||BAGIAN SATU||
♡ Happy Reading♡
Langit menjatuhkan bulir-bulir yang sedih, yang sedikit, yang sakit, yang tak sungguh-sungguh menghapus dosa, apalagi kenangan.
──────────────────────────
Yura tengah dikerumuni rasa kelabilan. Lihat saja dirinya tampak bingung menata rambutnya sendiri, entah mau di bagaimanakan rambutnya itu. Gadis itu awalnya terurai, lalu mengganti gaya rambutnya menjadi kuncir kuda, kemudian kuncir dua disebelah kanan dan kiri, selanjutnya kepang, seterusnya lagi disisipkan rambutnya. Lantas Yura merasa jengkel dengan dirinya sendiri, mengapa harus sebimbang ini dengan gaya rambut hanya untuk pergi ke sekolah saja seperti ingin pergi pesta saja.
Sudah 1 jam lamanya Yura mengutak-atik rambutnya itu. Padahal bel masuk di sekolahnya mungkin sudah berbunyi. Namun, Yura masih saja tetap santai dan tak sadar jika dirinya sudah lama sibuk membenarkan rambutnya.
Ya begitulah sosok Yura. Gadis dengan pendirian labil dan ceroboh, untung saja tuhan memberinya otak yang cerdas, jadi tidak begitu terlihat labil dan cerobohnya dia.
Alhasil Yura kembali menguraikan rambutnya biasa. Ah membuang-buang waktu saja seperti ini, kalau ujung-ujungnya kembali ke awal.
Gadis itu memandang sebuah jam yang melingkari pergelangan tangannya.
"Bego Yura! Bego banget!" gumamnya kepada diri sendiri.
Langsung saja Yura keluar kamarnya, dan menuju ke ruang makan.
❦❦❦
Kedua orang tuanya yang selalu setia menunggu gadis cantiknya itu untuk makan bersama. Tetapi hari itu Yura tidak ada waktu untuk makan bersama keluarganya, karena ia sudah terlambat untuk pergi sekolah.
"Sayang... sebelum pergi ke sekolah makan dulu biar enggak sakit," ucap lembut wanita itu, dia mamahnya Yura yaitu Anita Intansari
"Emmhh...maaf mah ini udah jam bel masuk di sekolah, aku harus buru-buru." Jawab Yura, matanya melirik kembali jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya itu.
"Yaudah deh mama siapin bekal ajh buat kamu nanti di sekolah," tuturnya sembari menyiapkan bekal makanan untuk anaknya itu.
"Makasih ma," balas nya dengan menunjukan senyum indahnya itu.
"Kak Saga! Ayo anterin gue ke sekolah, gue udah telat nih,buruan!" teriaknya sembari menggoyang goyangkan pundak kakak nya itu.
"Yaelah sabar dong kadal!" pekik Saga dengan raut wajah yang kesal akan tingkah adiknya yang tidak sabar.
"Kalo gue kadal lo apaan hah! Buaya ya!" Yura berkacak pinggang.
"Heh! Kalau gue buaya, berarti ... sama aja lo ngejek Papa!"
"Ih! E-enggak!!!"
"Loh! Gue kan anaknya Papa, otomatis gue jelas masih ada hubungan spesies sama Papa,"
Hendry menatap sorotan tajam matanya kepada kedua anaknya yang tengah beradu pembicaraan aneh itu.
"Enggak Pa! Kak Saga bisanya cocok-cocokin terus!"
"Heleh! Ngelak lo anak badak!"
"Pa! Liat Kak Saga ngejek Papa dengan sebutan badak!" adu Yura. Kali ini Saga kemakan omongannya sendiri.
Saga melebarkan matanya, mulutnya setengah terbuka. Sial, dia kena juga.
Lelaki paru baya itu hendak mengeluarkan amarahnya. Namun, tertahan oleh rasa gemasnya, kedua anaknya itu tetap saja membuat Hendry jengkel juga ingin rasanya mencubit pipinya masing-masing. Jika dilihat, Saga dan Yura sudah remaja bahkan sudah tak pantas lagi untuk bermanja. Tetapi tetap saja, Hendry merasa kedua anaknya itu tetap kecil dibenaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Different Heart [On Going]
Teen Fiction"Semesta yang menyatukan, dan semesta juga yang memisahkan" Mungkin kah jika sebuah persahabatan antara seorang laki-laki dan perempuan tidak ada rasa yang dimaksud? Rasa yang di maksud itu adalah Cinta. Sebuah persahabatan antara Rolano Aditian d...