PART 12

475 29 3
                                    


Happy Reading

***

Dixie terbangun saat langit berganti gelap, mengerjap melihat jam dinding menunjuk kearah angka enam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dixie terbangun saat langit berganti gelap, mengerjap melihat jam dinding menunjuk kearah angka enam. Ia tidur terlalu lama, pikirnya. Melihat ke kamar, Jaden tidak ada disana. Lalu ia memilih menuju dapur, membuka kulkas untuk mendapatkan sebotol air mineral dingin. Meminumnya hingga sisa setengah, ia mendesah lega, tenggorokannya tak lagi terasa kering.

Samar Dixie mendengar suara dan berasal dari sebuah pintu yang ada di dekat dapur. Penasaran, ia membukanya. Dan Dixie melihat Jaden duduk di salah satu kursi rotan dengan kaki lurus di atas kursi bundar lainnya, tengah serius berbicara dengan laptop yang di pangkuannya. Sayangnya, Dixie tidak mengerti bahasa yang digunakan oleh Jaden. Lagipula bukankah tidak baik menguping pembicaraan orang lain.

Dixie dibuat takjub oleh suasana di belakang rumah. Tempat santai untuk berkumpul. Jelas terlihat begitu hangat dan nyaman. Cocok untuk sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta. Duduk berpelukan di sofa lantai dalam satu selimut, saling bercengkrama dan bertukar cerita, ah.. Sungguh romantisnya.

Jaden menyadari keberadaan Dixie, karena gadis itu berjalan ke arahnya dengan segera ia mengakhiri pembicaraannya secara sepihak. Tidak peduli jika ia di sumpah serapah.

"Ada yang kau butuhkan?" Tanya Jaden. Membuat angan lamunan Dixie melebur.

Dixie sudah berdiri di hadapannya, menggeleng menjawab pertanyaan Jaden. Dixie mengumpati dirinya sendiri, bagaimana bisa memikirkan yang tidak-tidak. Apa ia mengharapkan momen romantis dengan Jaden? Oh rasanya, ia sudah gila. Ya walaupun ia tidak menampik kalau Jaden sangat tampan dan hot. Baiklah pikirannya semakin kacau. Abaikan!

"Aku mengkhawatirkan Mom, bisakah kau hubungi William bertanya dimana Mom sekarang?" Tanya Dixie balik.

Hening. Jaden tidak berniat sama sekali untuk menjawabnya. Sebenarnya ia lebih merasa bersalah karena telah memisahkan anak dari ibunya secara paksa. Egois itulah dirinya, tanpa memikirkan apa yang akan Dixie rasa nantinya. Tapi untuk kali ini saja ia ingin egois. Tidak apa-apakan?

"Aku merindukan Mom, please!" Mohon Dixie.

Jaden sudah berdiri menjulang di hadapan Dixie. Tangannya terulur membelai pipi Dixie. "Besok kita akan ke London, William dan Ibumu ada disana."

Mata Dixie berbinar bahagia. "Benarkah?" Jaden mengangguk pasti.

"Aku akan menyiapkan makan malam," Jaden berbalik meninggalkan Dixie yang tersenyum manis.

Love Prince DemonioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang