28. Even I Can't Forgive Myself

14.2K 1.8K 396
                                    

Jaemin menatap kakinya dengan tatapan kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaemin menatap kakinya dengan tatapan kosong. Fakta baru terungkap setelah ia dipindahkan ke ruang rawat inap tiga hari sesudah tersadar.

Ia lumpuh.

Satu hal yang Jaemin sesali sesaat setelah mengetahui kondisinya yang sekarang.

Kenapa ia harus bangun jika pada akhirnya harus kehilangan hal terpenting dalam hidup?

Kaki adalah penunjang paling penting seorang penari. Kaki adalah nyawa seorang penari. Tanpa kaki, apa yang harus Jaemin lakukan untuk melanjutkan hidupnya? Impian yang sudah di depan mata seakan lenyap seperti mist.

Ketika satu-satunya alasan Jaemin terus berjuang telah hilang, maka hilang pula semangat untuk melanjutkan. Jika dunianya telah lenyap, apa lagi yang harus Jaemin lakukan?

Tidak ada.

Lalu apa? Membuat mimpi baru? Meh, membuat mimpi baru tidak semudah berkhayal tentang angan masa depan. Mimpi dan dunia muncul karena keinginan yang sangat kuat ditambah usaha sekeras baja untuk mewujudkan. Biasanya, satu orang memiliki satu mimpi terbesar. Hanya satu. Yang membuatnya terlihat banyak adalah langkah dan pijakan untuk meraih mimpi tersebut.

Bagi orang lain yang hanya melihat dari perspektif luar, mungkin terlihat mudah untuk berbicara tentang angan baru yang dapat diukir kembali. Tetapi untuk Jaemin yang merasakan, untuk orang yang telah kehilangan dunianya, itu sama saja seperti mati.

Dan Jaemin memilih untuk tidak bangun dari komanya, jika bisa.

"Sayang.."

Bahkan suara dari Yoona tidak berhasil mengalihkan atensi Jaemin dari kedua kakinya yang tertutup selimut. Tidak ada tangis, tidak ada jerit putus asa, tidak ada suara. Kosong.

"Hei jagoan Papa yang paling hebat," Siwon duduk di tepi brankar, dengan lembut mengusap pipi Jaemin dan mencoba menolehkan kepalanya agar menatap Siwon. "Semua belum berakhir. Sesuatu yang hilang bukan berarti mati."

Jaemin menatap tepat ke arah manik Siwon. Pria paruh baya itu dengan jelas menangkap kekosongan pada binar mata sang anak yang meredup. Tak ada gemerlap bintang yang ia sukai, tak ada pancaran kebahagiaan dan kehangatan seperti biasa. Hanya ada sesuatu yang dingin dan gelap.

Siwon membenci itu.

"Tidak apa-apa kalau Nana merasa sedih, frustasi, putus asa. Itu semua manusiawi. Tapi hanya sebentar saja, oke? Disini ada Papa, Mama, Jaehyun, Renjun, dan Jeno yang selalu bersama Nana kapanpun."

Jaemin tidak menjawab. Dia bahkan mungkin tidak mendengar apa yang Siwon katakan.

"Nana?"

Panggilan dari Yoona tidak ditanggapi.

"Nana baby?"

Biasanya Jaemin akan mengerang kesal karena tidak suka dipanggil bayi. Tapi hasilnya tetap nihil.

Choi and Choi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang