasur, mengusap rambut berantakan Jaemin dengan lembut. Si bungsu hanya menatap kosong pada jendela dan tidak memberi reaksi apapun. Demi Tuhan, Renjun lebih suka pada adiknya yang berteriak liar kesana kemari dibanding hanya diam seperti tanpa tujuan hidup.
Sebenarnya Jaemin masih bisa menari, hanya saja butuh beberapa waktu untuk menyembuhkan cedera di punggung. Dunia Jaemin tidak hilang begitu saja karena masih besar harapan untuk kembali normal. Tetapi Renjun tahu, yang membuat Jaemin seperti ini adalah rasa bersalah pada teman-temannya karena menggagalkan kesempatan emas didepan mata. Jaemin yang membuat latihan mereka selama ini menjadi sia-sia karena batal maju dalam kompetisi.
Juga karena perseteruannya dengan Siwon meskipun pria paruh baya itu sudah berusaha memperbaiki keadaan tadi pagi.
"Na, aku mau pergi keluar. Kau ingin sesuatu?" Renjun mengulang pertanyaannya dengan nada yang lebih lembut dan halus.
Terlihat Jaemin menghela napas panjang, kemudian terdengar suara lirih yang hampir tidak terdengar.
"Aku tidak ingin apapun."
Renjun tidak bisa memaksa. Adiknya sedang dalam kondisi fisik dan mental yang jatuh. Jadi ia hanya mengangguk mengerti meski sebenarnya tidak rela meninggalkan Jaemin begitu saja.
Renjun mengambil ponsel Jaemin dan meraih jari adiknya untuk membuka layar dengan fingerprint. Setelahnya sibuk mengotak-ngatik sesuatu membuat Jaemin melirik meski tanpa niat.
"Hubungi aku segera jika terjadi sesuatu. Nomorku menjadi emergency contact di ponselmu."
Renjun tahu jika Jaemin mendengar dengan baik meski tidak merespon. Jadi anak kedua Choi itu kembali mengusap rambut sang adik sebelum beranjak untuk mengurus adiknya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choi and Choi ✔
FanfictionKisah empat anak Choi dengan empat rupa kelakuan diluar nalar yang selalu membuat Siwon mengusap dada. "Kalau dijual, laku tidak ya?" 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐬𝐡𝐢𝐩 𝐅𝐚𝐦𝐢𝐥𝐲!𝐀𝐔