The Game (1)

589 118 14
                                    

"Harta, tahta, keluarga."

-Devani Puspita Jayachandra-


Sore hari setelah bel tanda pulang sekolah berbunyi, tanpa membuang waktu lagi Vani segera mencegat taxi yang melintas didepannya. Bang Ujang, yang notabenya sebagai sopir pribadi sedang mengantarkan Bi Iyem, selaku pembantu di rumahnya, sedang berbelanja bulanan. Setelah sampai didepan pagar rumahnya, Vani segera turun.

"Ini Pak, uangnya," kata Vani sembari memberikan dua lembar uang biru.

"Baik Neng. Ini kembaliannya," jawab si sopir.

"Kembaliannya diambil Bapak saja. Itung-itung buat beli kebutuhan buat anak Bapak," kata Vani tulus.

"Siap Neng. Terima kasih banyak ya Neng."

"Iya Pak. Terima kasih kembali."

Segera Vani keluar dari taxi dan masuk kedalam rumah. Mengucapkan salam tapi tak ada balasan dari dalam. Ternyata didalam rumah sangat sepi. Vani yakin Kak Gilang masih kuliah. Saat akan menaiki tangga, seseorang menepuk pundaknya. Otomatis Vani mencekal tangan itu dan memelintirnya dengan kuat.

"Auw, sakit tolol. Elo tuh cewek tapi kekuatannya sama seperti cowok," kata Gilang sembari menghempaskan tangannya dari cekalan tangannya Vani.


"Lagian lo, kebiasaan banget ngagetin gue," balas Vani acuh.

"Lah elonya aja yang nggak sadar," bantah Gilang.

"Bodo amat," cetus Vani. "Eh lo mau kemana, Kak?"

"Biasalah," jawab Gilang sembari memakai jaket hitamnya.

"Eh nanti lo bilang sama papa sama mama ya, gue main ke rumah temen. Pulangnya besok," terang Gilang.

"Dih banyak alesan," balas Vani malas.

"Please. Bantuin gue, ya?" Gilang berkata sembari memasang puppy eyyesnya. Walau bagaimanapun wajah imut kakaknya, Vani tidak akan luluh juga. Kini Vani menghela napasnya.

"Kapan sih, gue boleh ikut. Sekarangkan gue udah SMA," ujar Vani yang membuat Gilang langsung memfokuskan perhatian penuh kepada Vani.

"Elo kan masih kecil," canda Gilang.

"Bilang aja kecil terus, sampek adiknya nggak gede-gede."  Vani mencibir. Gilang terkekeh melihat kelakuannya Vani.

Gilang sangat menyayangi Vani. Dan soal sesuatu yang Vani sangat inginkan itu, Gilang tak mau mengabulkan. Gilang masih ragu denga skill yang dimiliki oleh Vani. Dan masalah terbesarnya adalah Gilang tak mau kehilangan Vani. Gilang menarik kedua bahu Vani dengan lembut.

"Kakak cuma nggak mau kamu kenapa-napa, Pita. Dan satu hal yang Kakak takutkan, Kakak nggak mau kehilangan kamu," ucap Gilang penuh perhatian.

"Kak, gue nggak bakal kemana-mana. Gue cuma mau ngelakuin seperti apa yang lo lakuin," tandas Vani tegas namun Gilang hanya menggeleng pelan.

"Tapi kamu cewek. Kebanyakan korban yang terjadi adalah cewek."

Vani diam saja. Dia tahu, jika Gilang sudah berbicara dengan kata 'kamu' dan 'Pita' berarti Gilang sedang berbicara dengan serius. Vani juga sadar sesuatu hal yang sangat dia inginkan itu memang tidaklah wajar. Hal inilah yang menjadi pantangan buat Vani.

"Ya udah, gue pergi dulu. Kalo ada apa-apa, telepon aja. Bye!" pamit Gilang sembari mengecup singkat pipi kanannya Vani.

Sepeninggalnya Gilang, Vani segera naik ke atas, ke arah kamarnya. Vani menaruh tasnya di meja belajar dan langsung mengambil sebuah handuk kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Vani ingin segera mandi saja karena Vani merass jika badannya sudah lengket.

I Love You My Pawang [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang