44. Heartache

2.4K 319 82
                                    

Sore ini, Yoora berdiri di depan gerbang sekolah. Seperti biasa, ia akan menunggu Paman arsiteknya itu selesai bekerja dan pulang bersama.

Sesekali mengeratkan jaket bomber coklat pemberian Jungkook di ulang tahunnya tahun lalu dan melirik sekilas ke arah ruangan yang sering Yoongi pakai untuk bekerja. Ia bisa melihat pamannya tersebut masih bergelut dengan beberapa tumpukan berkas sketsa.

Yoora masih bisa sabar, menunggu pamannya tersebut selesai mengerjakan pekerjaannya.

Wajahnya mendongak, melihat ke arah langit yang mulai gelap. Sepertinya hujan akan datang. Ia sandarkan tubuhnya pada tembok gedung sekolah, berusaha membuat tubuhnya agar bisa terhalang oleh genteng di atasnya.

"Bu, ayo cepat!"

Yoora kembali mengalihkan pandangannya pada pintu gerbang. Menatap pada gadis kecil yang kini tengah berlarian setelah turun dari taxi dengan membawa permen kapas yang besarnya melebihi tubuh gadis kecil itu.

Pandangan mereka saling bertemu, gadis kecil itu tersenyum begitu manis pada Yoora sebelum akhirnya seorang wanita dewasa menghampiri dan menggiring gadis kecil itu untuk memasuki wilayah sekolah lebih dalam.

Yoora memiringkan kepalanya, ia sepertinya pernah melihat sosok gadis kecil tersebut. Tapi Yoora lupa pernah bertemu dengannya di mana.

Manik Yoora terus mengekor gadis dan wanita dewasa tersebut. Hingga keduanya memasuki ruangan yang sedari tadi ia awasi. Ruangan Yoongi.

Yoora masih bisa melihat jelas gadis kecil itu tiba-tiba berhambur memeluk tubuh Yoongi. Begitu juga wanita dewasa tersebut. Yoongi terlihat begitu terkejut tapi dilihat dari raut wajahnya, Yoongi juga terlihat senang bisa bertemu dengan keduanya.

"Saeron kenapa bisa di sini?"

"Bukankah Saeron sudah bilang akan pergi menemui Ayah?"

Yoongi menyisir lembut rambut sebahu gadis kecil bernama Saeron tersebut. Menggembil pipi tembamnya dan tak henti menciumi wajah gadis kecilnya.

"Ayah kira Saeron hanya bercanda."

"Mana mungkin dia bercanda? Aku bahkan sudah lelah karena Saeron terus menerus menangis jika aku tak membawanya kemari," ujar wanita di kursi seberang dengan sedikit kesal.

"Saeron tidak boleh seperti itu pada ibu. Ayah sudah bilang 'kan? Satu minggu lagi Ayah akan pulang."

Gadis kecil itu menggeleng lalu memeluk kembali tubuh Yoongi dengan manja.

"Saeron sudah makan?"

Sekali lagi, gadis berumur lima tahun itu menggeleng. "Saeron mau makan dengan Ayah."

"Lihatkan? Dia selalu manja seperti itu jika tidak ada kau."

Yoongi memutar bola matanya, lelah karena Solbin tak pernah mau mengerti jika anaknya sedang merajuk. Hanya Yoongi yang selalu bisa meluluhkan kembali hati Saeron.

"Kalau begitu, bagaimana jika kita makan donat?" tawar Yoongi membuat gadia kecil dalam dekapannya itu buru-buru mengangguk dan menampakkan senyum tercerahnya.

"Oke, kalau begitu Ayah ambil mobil dulu."

Yoongi, Solbin dan juga Saeron akhirnya pergi dari area parkiran mobil menuju tempat yang mereka tuju. Tanpa Yoongi sadari, saat mobilnya melewati gerbang sekolah. Yoora yang masih setia menunggu dirinya itu hanya bisa menatap nanar mobil miliknya pergi begitu saja. Yoora buru-buru berlari kecil, mengejar mobil milik Yoongi dari belakang seraya memanggil nama Yoongi.

"Paman! Yoora di sini!"

Tapi sayang, suara Yoora tak bisa Yoongi dengar. Semakin cepat laju mobil itu menjauh, semakin langkah Yoora tertinggal dan akhirnya berhenti.

"Paman, kenapa Paman pergi?"

.
.
.

Nara yang tengah mencuci piring di rumahnya itu melirik ke arah jam dinding. Sesekali mengernyit karena sudah hampir dua jam lebih dari jadwal pulang Yoora, gadis kecilnya itu belum juga sampai di rumah. Hujan yang mengguyur pun belum berhenti semenjak sore tadi. Sebagai seorang ibu, Nara pastinya selalu mengkhawatirkan keadaan anak semata wayangnya. Bahkan suara deru mesin mobil yang sering kali datang ke halaman rumahnya belum bisa ia tangkap hingga sekarang.

"Yoongi membawa Yoora kemana dulu? Kenapa sudah jam segini belum pulang?"

Nara mulai gelisah, ia mengelap tangannya dengan tisu sebelum akhirnya memutuskan untuk menelepon Yoongi, memastikan jika mereka dalam keadaan baik-baik saja.

Belum sempat pergi ke kamarnya untuk mengambil ponsel. Suara ketukan pintu rumah mengalihkan niat Nara. Wanita itu pun tergesa menghampiri pintu utama rumahnya dan betapa terkejutnya ia saat melihat tubuh Yoora basah kuyup juga menggigil kedinginan.

"Yoora?"

Nara buru-buru melucuti tas punggung Yoora, membawa gadis kecilnya itu masuk dan berlari mengambil handuk miliknya.

"Kenapa Yoora hujan-hujanan? Kenapa tidak tunggu Paman Yoongi?"

Dengan telaten, Nara berusaha mengeringkan tubuh Yoora seraya menghujaminya dengan pertanyaan-pertanyan yang begitu terlihat khawatir.

Bukannya menjawab, Yoora justru terdiam dengan mata dan hidung yang mulai memerah. Hal itu membuat Nara kebingungan, karena tak biasanya Yoora yang selalu ceria itu menampakkan wajah murungnya.

"Yoora, ada apa?"

Gadis itu menggeleng sekilas, tanpa disengaja air mata yang sedari tadi ditahan tiba-tiba meluncur di pipinya.

"Cerita pada Ibu. Kenapa Yoora pulang dengan hujan-hujanan seperti ini? Kenapa tidak pulang dengan Paman Yoongi?"

Nara mencoba mengajak Yoora berbicara.

"Paman pergi, Bu." walaupun dengan nada terbata, Yoora mencoba menjawab semua pertanyaan ibunya dengan sejelas mungkin. "Paman pergi meninggalkan Yoora sendiri."

Dahi Nara mengerut, bagaimana mungkin Yoongi setega itu meninggalkan Yoora sendiri bahkan disaat Yoongi berjanji akan selalu mengantar Yoora pulang dan memberi tanggung jawab penuh pada Yoora.

"Paman pasti sedang banyak pekerjaan 'kan?"

Yoora menggeleng, "Paman pergi dengan orang lain, Bu."

"Orang lain? Teman kerjanya?"

Kembali, Yoora menggeleng sembari mengusap ingusnya yang mulai keluar. "Paman pergi bersama keluarganya. Bibi cantik dan gadis kecil yang pernah aku lihat di foto saat pergi ke hotel milik Paman."

"Gadis kecil?"

"Paman bilang, foto gadis itu anaknya."

Nara tertegun. Selain fakta yang ia yakini Yoongi telah menikah kini semakin memperjelas jika Yoongi memang sudah memiliki keluarga baru. Apalagi Yoora bilang jika Yoongi sudah memiliki seorang anak. Hal itu membuat luka di masa lalu yang perlahan menutup kini kembali terbuka. Dan yang paling ia sesali, luka itu tak hanya ia yang rasakan. Kali ini luka itu justru melukai hati anaknya.

Mungkin Yoora tak mengatakan rasa sakitnya, tapi Nara bisa merasakan hal itu dari raut wajah dan air mata yang terus berjatuhan.

"Sayang ... Yoora dengar Ibu," Nara memegang pundak anaknya, sesekali mengelus lengan Yoora agar tegar. "Mulai besok, Yoora berangkat dan pulang bersama ayah lagi, ya? Atau Yoora mau Ibu yang antar jemput?"

Yoora tak mau menjawab, ia hanya mengangguk kecil lalu memeluk tubuh ibunya dengan erat.

"Tapi Yoora rindu Paman Yoongi,"

.
.
.
.

😁

Apa ini?

💕💕💕

J_Ra

✔️ Swag Couple : YoonRa [BTS Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang