15. The Meaning of Siblings

14.7K 2.1K 239
                                    

Jeno memasuki mobil sembari membanting pintu dengan kasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno memasuki mobil sembari membanting pintu dengan kasar. Tangannya terkepal dan melampiaskan seluruh amarah dengan memukuli setir hingga memar biru tercetak samar pada kulit putihnya.

"Arrggh!"

Jeno menarik keras rambutnya dengan frustasi. Lidah ia gigit keras-keras hingga rasa anyir darah tercecap inderanya. Tapi rasa sakit itu tidak sebanding dengan sesak yang bertumpuk di dada akibat pertengkarannya dengan Jaemin.

Lalu dua detik kemudian Jeno menangis.

"Bodoh! Bodoh! Bodoh!"

Tidak tahu siapa yang Jeno maksud bodoh disini.

Jeno tidak tahu kepada siapa emosinya tertuju. Entah pada Jaemin atau justru dirinya sendiri. Terlalu kesal dan marah hingga yang bisa Jeno lakukan sekarang hanya menangis dan menyakiti dirinya sendiri.

Terkadang ia menyesal membawa darah keluarga Choi yang keras kepala. Ketika dua batu diadu, hasil yang didapat justru kehancuran dari keduanya. Teguh dengan pendirian itu baik, tapi terlalu teguh sampai menolak semua saran baik akan berujung sebaliknya.

Jeno menyeka kasar wajahnya guna menghapus air mata. Sebagai sepasang anak kembar, ada kalanya mereka bertengkar karena hal sepele lalu berbaikan dengan sendirinya. Tapi ini kali pertama mereka bertengkar karena ucapan keduanya yang sama-sama menyakitkan.

Jeno yang merasa dirinya benar dan Jaemin yang egois.

Mungkin bagi orang lain, mereka hanya berbeda sepuluh menit. Tidak ada yang perlu dibesar-besarkan karena sifat keduanya pasti sama-sama kekanakan.

Tetapi tidak bagi Jeno. Meski hanya bernapas lebih lama sepuluh menit, tetapi baginya ia tetap seorang kakak dari Choi Jaemin. Melindungi dan mengayomi sudah menjadi catatan mental sejak kecil. Jeno terbiasa menganggap Jaemin sebagai anak kecil yang harus selalu digenggam dalam tangan. Jadi ketika Jaemin memberontak, Jeno tidak punya pilihan selain mencengkramnya lebih erat agar tidak terlepas. Tapi ia tidak sadar jika itu justru menyakiti Jaemin.

Secara sifat, Jeno tumbuh lebih dewasa. Secara mental, Jeno tumbuh lebih kuat. Secara fisik, Jeno tumbuh lebih tangguh. Hal yang membuat Jeno semakin merasa dirinya seorang kakak yang harus didengarkan dan dituruti oleh Jaemin.

Tapi Jeno melupakan beberapa hal. Jaemin tumbuh dengan perasaan yang lebih halus. Jaemin tumbuh dengan pikiran yang lebih kompleks. Paling penting, Jaemin tumbuh sembari mengejar ketiga kakaknya agar sejajar dan tidak perlu selalu menjadi yang dilindungi.

Jaemin hanya ingin membuktikan bahwa dirinya bisa membanggakan keluarga Choi. Seperti Jaehyun dengan otak pintarnya. Seperti Renjun dengan bakat seninya. Seperti Jeno dengan kemampuan olahraganya.

Jeno lupa, Jaemin juga bertumbuh seperti dirinya.

Jeno harusnya ingat jika Jaemin juga ingin didengarkan. Di belahan dunia manapun, terkadang bungsu kehilangan hak suaranya karena paling kecil dan dianggap tidak tahu apa-apa. Hanya bisa dituntut ini itu tanpa tahu apa keinginan sebenarnya.

Choi and Choi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang