PART 16

457 23 3
                                    

Happy Reading

***

Ujung pulpen di tangannya di ketukkan secara konstan pada meja kerjanya yang dari kaca. Manik birunya terarah pada frame kecil yang ada di sudut kanan meja. Foto itu selalu mampu menarik perhatian Jaden, hingga lupa akan segalanya. Dimana seorang lelaki remaja menggendong seorang gadis di punggungnya. Tawa mereka begitu lepas membuat siapapun yang melihatnya akan ikut tersenyum. Sorot mata mereka penuh akan cinta yang tak terbatas. Seakan kebahagiaan hanya akan menjadi milik mereka dan lupa bahwa takdir cinta tidak akan semulus jalan tol.

"Sampai kapan?" Mark akhirnya bersuara, setelah banyak menit berlalu dia hanya di acuhkan. "Kau mau dia tau sendiri atau tau dari orang lain?"

Terdengar helaan nafas dari bibir Jaden. Meraih frame tadi lalu mengusapnya perlahan gambar wajah gadis itu. Siapa yang akan menyangka, itu musim semi kebersamaan mereka yang terakhir.

"Kau tidak merasa aneh, kenapa dia mau saja ikut denganmu?" Mark mengganti pertanyaan lain. Karena ia sebenarnya tidak butuh jawaban apapun.

"Karena dia sedang mencari tau, keanehan yang ada dalam dirinya."

"Menurut mu dia punya tujuan sendiri?" Tanya Mark lagi, dan diangguki oleh Jaden.

"Bisa saja dia pergi setelah tau yang sebenarnya," Ujar Mark.

Jaden menatap Mark dengan wajah datarnya. "Dan bisa saja dia membunuhku untuk membalaskan dendamnya." Lirih Jaden.

"Semua yang ada di sana menjadi saksi, bahwa kau tidak melakukannya."

"Tapi Dixie tidak menyaksikan."

"Emily itu sialan! Kenapa juga dia harus merahasiakan ini semua dari Dixie?" Mark menjadi kesal.

"Hanya takut kehilangan cinta anak untuk Ibunya."

"Dan kau diam saja?"

Jaden kembali memandangi foto Dixie yang masih berusia belasan tahun, terlihat sangat cantik dengan kesederhanaan dan kepolosannya. Tapi siapa sangka jika gadis itu bisa menjadi sosok tangguh dan kuat yang tidak bisa dianggap remeh.

"Jika Mommy bisa berdamai dengan masa lalunya, kenapa Dixie tidak bisa?" Gumam Jaden.

Mark memicingkan matanya, selalu tidak bisa mengerti jalan pikiran Jaden setelah sekian banya hari mengenalnya.

"Kau tau, setiap perempuan itu tidak pernah sama." Mark hanya berusaha memberitahu, walau kenyataannya percuma.

"Yap. I know."

"Aneh," Dengus Mark. Lalu beranjak pergi dari ruangan Jaden.

***

Diam memikirkan apa yang dikatakan Jaden semalam, semakin membuat Dixie kesal saja. Memaksa pikirannya untuk berkerja lebih keras mengingat masa lalu, malah membuatnya semakin terasa sakit saja. Semua seperti teka-teki yang harus ia pecahkan dengan sendirinya. Terlebih kenyataan yang selama ini di sembunyikan darinya, harus ia terima mau tidak mau.

Amnesia.

Ya video dari Mommy nya tempo hari, mengatakan bahwa dirinya menderita hilang ingatan setelah jatuh dari atas tangga. Sejak usia tujuh belas tahun. Dan sekarang usianya sudah menginjak 27 tahun, itu berarti sepuluh tahun lebih Mommynya menyembunyikan hal ini dengan sangat rapi. Bahkan memberitahukan kenyataan ini lewat video agar Dixie tidak mengutarakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak sanggup untuk Emily jawab dengan hati kuat.  Jalan satu-satunya agar Dixie tau kenapa dirinya sampai amnesia, jawabannya hanya ada pada Jaden. Tapi masalahnya, nyali Dixie akan segera lenyap saat mata biru Jaden menghunus tajam dan seakan mengintimidasi dirinya. Mungkin dirinya berlebihan, tapi memang seperti itu yang ia rasakan.

Love Prince DemonioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang